Perang Korea dan Penulis Perang

Bandung, UPI

Novel perang yang ditulis oleh penulis perang selama Perang Korea terbagi dalam dua kategori. Novel tersebut adalah novel yang mendorong perang dan novel yang mengkritik perang. Sebuah novel yang mendorong perang tujuannya untuk mendorong patriotisme serta permusuhan tentang komunisme. Di sisi lain, novel yang mengkritik perang menggambarkan kenyataan selama Perang Korea secara realistis atau mengkritik ketidakmanusiawian perang.

Demikian ungkap Korea Foundation Visiting Professor Shin Young Duk, M.A, Ph.D., saat menjelaskan penelitiannya tentang aktivitas para penulis perang, dan novel perang selama Perang Korea (1950 ~ 1953) dalam The 1st International Seminar on History Education (ISHE) yang bertema “History and Society” di Auditorium JICA FPMIPA Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Kamis (2/11/2017).

Dikatakannya,”Pembahasan mengenai kegiatan dan novel para penulis perang selama Perang Korea dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu studi tentang penulis, studi tentang karya sastra, studi literatur tahun 1950-an, dan studi tentang literatur perang Korea.”

Lebih lanjut diungkapkan, Kegiatan para penulis perang dimulai pada tanggal 26 Juni 1950 sebagai pengorganisasian Unit Darurat dengan menugaskan perwira Asosiasi Nasional Kelompok Budaya dan membantu informasi dan pendidikan pasukan. Mereka menyiapkan banyak pernyataan, poster, dan laporan yang diumumkan oleh Divisi Informasi dan Pendidikan Angkatan Bersenjata.

“Penyair muda ditugaskan di setiap stasiun penyiaran dimana mereka membacakan puisi untuk patriotisme atau menghadirkan manifesto sesuai kebutuhan. Namun, setelah Seoul ambruk pada tanggal 28 Juni, kebanyakan dari mereka melarikan diri atau lenyap. Penulis yang mundur pada hari itu mengorganisir Unit penulis untuk menyelamatkan negara dan melanjutkan pekerjaan untuk militer. Namun, aktivitas para penulis perang lebih sistematis daripada sebelum mereka secara resmi bekerja,” ungkapnya.

Kim Dong Ri mendefinisikan periode Perang Korea sebagai periode literatur perang, ujarnya. Definisi ini nampaknya sangat penting karena banyak penulis bekerja sebagai penulis perang dan menerbitkan sejumlah karya, yang memiliki sense of identity yang kuat untuk menginspirasi patriotisme dan semangat juang. Arnold Toynbee mengklaim bahwa perang menyebabkan kemunduran peradaban. Itulah sebabnya, dengan dugaan, karya sastra selama Perang Korea telah dikesampingkan.

“Definisi literatur perang bervariasi tergantung negara atau peneliti, diantaranya seperti Novel mendorong perang, kedua Novel mengkritik perang. Novel yang mengkritik perang menunjukkan keragaman selama perang secara realistis melalui kehidupan berbagai karakter,” ujarnya. (dodiangga)