Prof. Shihabudin: Haji Mabrur Selalu Berkait dengan Kehidupan Sosial

02Bandung, UPI

Orang yang menunaikan ibadah haji tidak ada pahalanya, kecuali masuk surga. Haji yang mabrur selain ditentukan oleh kekhusyukan saat melaksanakan ritual haji, juga ditentutan oleh kesinambungan antara ibadah dengan kehidupan sosial pasca berhaji. Orang berhaji mabrur ditandai dengan meningkatnya kualitas hubungan dengan masyarakat.

“Melaksanakan ritual haji merupakan ekspresi hubungan antara hamba dengan Sang Khalik, sedangkan kemabruran haji diekspresikan dengan semakin produktifnya hubungan kemanusiaan dengan sesama,” kata Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al-Furqan, Prof. Dr. Shihabudin, M.A. saat memberikan bimbingan haji kepada jemaah haji UPI di Aula Masjid Al-Fuqan, Kampus UPI Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (29/6/2016).01

Menurut Ketua Senat Akademik UPI ini, hanya Allah Yang Maha Tahu tentang seseorang yang hajinya mabrur atau mardud. Namun secara kasat mata, kemabruran haji selalu berbuah kebaikan secara sosial. Orang berhaji mabrur suka memberi makan kepada orang lain yang memerlukannya. Haji mabrur adalah jemaah yang tangannya ringan membantu siapa pun yang memerlukannya, baik secara finansial, pemikiran ataupun tenaga.

“Orang yang mabrur lebih suka memilih kehidupan damai. Selain banyak menebarkan kata ‘salam’, mereka memilih tidak berkonflik. Sekeras apa pun perbenturan dalam penyelesaian masalah, mereka memilih jalan damai ketimbang bertengkar,” kata Prof. Shihabudin.

Mabrur berasal dari kata “barra yabirru” atau sering digunakan dalam kata “Birrul Walidain” berbuat baik kepada orang tua. Maka, haji yang mabrur nyaris tidak bisa dipisahkan antara unsur ritual dengan perilaku setelah berhaji. (WAS/Ija/Andri)2