Spirit Lancang Kuning

Ada hal yang menarik pada acara pelantikan Pengurus IKA UPI komisariat Riau-Kepri periode 2021-2026 di Pekanbaru pekan lalu. Pelantikan secara langsung dilakukan Ketua Umum IKA UPI Dr.(HC) Enggartiasto Lukita yang hadir secara virtual. Sang Ketua yang baru dilantik, Helmi Darmawi, M.Pd. mengatakan semua alumni UPI Riau-Kepri harus berkolaborasi dan bersinergi untuk menjadikan masyarakat Riau-Kepri hebat. Pelantikan Pengurus IKA ini awal untuk lebih mengokohkan pengabdian di bidang pendidikan untuk kemaslahatan masyarakat Riau-Kepri. Helmi yang juga Kepala Dinas PMPTSP provinsi Riau, mengatakan bahwa semua warga IKA UPI adalah garda terdepan dalam dunia pendidikan di Riau. Tantangan kita saat ini, bagaimana satuan pendidikan menjadi termasuk UPI bersama pemangku kepentingan lainnya di Riau berperan menjadi bengkel peradaban. Yaitu mengantarkan generasi muda Riau-Kepri memiliki kompetensi yang tinggi dan menjadi andalan bangsa.

Spirit Lancang Kuning
Provinsi Riau dan juga Provinsi Kepulauan Riau dikenal sebagai daerah Lancang Kuning. Begitu mendengar kata lancang kuning, orang langsung tertuju pada wilayah Riau, baik daratan dan kepulauan.
Tenas Effendi (2014) menyebut bahwa lancang berarti kapal besar yang biasa digunakan raja raja untuk mengarungi samudra luas. Kapal ini juga tanda komando armada perang di lautan yang dikendalikan seorang laksamana laut atau raja pemberani. Sementara warna kuning identik dengan warna kebesaran dalam tradisi Melayu. Lancang identik kapal laut yang sangat akrab dalam tradisi melayu sebagai masyarakat maritim. Lancang adalah ikon sejarah. Lancang merupakan lambang pemersatu antar pulau dalam bentangan geografis kepulauan dari laut China Selatan sampai Selat Malaka. Lancang Kuning merupakan spirit kepahlawan, leadership kerajaan maritim untuk mempersatukan wilayahnya. Lancang kuning adalah representasi kerajaan Melayu di Riau masa lalu sebagai kerajaan maritim yang kuat (strong ocean kingdom). Itulah spirit lancang kuning, sebagai ciri masyarakat Riau bahari sampai saat ini.Di sisi lain, lancang kuning juga menyiratkan kepekaan seorang pemimpin dalam mengelola daerahnya. Kearifan pemimpin yang mengetahui adat istiadat setempat dan aspirasi warga dalam bermasyarakat.

Sailing in the Dark
Dalam pantun lancang kuning tersirat makna mendalam. Simak baitnya : Berlayar malam, kalau nakhoda kuranglah faham, alamat kapal akan tenggelam. Maknanya, pelayaran di siang hari berbeda tanta gannya dengan pelayaran di malam hari (sailing in the dark). Bagi para nakhoda kapal, pelayaran di siang hari bisa dengan mudah melihat arah melalui rujukan matahari. Perjalanan di malam hari, dengan tanpa peralatan navigasi modern seperti saat ini, menuntut kecerdasan nakhoda dalam membaca alam, termasuk memahami astronomi dan perjalanan bintang di langit. Hal ini merefleksikan diperlukan seorang pemimpin yang cerdik namun arif dalam memimpin daerahnya. Pemimpin yang cerdas, bijaksana, dengan strategi kepemimpinanan yang kuat yang bisa membawa masyarakat sejahtera lahir bathin.

Bait lancang kuning juga berlanjut, yaitu : Lancang kuning menentang badai, tali kemudi berpilit tiga.
Maknanya ketika kapal berlayar, tak selalu berjalan mulus. Sering ditimpa halangan dan badai menghadang. Oleh sebab itu kepemimpinan sang Nakhoda dipertaruhkan. Bukan hanya dituntut kemampuan individu yang piawai, tetapi juga kemampuan pemimpin untuk meramu berbagai masukan atau pendapat. Lancang kuning bukan identik dengan pemimpin yang otoriter. Makna berpilit tiga yaitu kepemimpinan yang bercirikan unsur umaro (pemimpin), tetua adat (tokoh masyarakat yang dituakan), dan ulama (pemuka agama).
Pilit tiga inilah yang mewarnai kepemimpinan lokal di Riau dan Kepulauan Riau sampai saat ini. Dan pantun lancang kuning pun diakhiri dengan bait : Selamat kapal menuju pantai, pelaut pulang dengan gembira.

Bumi bertuah, Negeri beradat
Syahdan, Tokoh legendaris pahlawan Melayu, Hang Tuah pernah bertuah kepada masyarakat Melayu kala itu. Tak kan Melayu hilang di Bumi, Bumi bertuah negeri beradat. Petuah petatah petitih di atas, menjadi penciri bahwa budaya melayu Riau memberikan pengaruh positip dalam pergaulan antar etnis di Nusantara. Tradisi melayu yang santun dan beradab menjadi ciri masyarakat Riau dan Kepri dalam kehidupan seharì hari untuk selalu merekat peradaban. Masyarakat Riau konsisten membingkai NKRI.

Negeri beradat dimaknakan bahwa prinsip adat melayu yang tidak berubah ubah. Prinsip adat yang istiqamah tersimpul pada adat yang bersendikan syarak. Ketentuan adat yang sejalan dengan ketentuan syarak.
Dalam MataRakyat News (2019) disebutkan bahwa :Adat pewaris kepada Nabi
Adat berkhalifah kepada Adam
Adat berinduk ke ulama
Adat bersurat dalam kertas
Adat tersirat dalam Sunnah
Adat dikungkung Kitabullah.

Walaupun penduduk Riau lebih dari 85% pemeluk agama islam dengan etnis yang beragam, namun suasana kerukunan beragama sangat terbina dengan baik. Hampir tak ada konflik antar etnis atau antar agama. Riau sebagai provinsi yang masyarakatnya heterogen dalam ikatan kerukunan perekat NKRI. Riau tetap tampil anggun sebagai Bumi bertuah Negeri beradat.

Tunjuk Ajar
Budaya Melayu Riau identik dengan tradisi melayu dengan tradisi lisan tulisan yang bernilai tinggi. Sarat makna. Penuh petuah dan petunjuk. Salah satunya Tunjuk Ajar Melayu (TAM). TAM diusulkan sebagai warisan budaya tak benda kepada UNESCO. Tunjuk Ajar Melayu berisi pernyataan yang bersifat khas Melayu dan mengandung nilai nasihat, petuah, amanah, petunjuk dan ajaran yang baik. Tenas Effendi (2014) merumuskan TAM sebagai tunjuk ajar dari yang tua, petunjuknya mengandung tuah, pengajarannya bersifat marwah, petuah berisi berkah, amanah berisi hikmah, nasehatnya berisi manfaat, pesannya berisi iman, kajinya mengandung budi, contohnya pada yang senonoh, teladannya di jalan Tuhan.

Upaya penyebaran tunjuk ajar Melayu ini dilakukan secara tradisional meliputi dua cara yaitu lisan verbal dan suri tuladan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, tunjuk ajar melayu sebagai kurikulum muatan lokal di sekolah.
TAM ini secara formal telah ditandatangani Gubernur Provinsi Riau sebagai kurikulum muatan lokal SMA, SMK dan Sekolah khusus di Provinsi Riau. Sedangkan untuk satuan pendidikan SD dan SMP, para Bupati dan Walikota di lingkungan Provinsi Riau telah menyepakati TAM sebagai kurikulum muatan lokal yang diberikan pada jenjang SD dan SMP. Itulah Riau selain dikenal sebagai negeri bertuah, juga kaya akan tradisi budaya dan kearifan lokal (genuine culture) yang masih mengakar di masyarakat.

Durian Tembaga
Bagi para pencinta durian lokal, datanglah ke Pekanbaru bulan ini. Saat ini durian lokal Riau sedang limpah ruah.
Seorang sahabat, bu Rohani, M.Pd. mengajak kami untuk mencicipi durian lokal khas Riau, yang dijajakan di banyak tempat di Pekanbaru. Salah satu jenis durian lokal Riau dikenal dengan durian tembaga. Ciri durian tembaga ini, setiap ruas berisi satu atau dua biji yang tebal dan kenyal. Warnanya kekuningan seperti tembaga yang baru dibersihkan. Aroma dan cita rasanya amboii selangit. Tiada tanding. Sangat legit dan memanjakan lidah.

Berkunjunglah ke kota kota sekitar Riau. Di sepanjang jalan tersedia penjual durian lokal yang bercita rasa tinggi.
Bagi masyarakat Riau yang gemar berpantun, durian pun ada pantunnya.
Ada kucing di tepi busut
Ada kelinci di seberang jalan.
Hati mengingat, mulut menyebut
Buah impian ya buah DURIAN.

(Penulis : Dinn Wahyudin)