Program Magister Pendidikan BIPA SPs UPI Gelar Virtual Public Lecture III MRPTN i4 USA-Kanada Bertajuk “Evaluasi Pembelajaran BIPA”

Program studi Pendidikan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (SPs UPI) bersama dengan Majelis Rektor PTN Indonesia (MRPTN) dan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (i4) USA-Kanada menyeleggarakan kuliah umum berbasis daring dengan judul “Evaluasi Pembelajaran BIPA”, pada Senin (11/10/2021).

“Menyiapkan pengajar BIPA yang handal dan kompeten merupakan suatu keniscayaan, kegiatan kuliah umum ini merupakan salah satu implementasinya,” ujar Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., M.A. dalam sambutan pembukaan.

Ia juga menyampaikan, internasionalisasi Bahasa Indonesia merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang perlu mendapat dukungan penuh dari perguruan tinggi. Salah satu bentuk dukungan UPI terhadap program pemerintah ini adalah disiapkannya pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dengan mendirikan Program studi Pendidikan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (SPs UPI).

Sejalan, direktur SPs UPI, Prof. Dr. H. Syihabuddin, M. Pd. menegaskan hal yang serupa dalam sambutan pembukaannya. “Saya pikir isu evaluasi BIPA terkait dengan upaya penguasaan bahasa sebagai tanggung jawab individu atau lembaga untuk memperoleh manfaat dari bahasa yang dipelajarinya.”

BIPA Sebagai Alat Diplomasi

Pemateri pertama kuliah umum, Prof. H. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D. (Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) dalam pemaparannya menyampaikan persoalan program kebijakan dan evaluasi yang selama ini dijalankan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

“Hakikat diplomasi adalah mencari sebanyak mungkin teman untuk mendapat kerjasama yang lebih baik. Salah satu program prioritas Badan Bahasa adalah menyasar negara, lembaga, dan komunitas baru,” jelas Prof. H. E. Aminudin Aziz M.A., Ph.D.

Tambahnya, BIPA adalah bagian dari diplomasi lunak. Bahasa Indonesia menjadi sarana untuk menunjukkan jati diri (identitas) bangsa serta meningkatkan daya saing dan citra positif bangsa melalui pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing.

Akan tetapi, tantangannya juga tidak mudah “Kurang terkenal dan kurang terpajannya Indonesia, status Bahasa Indonesia dibanding dengan bahasa-bahasa Eropa dan Bahasa Asia Timur, kurang seimbangnya pengajaran bahasa dan budaya Indonesia, dan yang terakhir adalah ketersediaan guru BIPA adalah tantangan yang dihadapi dunia BIPA,” paparnya.

Dia menambahkan bahwa dibalik tantangan yang ada, pemelajar BIPA naik tajam selama pandemi covid-19. Di tahun 2021 ada 10.000 orang pemelajar BIPA. “Oleh karena itu, peran guru BIPA sebagai upaya diplomasi kebudayaan diplomasi ekonomi menjadi sangat penting,” tutupnya.

Gambaran Umum Evaluasi Pembelajaran BIPA di Amerika Serikat

Pemateri kedua kuliah umum, Dr. Juliana Wijaya (Dosen Jurusan Bahasa dan Budaya ASIA di University of California Los Angeles) memaparkan gambaran umum evaluasi dan praktek pembelajaran di Amerika Serikat.

“Ada dua evaluasi yang akan saya paparkan, pertama adalah evaluasi kemahiran berbahasa di bidang akademikdan yang kedua adalah evaluasi di bidang kemahiran atau proficiency,” jelas Dr. Juliana Wijaya.

Dia menjelaskan lebih lanjut, “Evaluasi berbahasa di bidang akademik pada dasarnya pemelajar diajarkan sesuatu, lalu mereka diuji apa yang sudah diajarkan. Sedangkan, evaluasi di bidang kemahiran tidak peduli apa yang sudah kita ajarkan, hanya mengevaluasi kemahiran  berbahasa seseorang pada saat itu.” Menurutnya, Amerika Serikat memakai tolak ukur atau standar yang sudah dipakai di banyak negara dan yang terbesar, yaitu American Council on the Teaching of Foreign Languages (ACTL) dan Interagency Language Roundtable (ILR) sebagai evaluasi kemahiran.

Evaluasi ini melakukan wawancara untuk menguji kecakapan lisan ACTFL/ILR atau Oral Proficiency Interview (OPI) dengan tolak ukur sendiri untuk menentukan penilaian. Pedoman Kemahiran ACTFL dikembangkan dan diterbitkan oleh Foreign Service Institute (FRI) untuk penggunaan akademis dan untuk mengevaluasi kemampuan berbicara dalam bahasa asing.

“Biasanya, dilakukan wawancara tatap muka dengan satu atau dua orang. Pewawancara dapat hadir atau wawancara dapat dilakukan melalui telepon,” jelasnya. Dia menjelaskan, ini adalah metode pengujian yang mengukur seberapa baik seseorang berbicara bahasa dengan menentukan pola kekuatan dan kelemahan produksi bahasa.

Kurikulum & Evaluasi BIPA di SPK

Pemateri ketiga kuliah umum, Dadan, M.Pd. (Pengajar Bandung Independent School (BIS) dan pengurus APPBIPA Jabar) menjelaskan Kurikulum & Evaluasi BIPA di Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK). “Kurikulum yang saya gunakan sama dengan kurikulum di 159 negara lainnya. Kompetensi yang diharapkan adalah keterampilan reseptif, keterampilan produktif, dan keterampilan interaktif,” jelas Dadan, M.Pd.

“Pemberian materi dapat melalui identitas, pengalaman, organisasi sosial, kecerdasan manusia, dan sharing the planet,” tambahnya. Evaluasi materi berbentuk final evaluation atau diujung setelah mereka belajar selama dua tahun. “Evaluasi berbentuk penulisan paper sampai 250 sampai 400 kata. Juga ada listening dan reading comprehension, dan terakhir ada internal assessment atau presentasi,” papar Dadan, M.Pd.

Model Pendekatan Real Life Sebagai Alat Evaluasi Menyimak

Pemateri keempat kuliah umum, Dr. Ida Widia, M.Pd. (Dosen UPI dan pengurus APPBIPA Jabar) memaparkan penelitiannya yaitu evaluasi menyimak dengan model pendekatan real life. “Alat evaluasi dalam BIPA dianggap penting karena standar untuk mengukur BIPA belum ada. Alat evaluasi akan menempatkan kemampuannya sebagai penutur asli,” jelasnya.

Dr. Ida Widia, M.Pd. berfokus pada evaluasi menyimak yang biasanya dianggap sulit oleh penutus asing. “Evaluasi menyimakadalah perangkat tes yang dijadikan sebagai landasan dalam pembuatan kisi-kisi soal menyimak, soal tes menyimak, dan audio penyerta tes menyimak. Kemudian, pendekatan real lifemerupakanpendekatan yang melibatkan kondisi nyata atau real, aktual, dan kontekstual dalam evaluasi menyimak,” paparnya.

Kontributor: Fani Fajrini D.D.