Pemerataan Mutu Pendidikan untuk Mempercepat Mobilitas Sosial

Bandung, UPI

Pendidikan akan berperan dalam mempercepat proses mobilitas sosial dalam sebuah masyarakat, tetapi terdapat beberapa  prasyarat yang harus dipenuhi. Prasyarat yang pertama adalah adanya kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan itu sendiri. Kesempatan yang sama itu tidaklah semata tercantum dalam aspek legal atau hukum belaka, melainkan ia pun diwujudkan menjadi sebuah tindakan yang afirmatif (affirmative action).

Pernyataan tersebut ditegaskan Prof. Dr. H. Didin Saripudin, S.Pd., M.Si., saat menjelaskan  Mobilitas Sosial Vertikal melalui Afirmasi Pendidikan dalam Pidato Pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar/Profesor dalam bidang Sosiologi Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (FPIPS UPI) berdasarkan SK Nomor 73980/A2.3/KP/2017. Pidato Pengukuhan Guru Besar di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di lakukan di Gedung Achmad Sanusi Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Selasa (7/8/2018).

Lebih lanjut dijelaskan,“Prasayarat kedua, agar pendidikan dapat mempercepat mobilitas sosial, maka perlu pemerataan mutu pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, antara sekolah swasta dan sekolah negeri. Pada masa yang akan datang bisa jadi orang tidak lagi bertanya gelar apa yang kita miliki untuk bekerja di sebuah tempat, tetapi orang justru akan bertanya dari mana kita memperoleh gelar tersebut.“

Di antara lapisan-lapisan sosial yang ada, ujarnya, terdapat kecenderungan bahwa orang dari lapisan bawah bergerak naik lebih lambat dari pada orang dari lapisan menengah. Hal ini sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan usaha yang diperlukan. Akan tetapi, pemberian beasiswa atau program-program lain dapat membuka kesempatan lebih luas bagi anak-anak dari lapisan bawah secara sosial ekonomi yang berbakat atau yang memperlihatkan hasil belajar yang baik.

Affirmative action ialah segala tindakan yang bertujuan membantu kelompok-kelompok yang minoritas secara ekonomi, ras, agama, gender atau kelompok penyandang cacat agar mendapat kesempatan yang sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, hukum, kesehatan, dan pendidikan. Lapisan bawah secara sosial ekonomi diharapkan mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan,“ ungkapnya.

Affirmative action muncul di beberapa negara, affirmative action di India dalam bentuk reservasi, diskriminasi positif di Inggris dan di beberapa negara Eropa lainnya, dan ekuitas kerja di Kanada. Biasanya, affirmative action merupakan kebijakan atau cara untuk mengatasi pengaruh-pengaruh dari adanya sejarah diskriminasi. Fokus kebijakannya berkisar pada pekerjaan dan pendidikan serta program kesehatan.

Ditegaskannya, bahwa tujuan affirmative action adalah untuk mempromosikan kesempatan yang sama. Hal ini sering dilembagakan dalam pengaturan pemerintah dan pendidikan untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok minoritas dalam suatu masyarakat diperhatikan dan dilayani dalam semua program. Pembenaran affirmative action ialah untuk mengkompensasi masa lalu berupa penganiayaan diskriminasi atau eksploitasi oleh kelas penguasa budaya, atau untuk mengatasi praktik-praktik diskriminasi yang ada.

Kajian empiris lainnya juga menunjukkan walaupun setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan, upward mobility tetaplah sulit terjadi karena kelompok masyarakat menengah ke atas berhasil mengontrol pendidikan melalui fenomena sekolah swasta yang sebagaimana telah diuraikan di atas. Akibatnya, yang terjadi adalah kelompok masyarakat menengah ke atas lebih leluasa memilih jenis pekerjaan yang mereka inginkan, sedangkan kelompok menengah ke bawah tetap berada pada kelas mereka dalam masyarakat.

layanan pendidikan haruslah dapat menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip pendidikan untuk semua (education for all) tanpa membedakan asal-usul, status sosial, ekonomi, dan kewilayahan. Belanja pemerintah di sektor pendidikan harus benar-benar tepat sasaran dan transparan kepada publik. Hanya dengan fokus sasaran yang jelas, akuntabel, dan melibatkan partisipasi publik, anggaran sektor pendidikan akan bermanfaat bagi kemajuan  pendidikan bangsa Indonesia.

Diungkapkannya,”Beberapa program telah diluncurkan pemerintah RI dalam rangka  mewujudkan pendidikan untuk semua, seperti program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), lalu program Bantuan Siswa Miskin (BSM), program beasiswa dan bantuan kepada siswa miskin dari Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota, Yayasan, LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), dan perusahaan. Kemudian ada Program Afirmasi untuk putra-putri Papua, Papua Barat dan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) dalam bentuk Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik), Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM), dan Afirmasi Vokasi yang meliputi pendidikan di STAN (Sekolah Tinggi Administrasi Negara), STIS, (Sekolah Tinggi Ilmu Statistik), STPI (Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia), AKMIL (Akademi Militer), dan AKPOL (Akademi Kepolisian), serta Beasiswa Bidik Misi.”

Terdapat beberapa hal yang harus diperkuat dalam program Afirmasi Pendidikan, antara lain meningkatkan fokus pada perbaikan mutu pendidikan, memperkuat fokus program pada kemiskinan, menggunakan dana BOS dengan lebih baik lewat koordinasi dengan sumber dana lain, serta merevitalisasi peran program BOS untuk memberdayakan sekolah dan masyarakat.

“Secara umum beberapa program afirmasi pendidikan sudah cukup baik, namun masih terdapat beberapa hal yang belum terwadahi oleh program-program yang sudah ada, seperti daya tampung sekolah negeri terbatas, masyarakat yang sangat miskin, penegakan aturan konstitusional, program beasiswa dan bantuan bagi siswa miskin untuk tingkat menengah dan pendidikan tinggi harus ditambah, diperluas, penyalurannya tepat sasaran, diikuti pembinaan dan pendampingan,” pungkasnya. (dodiangga/humasupi)