Nuturkeun Indung Suku ke “Lima University”
|Sebuah perjalanan panjang sebelum dunia ini berubah peradabannya, atau mungkin terbersit dalam pikiran kita, apakah sebuah muhibah atau suatu perjalanan dalam rangka kegiatan menimba ilmu akan terhenti?. Mungkin saja seperti itu, namun yang namanya mencari dan menimba ilmu semua pasti ada jalannya. Sang kholik mungkin memberikan telaah dan kajian yang harus mendalam dilakukan oleh mahluk yang diciptakannya. Tiga tahun yang lalu ada pengalaman yang cukup unik dan juga sedikit mengherankan khususnya penulis saat untuk pertama kali menginjakkan kaki di sebuah benua yang konon dulu dalam ceritera sang buyut ada sebuah benua yang bentuknya “ Ngarengkol jiga buntut kuda laut”. Ya, walaupun “Kuda Laut” pun saat itu belum tahu seperti apa. Ceritera itu didengarkan saat masih kanak-kanak sambal menunggu sang uyut laki-laki mencangkul di sawah, biasanya uyut perempuan menyiapkan makanan di waktu “Bedug”. Ceritera itu mungkin bagaikan sebuah mimpi ketika memang setelah 47 tahun kemudian ternyata menjadi sebuah kenyaatan, menapakan kaki di benua “Kuda Laut.”
Tepat tahun 2018 sebuah perjelanan yang kata orang mengelilingi “Alam Dunya” alam dunia atau Bola Dunia kata anak-anak SD sewaktu penulis sekolah di SDN Ranggalawe V Garut Kota (1979-1984), sekarang SDN Regol. Perjalanan tersebut sangat melelahkan bagi penulis yang untuk pertama kali berada di Udara 3sampai 3 kali naik “Kapal Udara”, seolah mimpi si Kabayan, sampai pindah pesawat dari Indonesia-Malaysia-Inggris- New York-Peru. Perjalanan tersebut merupakan bagian dari tugas sebagai Delegasi Indonesia, khususnya dari Universitas Pendidikan Indonesia dalam acara ORBICOM-UNESCO. Dalam perjalanan tersebut boleh dikatakan kepala sampai pusing dan sakit karena lamanya dalam perjalanan, namun sesampainya di sebuah negara yang sangat menakjubkan dengan kampus-kampusnya yang megah, dimana banguan gedung kampusnya rata-rata terbuat dari kaca dan alumunium serta pernekel, yang mungkin untuk menjaga korosi. Perasaan gembira dan penuh rasa ingin tahu khususnya dari kawan-kawan delegasi negara-negara yang berdatangan saat itu untuk berdiskusi lebih lanjut tentang peran Ilmu Komunikasi dalam pembangunan pendidikan, budaya, dan kemasyaraatan dunia .
Menurut panitia Walter Neirea Brontis (2018), bahwa kegiatan ORBICOM yang bertempat di kampus dengan gedung utamanya terbuat dari kaca-kaca dan pernekel serta alumunium tersebut, katanya kampus tersebut memang didirikan atas kerjasama antara negara yang dijajah dengan negara penjajahnya. Ya, Kampus yang megah tersebut adalah “DE’ LIMA UNIVERSITY”. Sebuah kampus kebanggaan negara Peru sebagai salah satu negara Amerika Latin yang dulu pernah dijajah seperti Indonesia oleh Spanyol, dan Inggris. Dalam sebuah persidangan yang konon difasilitasi oleh UNESCO inilah maka terjalin sebuah kerjasama yang bagus, dimana negara-negara yang dulu sebagai penjajah memberikan rasa tanggungjawabnya untuk membangun infrastruktur pendidikan di negara-negara jajahannya, salah satunya adalah negara Peru di Amerika Latin ini. Singkat ceritera sejumlah negara-negara yang menerima bantuan pendirian kampus-kampus modern ini, kini dapat melayani generasi mudanya dengan lebih baik dan nyaman karena memiliki fasilitas kampus yang berkualitas.
Banyak pengalaman yang dapat digali selama melaksanakan tugas dalam keikutsertaan penulis selama itu, khususnya untuk merumuskan sejumlah bahan kebijakan-kebijakan pembangunan pendidikan, kebudayaan dan kesejahteraan sosial bersama delegasi dari negara lain. Salah satu kebijakan tersebut diantaranya tentang bagaimana cara membangun Networking di tiap negara-negara untuk secara lebih terbuka memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakatnya. Sehingga ketika ada Best Practices dari negara-negara yang berhasil maka dalam forum tahunan ORBICOM-UNESCO ini akan berbgai dengan para peneliti dan para pemangku kebijakan negara-negara anggota delegasi di dunia ini. Sejumlah kebijakan-kebijakan tersebut, biasanya ditulis dalam bentuk pidato dan publikasi-publikasi diantaranya buku-buku yang diterbitkan UNESCO untuk disampaikan kepada tiap Menkokesra di negaranya masing-masing. Tentunya ini tidaklah mudah, dimana setiap makalah yang yang berisi tentang keberhasilan strategi dalam membangun networking tersebut harus teruji dan benar adanya.
Sebagai contoh dari Indonesia, untuk membangun networking layanan kebijakan pembangunan pendidikan pernah disampaikan tentang “SIRENSTRA.EDU” (2015), yang diselenggarakan di Meksiko, yaitu sebuah system pemetaan data dan informasi mengenai sejumlah sekolah-sekolah yang memerlukan bantuan dan Layanan sampai dipelosok, khususnya pada aspek infrastruktur, ketersediaan buku bacaan, serta bahan ajar secara digital maupun cetak dan elektronik lainnya. Selanjutnya delegasi Indonesia pernah menyampaikan kebijakan tentang “DIGITAL COMMUNICATION COMPETENCES” (2016) di Paris, yaitu untuk memberikan solusi Layanan peningkatan kompetensi para guru dalam menguasai komunikasi digital dalam pemangunan dan Layanan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia. Demikian juga pada Tahun 2017 Delegasi Indonesia telah memberikan masukan mengenai “ ICT AS A SUBJECT MATTER AT SCHOOL LEVEL IN INDONESIA” (2017) yang diselenggarakan di Jakarta dengan ketua professor Andi Faisal Bakti. Maka, Lalampahan Nuturkeun Indung Suku, ´sampai di Negara Peru Amerika Latin, dimana delegasi Indonesia menyampaikan tentang Startegi “SMART CITY AND SMART CAMPUS” (2018), yang dipaparkan di De’Lima University, sebuah kampus besar di negara yang ternyata menjadi kebanggaan masyarakat negara Peru tersebut.
Ada hal unit ketika “indung suku”, mulai menapakan langkahnya dari penginapan menuju tempat conference di kampus berkaca dan berangka beson pernekel tersebut, dimana banyak sekali ditemukan kesederhanaan penduduknya saat mereka beraktivitas. Bahkan jika dibandingkan dengan masyarakat di oerkotaan Indonesia seperti di Jakarta dan Bandung mungkin yang namanya mobil mewah-mewah berseliweran. Di sana sangat terbalik, bahkan kendaraan umum menjadi prioritas para pekerja, guru, dosen siswa dan mahasiswa selalu memanfaatkan public transportations . Disela-sela keramaian, bahkan melihat para wanita baik remaja maupun ibu-ibu tidak lelah juga dan tidak gengsi juga mereka berjualan makanan dan kebutuhan para pejalan kaki dan penikmat fasilitas dan kendaraan umum yang lalu lalang. Inilah mungkin kesederhanaan dalam upaya membangun keberhasilan negara dan bangsanya. Semoga dalam setiap aktivitas dan profesionalitas kita semua selalu mengedepankan kesederhanaan, bagaikan para orang tua kita terdahulu yang selalu menekankankan falsafah orang sunda, “Mun Keyeung Tangtu Pareng”, “ Se formos diligentes, Teremos Sucesso”, bagaikan ibu jari kaki kita dengan peribahasa “Nuturkeun Indung Suku” yang dapat menentukan arah yang baik kemana kita melangkahkannya, sehingga cita-citapun Inshaalloh akan tercapai. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin, *** Semoga Bermanfaat Tulisan Refleksi Diri dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional Indonesia, 20 Mei, 2021. Salam Humas UPI (Deni Darmawan/Alumni, SPGN 1 Bandung)