Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Publik LPPM UPI Selenggarakan Seminar Hak Asasi Manusia

Bandung, UPI

Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Publik, Inovasi Pendidikan, dan Pendidikan Kedamaian LPPM UPI bekerjasama dengan Local Initiative for OSH Network (LION) Indonesia dan United Students Against Sweatshops (USAS) menyelenggarakan Seminar dan Focus Group Discussion (FGD) tentang “Hak Asasi Manusia (HAM) dan Industri Global”, Sabtu, 3 Agustus 2019, di Ruang Rapat Lantai 1 LPPM Kampus UPI, Jln. Dr. Setiabudhi. No. 229 Bandung.

Kegiatan seminar dan FGD yang dibuka oleh Ketua LPPM UPI yakni Prof. Dr. Ahman, M.Pd, ini dihadiri oleh berbagai peserta mulai dari para mahasiswa UPI, Dosen-Dosen UPI, dan juga dari pihak Lion Indonesia dan para mahasiswa luar negeri yang tergabung dalam organisasi USAS. Dalam kegiatan tersebut terdapat empat materi yang disampaikan langsung oleh empat narasumber/panelis, diantaranya Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., M.Si., M.H., selaku Kepala Pusat Kajian dan Pengembangan Kebijakan Publik dan Pendidikan Kedamaian LPPM UPI.

Prof. Dr. Cecep Darmawan menyampaikan materi mengenai berbagai Problematika Ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam paparannya ia menyampaikan terdapat beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia diantaranya yaitu: Kualitas SDM tenaga kerja yang relatif belum sepenuhnya unggul; Daya saing SDM tenaga kerja yang relatif masih rendah; Tidak berimbangnya pasar kerja dengan peningkatan kuantitas tenaga kerja; Hubungan Industrial antara pemerintah, pekerja dan perusahaan yang belum sepenuhnya efektif; Masih rendahnya Law Enforcement, pengawasan, dan perlindungan ketenagakerjaan; Belum sepenuhnya Link and Mach; Persebaran tenaga kerja tidak merata; Permasalahan upah, outsourding, dan kesejahteraan; Kehadiran tenga kerja asing; dan Masa depan ketenagakerjaan dalam era revolusi industri 4.0.

Selain itu ia juga menyampaikan solusi terhadap permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yakni, Memperbaiki Regulasi dan Sistem Ketenagakerjaaan Khususnya tentang Hak-Hak Pekerja, Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengaturan Tenaga Kerja Asing; Peningkatan SDM Tenaga Kerja (Hardskill dan Softskill): Pemberdayaan Pusat Latihan Kerja, SMK, Politeknik, Kolaborasi Dunia Swasta dengan Sekolah atau Kampus; dan Penyediaan Lapangan Pekerjaan yang Kondusif dan Massif.

Narasumber kedua Phillip Hazelton selaku Campaign Coordinator Elimination of Asbestos related Diseases dari lembaga Union Aid Abroad – APHEDA. APHEDA merupakan organisasi atau lembaga yang bergerak pada gerakan keadilan global yang berasal dari Australia yang dibentuk pada tahun 1984. Organisasi ini berfokus pada pergerakan internasional untuk mengkampanyekan keadilan terhadap serikat pekerja khususnya pada korban yang terpapar penyakit dari bahaya Asbestos. Ia menyampaikan materi mengenai International Solidarity pada korban penyakit kanker akibat asbestos. Pada pemaparannya ia menyampaikan mengenai bahayanya asbestos sebagai bahan bangunan. Asbestos sendiri merupakan bahan bangunan yang berbahaya, sehingga para pekerja di industri asbestos terancam kesehatannya bahkan sangat rentan terhadap kanker yang ditimbulkan dari asbestos. Hal ini tentunya melanggar hak-hak asasi para pekerja yang bekerja dalam industri asbestos. Untuk itu, melalui APHEDA, ia mengkampanyekan bahaya asbestos kepada seluruh warga negara khususnya para pekerja yang bekerja di industri asbestos. Ia menyusun berbagai strategi kampanye akan bahayanya asbestos sampai kepada mengadvokasi para pekerja yang menjadi korban penyakin kanker dari bahan berbahaya asbestos.

Sementara itu, Firman Budiawan selaku pihak perwakilan dari Local Initiative for OSH Network (LION) Indonesia. Local Initiative for OSH Network (LION) – Indonesia adalah organisasi nirlaba yang berfokus pada peningkatan kesehatan dan kesadaran keselamatan kerja (K3) bagi seluruh Pekerja. Setelah terbentuk pada 12 Maret 2010 lalu oleh aktivis perburuhan dan serikat pekerja, LION Indonesia terus membuka jaringan dengan berbagai kalangan di dalam maupun di luar negeri. Firman Budiawan memaparkan materi mengenai Potret Kondisi Pekerja Garmen di Indonesia. Pada pemaparannya, ia menyampaikan fakta dan data kasus kecelakaan kerja di Indonesia yang rata-rata setiap tahunnya (2015-2017) terdapat 2.643 pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Dari data tersebut jika disederhanakan setidaknya terdapat tujuh orang pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja sekitar tahun 2015 sampai 2017. Selain itu mengenai potret kondisi pekerja garmen di Indonesia terdapat ketimpangan mengenai keuntungan bagi brands (pemilik modal/perusahaan) dengan keuntungan bagi para pekerja. Misalkan dari keuntungan produk garmen berupa pakaian ia menyampaikan 50% keuntungan didapat oleh para retailer, 25% keuntungan untuk brand name company, sementara para pekerja/buruh hanya mendapatkan 1% keuntungan dan sisanya digunakan untuk transport dan pajak. Selain itu ia juga menyoroti mengenai kondisi pekerja/buruh dari industri garmen di Indonesia yang seringkali mendapatkan PHK secara massal.

Sedangkan Ana Jimenez selaku pihak perwakilan dari United Students Against Sweatshops (USAS) menyampaikan bahwa dalam suatu brand internasional diproduksi dengan teknologi yang tinggi namun para buruh mendapatkan upah dan kesejahteraan yang rendah. Para industri brand ternama seringkali melakukan mitra dengan pabrik-pabrik di suatu negara dalam produksinya. Akan tetapi ketika ada hal-hal yang berkenaan dengan permasalahan pekerja/buruh misalnya terdapat buruh yang tidak mendapatkan upah, mereka seringkali melimpahkan tanggungjawab tersebut kepada pabrik-pabrik mitranya. Bahkan para industri brand ternama seringkali mengatakan bahwa hal tersebut tidak dilakukan oleh pihaknya dan bukan merupakan tanggungjawabnya. Untuk itu menurutnya dalam menanggapi permasalahan ini, gerakan buruh merupakan hal yang sangat penting, sehingga ia melalui USAS menggorganisasikan para pekerja untuk memprotes hal-hal tersebut melalui berbagai aksi yang mereka lakukan.

USAS merupakan organisasi kampanye pekerja mahasiswa terbesar di Amerika Serikat yang dipimpin oleh kaum muda dengan penduduk lokal yang berafiliasi di lebih dari 150 kampus. USAS sendiri menjalankan kampanye keadilan ekonomi yang dikoordinasi secara lokal dan internasional dalam kemitraan dengan organisasi pekerja dan masyarakat. Sejak 1997, USAS telah memenangkan kampanye signifikan untuk hak pengorganisasian pekerja, kontrak yang adil dan kebijakan upah layak di kampus-kampus dan di komunitas di seluruh Amerika Serikat. (DN)