Prof. Dr. H. Endang Soemantri M.Ed. GURUKU (Dari Idrus Affandi)

Pada saat aku masuk IKIP Bandung mulai mengenal sang Profesor yang pada waktu itu masih Drs di tahun 1975. Beliau dengan Pak Azis yang masih Drs sama dengan beliau, lalu mengetes saya, aku ditanya “kenapa kepala kamu kayak militer?”, Aku jawab “baru tes akademi militer dan tidak lolos”. Sebab beliau melihat badanku tegak dan kekar.

Beliau bertanya kembali “kenapa kamu mau masuk jurusan civic hukum?” Jawaban saya “karena ini saran kakak saya, kalau sudah lulus Civic Hukum, Idrus bisa masuk militer jalur wamil” Banyak teman kaka saya yang lulusan IKIP jadi militer. Itu alasan saya masuk jurusan Civic Hukum IKIP Bandung. Setelah itu beliau menyuruh membaca judul buku yang judulnya Human Right. Coba kamu baca dan saya membacanya. “Apa artinya ?” Saya katakan “hak azasi manusia”. Kata beliau cukup dan saya suruh keluar sambil beliau senyum.

Perjalanan demi perjalanan, saya semakin dekat dengan beliau. Apalagi saat beliau menjadi pembantu dekan tiga bidang kemahasiswaan dan saya aktivis bersama teman saya bertiga yaitu Wahyu, Burhan dan saya sendiri.

Pada saat saya menjadi aktivis, saya menentang aliran kepercayaan dan menyebarkan pamplet di Kebon Kalapa. Tiba-tiba pamplet itu ada di jurusan. Lalu jurusan sangat marah dan saya dipanggil oleh jurusan dan aku bertiga disidang oleh dewan dosen. Diantaranya di situ ada Drs. Endang Soemantri, pembantu dekan tiga.

Aku rasanya pada saat itu sangat bahagia karena ada beliau, pada saat disidang oleh Pak Muhsin, Pak Dedi Suwardi dan dewan dosen.

Pertanyaan dari semua dosen menghajar saya mempertanyakan tentang pamplet itu.

Pak Endang Soemantri tidak bertanya, tapi beliau hanya senyum-senyum saja.

Setelah selesai disidang ada pernyataan dari ketua jurusan bahwa ini perlu diskors satu semester. Tapi tidak boleh meninggalkan kampus dan harus ada di perpustakaan. Dan saya katakan “siap” juga harus terdaftar sebagai mahasiswa aktif.

Setelah keluar dari sidang jurusan, saya bertiga menuju kantor Senat FPIPS ketemu dengan almarhum Khohar adiknya pak Fuad di Gor dia juga mencari saya memberitahukan “Idrus, ente dengan Wahyu jangan pulang ke Garut, sebab di Garut ente akan ditangkap oleh tentara dan Burhan juga sama tidak boleh ke Sayati Bandung” sebab pada waktu itu Burhan sebagai guru dan wali kelas di sekola SMP Muhammadiyah. Menggerakkan murid-murid berdemonstrasi untuk menentang aliran kepercayaan. Akhirnya saya tidak pulang ke Garut selama belum aman dan Burhan lari ke Lembang. Dan burhan berkhutbah di masjid agung Lembang.

Saya bertiga berpikir, gimana caranya bersembunyi akhirnya saya ngumpet-ngumpet di beberapa tempat. Kebetulan saya tinggal di jalan Otto Iskandar no 38. Saya berpindah-pindah ke tempat kaka saya dan kadang di Naripan, sedangkan Wahyu di Gerlong berpindah ke teman-temannya.

Bertiga berpikir di jurusan diskors di kampung halaman dicari-cari. Tapi bertiga bermunajat kepada Allah SWT. Kalau kita menegakan kebenaran kita akan selamat dari kejaran tersebut. Dan Allah akan melindungi nya.

Sedang menjalani dua bulan skors tiba-tiba disuruh masuk kelas lagi. Ini tidak menghabiskan satu semester. Pada waktu di perpustakaan harus mempelajari buku yang kontrak matakuliah semester itu. Pada saat itu aku bingung apa maknanya itu. Dan aku menjalani hukuman itu.ternyata hukuman itu hanya untuk mengingatkan Saya, Wahyu dan Burhan. Supaya tidak terlalu terdepan. Itulah hebatnya jurusan Civic Hukum dalam mendidik agar tidak liar dalam berdemonstrasi.

Pada waktu saya jadi aktivis kampus dimasuki ABRI. Dan mencari aktivis kampus. Kira-kira pukul 13.00. Saya, Burhan dan Wahyu dikejar oleh mobil militer jeep putility. Saya dikejar dari parter sampai FPIPS dan saya masuk pada Rumah pak Endang Soemantri bertiga.

Kebetulan masuknya ke dapur, disitu ada makanan dengan lauk pauknya dan kebetulan sedang lapar bertiga. Lalu kami makan bertiga di dapur.

Tiba-tiba sedang makan, disitu ada ibu Endang masuk kerumah mungkin pulang ngajar di SMA 2, melihat anak-anak makan dengan lahap dia berkata “Gening aya didarieu” kami katakan bersama “sedang bersembunyi”, lalu ibu menjawab “silahkan lanjutkan lagi makannya, nanti kalau sudah tidak militer ada di beritahu lagi”. Kami menjawab “Hatur nuhun pisan Ibu Endang”.

Perjalanan demi perjalanan ternyata saya ditakdirkan untuk mengajar di IKIP dan Wahyu daftar jadi dosen dj Kalimantan, lalu Burhan masuk ABRI. Atas pembinaan aktivis kemahasiswaan dari Pak Endang Soemantri.

Saat ini anak didik bapa sudah menjadi Guru Besar. Dua diantaranya yaitu Idrus Affandi & Wahyu. Dan Burhan menjadi Mayor Jendral lalu sekarang ketua muda MA Republik Indonesia.

Terimakasih Guruku Atas bimbinganmu dan arahannya. Yang pada saat aku masuk jadi Dosen beliau menasehati aku. Boleh Idrus ada kegiatan di PTS, tapi ingat jangan sekali-kali meninggalkan IKIP sedetikpun agar orang tidak mempertanyakan bahwa kalau sudah tidak punya jabatan di luar baru nongol lagi cari-cari jabatan di UPI.

Mungkin beliau mengenal saya memiliki karakter kepemimpinan. Saya juga kaget kenapa beliau bisa memprediksi begitu. Wallahualam bishawab.

Saya rasakan dari tahun 77 sampai saat ini saya belum pernah tidak menjabat baik di negeri maupun swasta.

Terimakasih Guruku atas bimbingan dan nasihatnya. Aku tidak lupa sepanjang hayat atas jasa-jasa guruku ini. Prof. Dr. Endang Soemantri. Semoga Bapak selalu sehat, bahagia dengan para cucu yang tampan, cantik & cerdas. Semoga sang Profesor selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin Yarabal’alamin.