Rabu, 6 Juli 2016, Umat Islam Indonesia Rayakan Idulfitri 1437 H/2016 M

2Jakarta, UPI

Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1437 H jatuh pada hari Rabu, 6 Juli 2016. Dengan demikian, umat Islam Indonesia merayakan Idulfitri 1437 H secara bersama-sama. Penetapan tersebut disampaikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam jumpa pers hasil hasil sidang itsbat di Kantor Kemenag Jalan M.H. Thamrin No. 6 Jakarta, Senin (4/7/2016).

“Kami bersepakat berdasarkan laporan dalam sidang itsbat, bahwa 1 Syawal 1437 H jatuh pada hari Rabu, 6 Juli 2016,” ujar Menag Lukman Hakim Saifuddin sebagaimana diberitakan www.kemenag.go.id. Hadir dalam konperensi pers sidang itsbat tersebut, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher, Ketua MUI K.H. Makruf Amin, Sekjen Kemenag Nur Syam, dan Dirjen Bimas Islam Machasin.

Penetapan dilakukan setelah mendengar laporan dari Tim Rukyat yang tersebar di 90 titik yang ada di Indonesia. Seluruh pelapor kecuali daerah Aceh dan Sumbar (yang belum melapor karena posisinya berada di paling Barat), menyatakan hilal belum tampak pada Senin petang ini atau di bawah ufuk. Dengan demikian bulan Ramadhan diistikmalkan atau digenapkan menjadi 30 hari “Disimpulkan hilal di bawah ufuk. Jadi Selasa, umat Islam masih berpuasa. 1 Syawal jatuh pada hari Rabu, 6 Juli 2016,” ucap Menag.

Dalam keterangannya, Ketua MUI Makruf Amin mengajak umat Islam untuk menjadikan momentum Idulfitri 1437 H yang dilaksanakan bersama menjadi momentum untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah di antara kita. “Boleh saja kita berbeda dalam hal yang bersifat furuiyyah dan khilafiyan, tapi dalam hal yang sangat strategis hendaknya kita bisa bersatu,” ujar KH Makruf Amin.1

“Oleh karena itu, marilah kita satukan kerangka berpikir kita, kita satukan juga pernyataan kita, kita satukan juga harakah atau gerakan kita, Insya Allah umat Islam ke depan sebagai unsur utama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan menjadi kekuatan yang dapat menyatukan seluruh bangsa Indonesia ke depan,” imbuhnya.

Pakar astronomi dari Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama Cecep Nurwendaya menegaskan bahwa tidak ada referensi empirik visibilitas (ketampakan) hilal awal Syawal 1437 H bisa teramati di seluruh wilayah Indonesia pada hari Senin (04/07) ini. Semua wilayah Indonesia memiliki ketinggian hilal negatif. Hilal terbenam terlebih dahulu dibanding Matahari.

Dikatakan Cecep, rukyat adalah observasi astronomis. Karena itu, lanjut Cecep, harus ada referensinya. Cecep mengatakan bahwa kalau ada referensinya diterima, sedang kalau tidak berarti tidak bisa dipakai.

Lantas bagaimana posisi hilal awal Syawal 1437H? Berdasarkan data di Pelabuhan Ratu, posisi hilal awal Syawal 1437 H/2016 M di Pelabuhan Ratu secara astronomis: tinggi hilal: minus 0,78 derajat; jarak busur bulan dari matahari: 4,53 derajat; umur minus 12 menit 22 detik. Pelabuhan Ratu termasuk paling tinggi. Ijtimak terjadi setelah matahari terbenam. Jadi sejatinya hilal belum ada karena ijtimaknya saja belum.

“Hilal tidak mungkin dapat terlihat sebelum terbenamnya matahari. Hilal juga tidak mungkin dapat terlihat setelah terbenam,” tambahnya.

Sementara itu, lanjut Cecep, dasar kriteria imkanurrukyat yang disepakati MABIMS adalah minimal 2 derajat atau umur bulan minimal 8 jam. Ini sudah menjadi kesepakatan MABIMS. Sehubungan itu, kata Cecep, karena ketinggian hilal di bawah 2 derajat bahkan minus, maka tidak ada referensi pelaporan hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia. “Dari referensi yang ada, maka tidak ada referensi apapun bahwa hilal Syawal 1437H pada Senin ini teramati di seluruh Indonesia,” tandas Cecep.

Selain itu, lanjut Cecep, juga tidak ada referensi empirik visibilitas hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia. Menurut Cecep, Limit Danjon menyebutkan bahwa hilal akan tampak jika jarak sudut bulan–matahari lebih besar dari 7 derajat. Konferensi penyatuan awal bulan Hijriyah International di Istambul tahun 1978 mengatakan bahwa awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar dari 8 derajat dan tinggi bulan dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat.

Sementara rekor pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern adalah hilal awal Ramadlan 1427H di mana umur hilal 13 jam 15 menit dan berhasil dipotret dengan teleskop dan kamera CCD di Jerman.Bahkan, dalam catatan astronomi modern, jarak hilal terdekat yang pernah terlihat adalah sekitar 8 derajat dengan umur hilal 13 jam 28 menit. Hilal ini berhasil diamati oleh Robert Victor di Amerika Serikat pada 5 Mei 1989 dengan menggunakan alat bantu binokulair atau keker. (MKD/MKD/WAS)