Pilkada Serentak, Pesta Para Petahana

1-1Oleh DUDIH SUTRISMAN *

PEMILIHAN Kepala Daerah yang dilaksanakan secara serentak 9 Desember 2015 memiliki banyak cerita tersendiri, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada di wilayah Jawa Barat. Betapa tidak dari delapan kabupaten/kota di Jawa Barat yang melaksanakan pilkada, hampir semuanya dimenangkan oleh Petahana. Sehingga menurut Prof. Dr. Karim Suryadi, M.Si. sebagaimana dikutip dalam Pikiran Rakyat (10/12/2015) dikatakan bahwa kadar kompetisi dalam Pilkada serentak ini terasa kurang.

Melihat pada kemenangan kembali Dadang M. Naser sebagai Bupati Bandung untuk periode kedua pun, kita dapat melihat sejauh mana persiapannya sebagai petahana untuk bertarung kembali dalam Pilkada Kabupaten Bandung. Kepedulian Dadang M. Naser pada bidang seni dan budaya mengantarkannya sukses melaksanakan berbagai program yang berkaitan dengan seni dan budaya di Kabupaten Bandung. Dan inilah yang kemudian dijadikan sebagai media dirinya untuk menarik kembali suara dari kalangan pecinta seni dan budaya serta dari kalangan pemuda Kabupaten Bandung.

Pendekatan yang dilakukan petahana begitu intens terasa ketika mendekati waktu Pilkada dilaksanakan, banyak program populis yang menyentuh masyarakat secara langsung dilaksanakan. Dan dalam setiap kegiatan pada program itu, pastilah akan dimunculkan profil petahana yang masih berkedudukan sebagai pejabat aktif ini. Maka tak heran apabila muncul anekdot dalam masyarakat terhadap kepala daerah yang baru menjabat satu periode, yaitu “dalam 5 tahun memegang jabatan, 4 tahun untuk bekerja, 1 tahun sisanya persiapan nyalon lagi.”

Seorang petahana memang memiliki keunggulan dari segi waktu persiapan, dan juga dalam mengangkat profil dirinya di hadapan masyarakat. Masyarakat tentu tidak akan menyadari secara langsung bahwa tujuan petahana “rajin” tampil ke publik adalah sebagian dari marketing politik, dan hal itu terbukti sangat efektif. Petahana tak jarang juga tetap akan terpilih lagi apabila dia dianggap memiliki track record yang baik, tanpa dia repot-repot maju melalui dukungan partai politik atau koalisi partai politik apalagi jika melihat realita saat ini, kurang solidnya kekuatan partai politik dan bergesernya paradigma pemilih yang tidak lagi melihat dari partai mana yang bersangkutan maju melainkan melihat dari sosok calon yang bersangkutan.1-2

Kemenangan Dadang M. Naser kembali menjadi contoh. Dia dan pasangannya Gun Gun Gunawan maju melalui jalur independen dalam Pilkada Kabupaten Bandung karena buntut dari kekisruhan internal dalam tubuh Partai Golkar tempatnya bernaung walaupun dalam perjalanan pencalonannya, Golkar dan beberapa partai politik menyatakan dukungannya terhadap pasangan ini. Hal tersebut membuktikan bahwa pribadi petahana telah memiliki nilai jual yang tinggi secara politik, walau dia maju dari jalur independen. Dia pun mendapat tambahan suara dari kader partai yang juga menyatakan dukungan untuknya walaupun sifat dukungannya tidak wajib karena dia adalah calon jalur independen.

Nilai lebih seorang petahana lainnya adalah, ketika dia dihadapkan pada saingannya yang juga sama-sama menjadi figur politik di daerah itu, dan saingannya mendapatkan dukungan dari koalisi partai yang begitu besar, masih tidak menjamin akan mendepak dengan mudah petahana dari posisinya. Sebagaimana diutarakan sebelumnya, masyarakat Indonesia secara umum memiliki kecenderungan untuk memilih orang atau figur yang sering muncul di media massa atau hadir di acara yang dihadiri oleh masyarakat luas walaupun mereka sudah mengetahui secara garis besar apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan dari petahana selama menjabat.

Bergesernya pola politik ini jika melihat hasil pilkada serentak beberapa waktu lalu, berhasil diramu dengan baik oleh para petahana. Mereka mampu menggerakkan sebagian besar komponen masyarakat dari berbagai golongan dan komunitas, berbagai marketing politik kreatif pun banyak dilancarkan para petahana. Petahana mampu melihat sejauh mana masyarakat akan memilihnya kembali. Namun ini menjadi sebuah pekerjaan rumah yang begitu besar bagi kita semua, ini justru semakin menandakan bahwa pemahaman pendidikan politik masyarakat masih belum membaik, masyarakat hanya melihat dari tingkat popularitas semata bukan dari hasil evaluasi menyeluruh dari semua calon yang ada.

Hajatan demokrasi dalam pilkada serentak menjadi sebuah gelaran besar bagi negara ini sehingga ditetapkan sebagai hari libur nasional ini semoga tidak hanya menghasilkan kembali terpilihnya petahana saja, namun juga menjadi ajang bagi para petahana yang terpilih untuk menampilkan kinerja lebih baik lagi dari periode sebelumnya dengan melihat hasil evaluasi pemerintahannya.***

* Penulis adalah alumni Departemen Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia,Co-Founder Strategic Leadership Forum (SLF), Duta Bahasa Provinsi Jawa Barat, Alumni Beswan Djarum angkatan 29, Mantan Ketua Umum Paguyuban Mahasiswa Insun Medal Sumedang dan Pengajar pada salah satu Sekolah Menengah Atas Swasta di Kota Bandung. Aktif menulis pada berbagai media online dan cetak.