Ridwan Kamil: Santri Atau Bukan Hanya Soal Label

Bandung, UPI

Forum Santri Kota Bandung menggelar diskusi terbuka tentang “Sumbangsih Santri Membangun Bandung Inovatif untuk Peradaban Khaira Ummah”di Gedung PCNU, Jln. Sancang-Bandung Minggu (1/10/2015). Acara tersebut dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional yang disahkan 22 Oktober 2015. Menurut Iman Setiawan, Wakil Ketua Persis Jabar) pengertian santri adalah seseorang yang mengikuti pendidikan agama islam di suatu tempat yang dinamakan pesantren.

Jumlah pesantren di Indonesia sebanyak 30.000 dengan 8 juta santri yang menetap. Dengan jumlah tersebut, santri seharusnya bisa memainkan posisi strategis dalam pembangunan bangsa, seperti yang terjadi pada awal NKRI terbentuk. Ia menerangkan bahwa peran santri dalam pembangunan NKRI sangat besar dan berpengaruh. Bahkan, banyak di antara para pahlawan nasional ternyata seorang kyai, yang berarti pernah menjadi santri. Contohnya Pangeran Diponegoro bersama santri-santrinya, demikian pula Tuanku Imam Bonjol yang berjuang bersama para santri untuk kemerdekaan NKRI.1-1

“Santri atau bukan santri hanya label saja,” ujar Ridwan Kamil, Walikota Bandung, yang ikut hadir dalam forum tersebut. Menurut RK, pada dasarnya manusia sedang belajar dan harus terus belajar. Pembeda di antara yang satu dengan yang lain adalah bagaimana ia dapat bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Bandung yang kini sedang mengembangkan infrastruktur di mana-mana akan menjadi ‘juara’ jika masyarakatnya bukan hanya cerdas, namun juga berbudi.

Itu pula yang dibahas K.H. Suryani Ihsan (Wakil Ketua PWNU Jabar). Semangat santri itulah yang harus kembali dibangun rakyat Indonesia, khususnya daerah Bandung, semangat kebaikan untuk bersama. Karena menurut Ridwan Kamil tingkat pendidikan formal tidak identik dengan tingkat ketaatan kepada peraturan. Nyatanya banyak orang yang berpendidikan namun tetap tidak sadar hukum.

“Itu disebabkan ketaatan akan hadir jika hati seseorang mau menerimanya dan bebas dari kesombongan. Itulah mengapa rakyat Bandung harus menjadi ‘santri’ yang senantiasa belajar ilmu hati. Namun santri bukan hanya mereka yang berdiam diri di Pondok Pesantren, tapi juga setiap orang yang berperilaku baik dan taat aturan.Khoirunnas anfa’ahum linnas. Manusia terbaik adalah yang bermanfaat untuk sesamanya,” ujar Ridwan Kamil. (Shelin Nurhidayah, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS UPI)