Nida Sholiha: Melukis Ramai-ramai Dapat Naikkan Kreativitas Siswa

Nida-3

KEHIDUPAN manusia adalah kehidupan sosial. Karena, manusia saling berhubungan satu sama lain. Manusia perlu dibekali kemampuan bersosialisasi seperti sikap tenggang rasa, tolong menolong, saling menghargai dan lain sebagainya bilamana ingin keberadaannya dalam masyarakat diakui dan dihargai pula oleh orang lain.

“Dalam dunia pendidikan, aspek di atas merupakan salah satu tugas guru dalam mendidik siswa. Siswa belajar bukan hanya bicara akademik tetapi juga mengenai perilaku bermasyarakat,” kata Nida Sholiha, S.Pd., saat menjelaskan soal Collective Painting yang menjadi objek penelitiannya, di Kampus UPI Jln. Dr. Setiabudhi Ni. 229 Bandung, Kamis (16/4/2015)

Nida-1Karena meneliti soal Collective Painting, dia menulis skripsinya berjudul, “Penerapan Metode Pembelajaran “Collective Painting” dalam Mata Pelajaran Seni Budaya — Analisis Deskriptif pada Siswa Kelas IX A SMP Negeri 1 Subang Tahun Pelajaran 2013/2014.” Menurut lulusan terbaik dari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastera Universitas Pendidikan Indonesia pada Wisuda I Tahun 2015 ini, seluruh mata pelajaran sedianya menanamkan hal tersebut dalam pembelajarannya, tidak terkecuali dengan mata pelajaran Seni Budaya khususnya cabang Seni Rupa.

Tujuan pembelajaran Seni Rupa secara umum adalah untuk mengasah kreativitas siswa.Namun kreativitas tersebut harus diimbangi dengan kemampuan bersosialisasi yakni dalam bekerja kelompok.Pelaksanaan pembelajaran Seni Rupa di SMP Negeri 1 Subang, umumnya siswa berkarya secara individu sehingga siswa kurang diimbangi dengan pendidikan pengembangan sosial.

Pemilihan SMP Negeri 1 Subang sebagai objek penelitian karena sekolah ini merupakan sekolah terbaik di Kabupaten Subang dengan segudang prestasinya. SMP Negeri 1 Subang memperoleh jenjang akreditasi 94,95 (A). SMP Negeri 1 Subang telah mendapat sertifikat ISO 9001 oleh Smart Consultant tahun 2008.SMP Negeri 1 Subang juga merupakan sekolah terbaik yang menerapkan Kurikulum 2013 selain SMP Negeri 1 Kalijati, SMP Negeri 1 Cisalak, SMP Nurul Gina, dan SMP Bunda Maria.

Nida-2

Namun pada pelaksanaan penelitian ini, kelas IX masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.Sedangkan siswa kelas IX A dipilih sebagai objek penelitian karena siswa kelas IX sudah memenuhi karakteristik remaja awal, kebersamaan mereka di sekolah sudah terbina cukup lama, beban tugas cukup besar ini mereka jadikan sebagai nilai akhir Seni Budaya, dan siswa ingin membuat kenangan di sekolah mengingat sebentar lagi mereka beranjak SMA.

Di lapangan ditemukan, perencanaan penerapan metode pembelajaran Collective Painting disusun sesuai dengan tahapan proses perencanaan. Proses tersebut di antaranya adalah menelaah silabus dan RPP milik guru. Peneliti menemukan kekeliruan pemahaman akan metode pembelajaran yang akan diterapkan pada siswa.

“Oleh karena itu, peneliti memperbaiki dan menambahkan metode Collective Painting pada silabus dan RPP tersebut, termasuk waktu pengerjaan tugas tersebut,” ujar Nida Sholiha.

Diungkapkan, pelaksanaan penerapan metode pembelajaran Collective Painting, kata Nida Sholiha, berlangsung dalam dua kali proses pengerjaan karena terjadi ketidakpuasan siswa akan hasil karya yang pertama. Pada karya pertama, siswa menilai karyanya tidak lebih baik dari karya kelas yang lain. Maka dari itu mereka sepakat mengulang kembali proses pembuatan karya Collective Painting dengan perencanaan yang lebih baik dan matang.

“Alasan digantinya karya pertama adalah karya tidak menunjukan satu kesatuan gambar yang utuh karena banyak garis yang tidak berkesinambungan, secara visual komposisi karya kurang seimbang, dan siswa belum mengembangkan teknik melukis,” kata Nida Sholiha.Nida-4

Semua yang terjadi merupakan pengalaman pertama siswa dalam melukis sehingga hasil karya terlihat kaku dan belum menunjukkan kreativitas, ujar Nida. Kondisi psikologis siswa kelas IX A yang perfeksionis dan kompetitif menjadi tantangan tersendiri bagi siswa untuk bekerja kelompok. Pada awal pengerjaan, kerja sama siswa belum begitu muncul namun saat menemui masalah kerja sama mereka semakin meningkat.

Hasil karya lukis Collective Painting secara keseluruhan merupakan karya pertama banyak muncul ciri-ciri tipe gambar haptik. Karena masing-masing siswa mengungkapkan gagasannya tanpa memikirkan komposisi gambar secara keseluruhan. Hal ini berbanding terbalik dengan karya kedua. Pada karya kedua, kecenderungan tipe gambar visual muncul karena pada setiap karyanya siswa sudah memiliki atau memunculkan kesan ruang.

Pada karya lukis Collective Painting pertama, kreativitas siswa belum berkembang, siswa masih mencari dan mencoba hal baru dalam melukis. Maka dapat ditentukan pada karya lukis Collective Painting pertama ini, kreativitas siswa berada pada tingkat ekspresif. Berbanding terbalik dengan karya lukis Collective Painting yang kedua, siswa sudah mampu mengeksplorasi kemampuannya dalam melukis.IMG_7320 edit

“Mereka dengan sendirinya menemukan beragam teknik melukis dengan pertimbangan estetis yang dimiliki. Teknik melukis yang muncul di antaranya adalah melukis dengan menggunakan tangan (finger painting), teknik flicked painting, menjahit tali rapi pada kanvas, menempelkan kapas, menempelkan potongan sampah anorganik, menempelkan hasil lipatan sedotan, menempelkan tai toko, menempelkan gliter hingga menempelkan potongan bulu kelinci kesayangannya,” ujar Nida Sholiha.

Maka pada karya lukis Collective Painting kedua ini menunjukkan tingkat kreativitas siswa naik pada tingkat produktif. Kreativitas tersebut diukur dalam segi teknik pembuatan (teknik melukis). (Wakhudin)