Qurban Sebagai Wujud Cinta Pada Al Kholik Dan Cinta Pada Sesama

oleh:

Dr. H. Jaja Kustija, M.Sc

Qurban berasal dari Bahasa arab yang akar katanya qorroba – yuqorribu – qurbanan yang padanan Bahasa indonesianya adalah mendekatkan diri, salah satu cara mendekatkan diri makhluk pada pencipta (al kholik) adalah dengan beribadah terdapat beberapa ibadah mahdiah di dalam ajaran agama Islam, antara lain ibadah yang tidak ditentukan waktunya dan caranya atau dapat menjadwalkan sesuai dengan keinginan sendiri atau kelompok misalnya membaca Al-quran, mempelajari ilmu pengetahuan, ada ibadah yang ditentukan waktu tetapi tidak dikhususkan tempatnya seperti sholat, shaum Ramadhan, berqurban dan ada ibadah yang ditentukan waktu, cara juga tempatnya yaitu haji. Ibadah qurban yang dimaksudkan dalam hal ini adalah ibadah dengan cara menyembelih binatang tertentu (kambing, sapi, unta) pada waktu tertentu yakni idul adha (hari raya penyembelihan pada tanggal 10 dzulhijjah ) dan 3 hari tasyrik (11,12,13 dzulhijjah) untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Dalam fiqih qurban disebut “udhiyya” yang berarti hewan yang disembelih,  menyembelih hewan tertentu pada waktu tertentu (10,11,12,13 dzulhijjah) dengan cara yang ditentukan dengan niat ibadah dan ketaatan disebut qurban dan dapat disebut pula “zhahb” dan “nahr”

Allah mengingatkan betapa banyak nikmat dari Nya yang dikaruniakan pada kita, bahkan banyak nikmat yang tidak kita minta tetapi Allah mengaruniakan nikmat tersebut seperti nikmat hidup, nikmat bernafas dengan organ pernafasan dan udara yang melimpah, nikmat makan dengan makanan berupa tumbuhan dan hewan dan organ tubuh yang diperlukan untuk menikmati makanan dan memproses makanan, jika di tafakuri membuat taajub/kagum dan tambah rasa syukur, hal ini seperti firman Nya :

“ Sesungguhnya kami telah memberikan kepada mu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat Karena Tuhanmu dan berkorbanlah (menyembelih hewan)”   (QS. Al Kautsar (108) : 1 dan 2)

Qurban merupakan implementasi dari rasa syukur atas karunia Allah yang tak terhitung banyaknya dan cara kita untuk mendekatkan diri pada keridhoan Nya. Kenikmatan yang hakiki adalah jika kita berada pada ridho, kasih sayang Allah, dan kepatuhan penuh tanpa reserve pada Al kholik, apapun yang menimpa setelah kita berikhtiar untuk mendapat yang terbaik menurut akal, kita pasti menerima dengan penuh keikhlasan atau dengan kata lain hidup selalu menerima ketentuan Allah, seperti salah satu ikrar kita dalam sholat.

 “Katakanlah Sesungguhnya, sholatku, ibadahku (sembelihanku/nusuk), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam” (QS. Al-An’am : 162 )

Keimanan dengan keyakinan yang penuh akan harapan kedekatan dengan kholik memudahkan kita untuk mengorbankan yang terbaik untuk usaha tersebut, jika kita analogikan dalam kehidupan sehari hari misalnya kita berharap agar mempunyai kedekatan dengan penguasa supaya dapat fasilitas yang baik kita berani berkorban untuk meluluskan cita-cita tersebut, maka apalagi jika mengharapankan kedekatan dengan al kholik yang merupakan raja dari semua raja, pengatur dan pemilik semuanya, maka sepantasnya melakukan pengorbankan yang terbaik sesuai dengan permintaan Nya

Ajaran Islam dikenal dengan konsep tawajun (keseimbangan) setiap ibadah mempunyai aspek vertical menuju Al kholik (Hablum minalloh) dan aspek horizontal yakni hubungan baik dengan sesama mahluk (hablum minannas), termasuk di dalamnya ibadah qurban. Ibadah qurban selain usaha mendekatkan diri pada Al kholik dengan menaati perintah Nya juga sebagai ungkapan cinta kasih dan simpatik pada manusia, karena ibadah qurban tidak sama dengan upacara persembahan pada agama-agama lain, hewan qurban tidak disimpan di tempat pemujaan atau dihanyutkan ke sungai atau di lepas di laut, daging qurban dapat dinikmati oleh pelaku ibadah qurban, keluarganya, dan orang-orang disekitarnya yang membutuhkannya.

“…….. maka makanlah sebagian dari pada Nya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk orang-orang yang sengsara dan fakir” (QS. Al – Hajj (22:28))

Ibadah qurban menyiratkan bahwa kita harus membuang jauh-jauh sifat-sifat kebinatangan seperti sifat binatang yang tidak mempunyai aturan, menghalalkan segala cara untuk memuaskan hawa nafsunya walaupun harus mendholimi yang lain selain hal itu, makna lain yang dapat diambil dari nilai qurban yaitu dapat belajar ketika Nabi Ibrahim akan menyembelih Nabi Ismail, Allah SWT menggantinya dengan seekor binatang, tersirat makna agar manusia tidak lagi menginjak injak harkat dan derajat manusia dan kemanusiaan.

Dalam perspektif lain ibadah qurban menegaskan bahwa ajaran Islam ingin menyelamatkan manusia dari tradisi yang tidak menghargai manusia dan kemanusiaan, dan menghilangkan sifat buruk binatang yang terkadang muncul pada manusia diganti dengan sifat saling menyayangi dengan wujud saling berbagi.

Wallohu A’lam.

(ay)