Prof. Fitri Khoerunnisa Ajak Sivitas Akademika UPI untuk Menjadi Peneliti yang Berdampak dan Menginspirasi
Bandung, UPI
Ketua Program Studi Kimia Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Fitri Khoerunnisa, Ph.D., bercerita bahwa suatu perguruan tinggi jika ingin maju dan memimpin, maka research di perguruan tinggi harus menjadi panglima, dan jika research didahulukan, maka yang lainnya akan mengikutinya, contohnya seperti kualitas pengajaran akan menjadi bagus demikian pula dengan produktifitas juga akan ikut bagus.
Menjadi scientist itu harus impactful pada reputasi lembaga dan memberikan dampak pada peningkatan kualitas lulusan, serta berdampak pada karya dan paten yang bisa diaplikasikan oleh masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, kepada seluruh sivitas akademika UPI, utamanya kepada para profesor, diharapkan agar bisa bergotong royong untuk membangun budaya riset dan cara kerja atau tata kelola risetnya diperbaiki, dan kemudian membuka ruang-ruang untuk riset interdisipliner yang memungkinkan bekerja lebih efektif dan efisien.
Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Fitri Khoerunnisa dalam sesi wawancara di ruang kerjanya di Gedung JICA FPMIPA, Kampus UPI Bumi Siliwangi Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 229 Bandung, Selasa (11/2/2025).
“Riset yang bagus adalah riset yang selesai dan riset yang berdampak. Oleh karena itu, jadilah peneliti yang berdampak dan menginspirasi, kemudian lepaskanlah ego sektoral,” ujar Prof. Fitri Khoerunnisa.
Lebih lanjut diungkapkan bahwa pendidikan di perguruan tinggi seharusnya menjadi instrumen tentang bagaimana mengubah pola pikir, utamanya pada mahasiswa yang kita bina. Biasanya, pendidikan hanya dipandang sebagai metode transfer knowledge, begitupun riset, hanya menjadi ritual agar tugas akhir selesai dan bisa lulus. Padahal sebenarnya riset itu bisa menjadi instrumen untuk bagaimana melatih kemampuan analistis, kemampuan berpikir, dan kemampuan-kemampuan lainnya.
Ditegaskannya,”Jika kita bisa menciptakan atmosphere reseach yang baik, membuat research instrument yang bagus, dan membuat design research yang baik, saya pikir kita akan tiba pada tujuan. Di beberapa tempat di berbagai negara, ini menjadi satu pijakan yang dianggap krusial bagaimana nanti mahasiswa itu bisa punya lompatan. Anak-anak tingkat empat harus dibina dan dilatih kemampuan berkomunikasi dan menulisnya, jadi tidak hanya di laboratorium saja, karena di fase riset tersebut sangat komprehensif agar bisa mengkomunikasikan apa yang kita peroleh.”
Bagi saya, lanjutnya, ketika memiliki kesempatan dipromosikan untuk memperoleh Jabatan Akademik Profesor atau Guru Besar, itu adalah sebuah kepercayaan yang harus saya jawab kinerja sesuai dengan jabatan yang diperoleh.
Ditegaskannya,”Jabatan Akademik Profesor bukan sesuatu yang mudah, tapi ini adalah jabatan dengan tanggung jawab yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jabatan akademik sebelumnya. Seorang Profesor harus mengambil peran untuk how to inspire others, menginspirasi dan membangkitkan semangat orang lain. Selain menggunakan kata-kata, harus didorong juga dengan karya dan produktivitas. Seorang Profesor harus mampu menciptakan atmosphere reseach itu bisa berlangsung.
Untuk diketahui, Prof. Fitri Khoerunnisa, Ph.D., adalah salah satu periset UPI yang selama lima tahun berturut-turut memperoleh Hibah World Class Professor (WCP) Program. Di samping itu, Prof. Fitri Khoerunnisa, Ph.D., adalah salah satu Guru Besar UPI dari tiga nama periset dari UPI yang berkolaborasi dengan BRIN. Dua lainnya yaitu Prof. Dr. Eng. Asep Bayu Dani Nandiyanto, S.T., M.Eng., dan Risti Ragadhita, S.Si., M.Si.
Beberapa waktu lalu, Prof. Fitri Khoerunnisa mendapatkan penghargaan sebagai Top Co-authors UPI & BRIN. Penghargaan tersebut merupakan bagian dari pengharagaan TOP Kolaborator Tahun 2024 dan BRIN joint publications 2021-2024.
Masih menurut Prof. Fitri Khoerunnisa, ini bukan sesuatu yang tiba-tiba, tapi ini merupakan sebuah rekognisi dari proses yang panjang karena di dalam setiap risetnya termasuk juga dalam program WCP, para peneliti dari BRIN ikut dilibatkan dalam pekerjaan riset di laboratorium yang bermuara di publikasi.
Terkait dengan penghargaan yang diberikan oleh BRIN, yaitu penghargaan BRIN joint publications kepada dirinya, salah satunya berdasarkan jumlah paper yang dipublikasikan pada jurnal bereputasi, biasanya di Jurnal Quartile 1 (Q1) dan Jurnal Quartile 1 (Q2).
Dijelaskannya bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberikan penghargaan TOP Kolaborator Tahun 2024 dan BRIN joint publications 2021-2024 tersebut kepada seluruh institusi perguruan tinggi dan periset sebagai bentuk rekognisi dari BRIN atas pencapaian kerja sama yang terbangun antara peneliti dari BRIN dan dari perguruan tinggi dalam penguatan riset.
“UPI mendapatkan kesempatan kolaborasi riset dalam beberapa program dengan berbagai macam institusi, misalnya hibah riset kolaborasi internasional atau riset kolaborasi Indonesia dimana salah satu counterpart-nya adalah dari BRIN,” ungkapnya.
Saat ini Prof. Fitri Khoerunnisa, Ph.D., adalah seorang Profesor yang juga menjabat sebagai Ketua Prodi Kimia FPMIPA UPI. Dirinya merasa memiliki tanggung jawab untuk melakukan perencanaan riset, pembimbingan riset, dan mempublikasikan hasilnya di jurnal bereputasi.
Diungkapkannya,”Ini adalah salah satu cara saya mendorong teman-teman untuk bisa mencapai Jabatan Akademik Profesor atau Guru Besar yang sama. Ini harus dibangun dengan cara memperkuat riset kolaborasi dengan sesama dosen maupun dengan mahasiswa.”
Jabatan Akademik Profesor itu berbasis pada karya ilmiah, ujarnya, oleh karena itu untuk meraihnya kita harus memperkuat kolaborasi riset, karena semuanya bermuara pada hasil riset yang dipublikasikan pada jurnal bereputasi.
Diungkapkannya, jika ingin menghasilkan Profesor yang mumpuni dengan track record yang baik itu tidak bisa instan. Cara terbaik adalah menjadi pionir dengan membangun atmosphere research-nya, membangun budaya akademiknya, dan membangun produktivitas research-nya, maka jabatan akademik profesor tersebut menjadi sebuah bonus.
“Sekali saya bekerja, tidak pernah menargetkan untuk mendapatkan penghargaan, tetapi bagaimana hal tersebut menjadi pijakan. Menurut saya, ini adalah cara yang paling efisien. Ketika saya meng-encourage mahasiswa, tidak perlu bercerita banyak, tinggal tunjukan saja produktivitas kita di google scholar, dan para mahasiswa langsung memahaminya untuk selanjutnya tahu harus melakukan apa,” bebernya.
Jika melihat kondisi Indonesia hari ini, ungkapnya lagi, dengan segala kelemahan dan kekurangannya dalam riset di bidang saintek dan sosial yaitu adanya keterbatasan fasilitas dan keterbatasan pendanaan, maka berkolaborasi adalah jalan keluarnya. Jadi dengan adanya keterbatasan tersebut jangan lantas membuat kita berhenti untuk riset, tetapi keterbatasan itu harus dimanfaatkan sedemikian rupa.
Perlu diketahui, untuk bisa masuk ke dalam jurnal bereputasi maka kualitas data sangat menentukan. Kita bersaing bukan hanya mengandalkan profil peneliti tapi betul-betul berpatokan kepada kualitas data. Kualitas data dikendalikan oleh performance dari instrumentasi yang kita pakai.
“Semua kerja sama yang terbentuk itu sangat sincere. Artinya kita berkolaborasi tanpa syarat, rahasianya adalah kepercayaan, bekerjalah dalam koridor kerja ilmiah. Sebagai scientist, kita sangat dituntut untuk bekerja secara sincere, saling menghargai dan saling menghormati terhadap kontribusi masing-masing, serta hindari conflict of interest,” ujarnya lagi.
Kolaborasi itu salah satu kunci guna mengatasi segala keterbatasan yang dihadapi. Kontribusi sekecil apapun dari kolega sepatutnya dicantumkan dalam publikasi. Jika ide tersebut dirumuskan bersama, maka tidak hanya dicantumkan sebagai sebagai co authorship, tapi kita juga tuliskan sebagai corresponding author. Dengan cara tersebut, bisa memberikan benefit kepada banyak pihak dan meningkatkan performance index dari setiap lembaga.
Perkembangan keilmuan begitu dahsyat, very quickly, kita berkejaran dengan waktu, dan yang membuat para periset internasional itu sangat inovatif idenya, yang membuat sangat cepat invensi-nya adalah bukan lagi kerja-kerja secara individual atau grup sesama rumpun, tapi bekerja secara interdisipliner. Jadi kolaborasi itu bukan hanya sekedar mengisi kekosongan masing-masing, tetapi kita melompat dari batas kita. (dodiangga/foto:budiawan)
Related Posts
-
Kampus UPI di Cibiru Dukung Pembentukan Lembaga Penyiaran TVUPI Digital
No Comments | Jul 26, 2023 -
Mahasiswa UPI Kampus Purwakarta Revitalisasi Rumah Kreasi Cillingga Sahate
No Comments | Aug 28, 2016 -
Gandeng LSP DEKOPIN, UPI Lahirkan Dosen Bersertifikasi BNSP
No Comments | Apr 6, 2023 -
VCDLN Karya Prof. Deni Darmawan dan Tim Jalani Verifikasi Kelayakan Program Matching Fund
No Comments | May 10, 2021