Reformulasi E-Tol ke Ov-Chipcaart dari Negeri Kincir Angin
|
Oleh: Muhamad Iqbal
Dewasa ini sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia mengenai implementasi E-Tol. Berlaku bagi semua kendaraan yang mau memasuki kawasan tol, hal tersebut menjadi sebuah alasan untuk mengurai benang kusut tingkat kemacetan dan mengefektifkan jenis transaksi pada saat memasuki dan keluar dari pintu tol itu sendiri. Namun, harus disadari bahwa mengurai kemacetan tidak cukup sekedar mengalihkan jenis transaksi dari manual kedalam elektronik. Melaikan perlu sinergitas dari semua pengguna publik dan prifat transportasi. Berikut ini terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari dari pemberlakuan Ov-Chipcaart yang digunakan untuk alat transaksi berkendaraan umum di negeri Belanda.
Ov-Chipcaart bisa diperoleh di berbagai stasiun kereta, bisa membuat kartu baru atau menambah kembali saldo yang terdapat dalam kartu lama dengan menggunakan mata uang euro yang berlaku di negara-negara Eropa. Chipcaart tersebut berlaku jika setiap masyarakat yang mau menggunakan kendaraan bis, kereta dalam kota dan kereta antar kota (intercity). Sehingga masyarakat Belanda, mahasiswa atau turis jika mau bepergian ke bebagai daerah wisata, sekolah atau tempat kerja. Mereka tidak usah mengantongi banyak yang, cukup dengan menempelkan kartu Chipcaart ketika menaiki kedaraan dan ketika akan turun. Namun, apabila menaiki kendaraan dan uang dalam kartunya habis, maka supir masih bisa melayani pembayaran secara manual, dengan harga yang sedikit lebih mahal dibanding menggunakan kartu. Kodisi tersebut dengan sendirinya akan menggiring masyarakat untuk menggunakan kartu ketimbang uang manual.
Penggunakan kartu transportasi masa di Belanda tidak berdiri sendiri. Akan tetapi, ditunjang dengan jadwal keberangkatan yang terintegrasi dengan GPS. Bukan berarti bis yang ada di negeri kincir angin ini tidak pernah terlambat. Terlambat, suka terjadi barang satu atau dua kali, keterlambatan tersebut akan segera diketahui disetiap stasiun atau halte tempat bis menurunkan dan menaikkan penumpang. Karena terdapat sebuah kotak informasi yang terintegrasi dengan GPS yang berada pada bis itu sendiri.
Hal pendukung berikutnya, datang dari supir bus itu sendiri. Supir bus, akan menyapa penumpang ketika naik dan turun kendaraan. Sesuatu yang sederhana, akan tetapi menambah nilai trasnportasi yang humanis. Supir bus akan menarik penumpang dan menurunkan sesuai dengan jadwal dan tempat peruntukkannya. Ketika kendaraan sudah melaju dari halte maka supir bus tidak kemudian dengan leluasa bisa menaikkan penumpang yang berada di depannya atau ditengah perjalan. Kemudian bis yang datang diawal waktu lebih cepat 2-5 menit. Maka supir bus akan menunkan penumpang terlebih dahulu dan tidak akan menaikkan penumpang sebelum waktunya.
Perilaku tersebut diperkuat dengan fasilitas kendaraan yang ramah bagi orang tua dan yang disabilitas. Ini dibuktikan dengan adanya tombol stop di bis dengan menggunakan huruf braile. Setiap penumpang yang mau berhenti tidak usah berteriak-teriak kepada sopir, cukup menekan tombol tersebut maka nada dan huruf stop akan muncul di kemudi supir. Tinggi pijakan bus tidak terlalu tinggi dengan jalan aspal, kurang lebih 20 cm. Sehingga orang tua yang berpergian dengan menggunakan kendaraan khusus yang bisa dikendari kemana saja, bisa langsung dinaikkan kedalam bis, karena terdapat bagian yang diperuntukkan bagi jenis kendaraan tersebut.
Tidak kalah pentingya bagi pengendara motor dan sepeda diberikan jalur khusus. Sehingga tidak mengambil jalan yang diperuntukkan bagi kedaraan roda empat dan bus kota. kondisi ini sangat bermanfaat untuk menghindari dan mengurangi tingkat kecelakaan. Tidak jarang anak kecil dan orang tua mengendarai sepeda masing-masing dengan tingkat kehawatiran yang minim, karena berada pada jalur tersendiri. Beitu juga dengan pengendara kendaraan roda empat tidak merasa takut menabrak sepeda dan motor karena mereka berada pada jalurnya masing-masing dalam satu jalan. Di sisi lain, terdapatnya etika yang sudah berlaku umum, yang mana setiap pengendara harus mengormati pejalan kaki yang akan menyebrang, semua kendaraan dari sepeda sampai bus akan berhenti ketika ada orang yang akan menyebrang.
Oleh karena itu, kebijakan tranportasi perlu dipertimbangkan aspek perilaku masyarakat, pengguna kendaraan itu sendiri, fasilitas yang ramah bagi semua orang tanpa kecuali, jenis tranportasi dengan menggunakan energi alternatif dan sistem yang terintegrasi. Hal ini akan menuai manfaat yang luar biasa, selain manfaat yang dapat mengurai tingkat kemacetan, meningkatkan disiplin, kepedulian akan tanggung jawab sosial, juga dapat mengurai penggunaan uang kertas sebagai bentuk kepedulian lingkungan. Hal tersebut bukan suatu sistem yang jauh untuk diimplementasikan, akan tetapi suatu sistem yang bisa dilakukan selama memiliki integritas dan kepedulian akan layanan publik. Wallohualam bissawab. *Penulis Dosen Prodi Pendidikan PIPS UPI, Sedang mengikuti short course social humaniora di Leiden dan Vrije University Belanda