SEENTESA AKARASA 2025 : KETIKA SENI, MUSIK DAN SOLIDARITAS MAHASISWA BERTEMU

Bandung, UPI

Apa jadinya jika seni, musik, dan solidaritas bertemu dalam satu panggung? Jawabannya terjawab dalam pertunjukan luar biasa yang sukses menyita perhatian siapapun yang hadir. Pelataran FPSD UPI dihangatkan oleh puluhan apresiator yang menonton pertunjukan musik pada rangkaian acara Seentesa : Akarasa 2025, Rabu, 16 April 2025. Acara tahunan yang diselenggarakan oleh unit kegiatan mahasiswa (UKM) Isola Digital Media, Fakultas Pendidikan Seni dan Desain (FPSD), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkenalkan karya serta potensi mahasiswa dalam media digital melalui pameran, seminar, workshop, dan pertunjukan.

Seentesa : Akarasa 2025 menghadirkan beragam penampilan dari band – band hasil kreativitas mahasiswa Fakultas Pendidikan Seni dan Desain (FPSD). Meskipun pertunjukan musik, peserta yang terlibat tidak hanya berasal dari program studi Musik. Tak dapat dipungkiri, seluruh peserta telah berlatih seoptimal mungkin demi menghadirkan pertunjukan yang luar biasa.

Acara berlangsung dari sore menuju malam, dengan layout tempat duduk apresiator yang setengah melingkar membuat suasana menjadi hangat dan terasa dekat. Acara dipandu oleh sepasang MC yang asik membawa kita ke penampilan yang pertama yaitu Dkver dari prodi DKV UPI, Selain menyanyi Dkver juga membawakan dance cover dengan diiringi lagu yang berasal dari korea atau yang biasa disebut dengan korean pop (Kpop). Setiap gerakan yang lihai dan koreografi yang cantik membuat kesan pembuka yang tak terlupakan. Sore berganti malam itulah langit yang menemani penampilan dari band Second side, Dengan karakter suara vokalis yang unik membuat apresiator tak tahan untuk ikut bernyanyi. Band ini membawakan 3 lagu yaitu Langit tak seharusnya biru karya The Jansen, Don’t look back in anger karya Oasis, dan Satu bulan karya Bernadya yang dibawakan dengan genre rock. “Semakin malam semakin panas” itulah kalimat yang disebutkan oleh MC menandakan  penampilan band dari Astaroth akan membuat semangat apresiator semakin panas dan bergejolak, Dengan karakter kuat yang menyulut adrenalin lewat tiap petikan gitarnya.Diatas panggung mereka tidak memikat lewat permainan musik saja lighting juga menjadi elemen yang buat lagu-lagu yang dibawakan seakan hidup. Band hasil kreativitas mahasiswa Pendidikan Seni Musik UPI yang terinspirasi dari sisi kelam dan simbolik kehidupan membawakan lagu pertamanya yaitu Come together karya The beatles menjadikan Astaroth bukan sekadar band, tapi sebuah pengalaman yang panas dan membangkitkan sisi liar dalam diri setiap apresiator.

Seentesa : Akarasa punya spesial performance dari Orkes Keroncong Toean Gembira, grup  musik keroncong yang dibentuk oleh mahasiswa angkatan 2021. Di tengah kesibukan menyusun skripsi, menghadapi revisi, dan berjibaku dengan deadline, mereka tetap menyempatkan diri untuk berkarya dan bersenang-senang lewat musik. Dengan membawakan lagu Cobalah mengerti karya Noah, Lantas karya Juicy Luicy, dan Jikalau karya Naif membuat merekabergembira tanpa lupa tujuan. DIbalik alunan cak, cuk, dan cello yang khas, tersimpan kisah mahasiswa tingkat akhir yang berusaha tetap waras dan bahagia sambil berjalan menuju garis akhir perkuliahan. Yang tak kalah keren band Hemeroses menghadirkan pertunjukan yang nyaris seperti pertunjukan seni visual karena gitarisnya yang cantik dengan pakaian yang nyentrik. Musik yang mereka bawakan seakan menyampaikan sesuatu yang tak langsung, mengajak apresiator untuk meraba makna lewat nuansa dan gestur yang menjiwai. Cain sebagai band beraliran stoner rock dari Bandung, dengan hentakan drummer yang kuat membuat panggung Cain menjadi tempat dimana keheningan dan kebisingan bersatu.

Acara tahunan ini bukan sekadar panggung hiburan, tetapi ruang kreativitas dan apresiasi pertunjukan mahasiswa yang diselenggarakan oleh UKM Isola Digital Media, FPSD UPI. Di balik alunan nada dan sorotan lampu panggung, tersimpan semangat kolaborasi dan proses panjang yang melibatkan ide, latihan, dan pengorbanan waktu. Acara ini menjadi bukti bahwa seni bukan hanya milik mereka yang berlabel “seniman”, tetapi milik siapa saja yang ingin bersuara, berekspresi, dan merayakan perjalanan kreatifnya sendiri.

Dengan hadirnya pertunjukan ini, UKM Isola Digital Media tidak hanya memberi panggung bagi bakat mahasiswa, tetapi juga merawat budaya apresiasi dan mengembangkan seni yang terus tumbuh dalam kampus. Ini adalah bentuk konkret dari bagaimana pendidikan tinggi bisa menjadi tempat subur bagi ekspresi, dialog, dan penciptaan makna melalui seni. Melalui acara ini, kita melihat bahwa api kreativitas itu belum padam ia terus menyala di ruang-ruang kampus, dimainkan dan dinyalakan kembali oleh mahasiswa yang tak hanya mendengar musik, tapi hidup di dalamnya. (Ajeng Rifa Aulia Rahmah, Mahasiswa Prodi Pendidikan Seni Musik FPSD Angkatan 2023)