UPI Bangun Kompetensi Manajerial Usaha Kecil Menengah

1-1Bandung, UPI

Sebanyak 20 pemilik usaha kecil menengah (UKM) mendapat Pelatihan Pengembangan Kompetensi Manajerial yang diselenggarkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Pendidikan Indonesia (LPPM UPI), di Ruang Teleconference Gedung University Center Lantai 1 Kampus UPI jalan Dr. Setiabudhi nomor 229 Bandung, Sabtu (19/9/2015).

Ketua Tim Pelaksana Dr. H. Suwatno, M.Si., mengungkapkan,”LPPM UPI menyelenggarakan Pelatihan Pengembangan Kompetensi Manajerial bagi para pelaku UKM, dan ini merupakan Program Pengabdian pada Masyarakat Tahun 2015 dengan judul “Pengembangan Kompetensi Manajerial bagi Pemilik Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Bandung” kegiatan ini dilaksanakan oleh tim dari Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran yang terdiri dari Dr. H. Suwatno, M.Si., Prof. Hj. Tjutju Yuniarsih, SE, M.Pd., dan Adman, S.Pd, M.Pd.”1-2

Dikatakannya, pelatihan ini adalah salah satu bentuk kolaborasi antara akademisi, birokrasi, dan praktisi serta komunitas dalam rangka membina para pengusaha kecil dan menengah agar mereka memiliki kompetensi dalam manajerial. Akademisi punya ilmu, kita berikan ilmunya, kita sharing dengan mereka, bagaimana cara mengelola usaha berbasis ilmu pengetahuan, jangan hanya berusaha yang sifatnya konvensional, tapi harus profesional dan memiliki kompetensi manajerial seperti memiliki pengetahuan berwirausaha, memiliki sikap, dan memiliki keterampilan mengelola bisnis atau usaha, sementara itu birokrat memberikan regulasinya juga fasilitas perijinan. Semua dilakukan untuk mengembangkan usaha mereka.

Dalam kesempatan yang sama hadir Kepala Bidang Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (KUKM dan Perindag) Kota Bandung Kurnadi, SH., M.Si., yang mewakili unsur birokrat. Dia mengatakan,”Harus ada ikhtiar untuk mengembangkan manajerial karena sifatnya mutlak. Pemerintah Kota Bandung menyambut baik kegiatan ini, karena melihat adanya potensi besar untuk memajukan perekonomian Kota Bandung. Berdasarkan data BPS terdapat 333.514 usaha makro, 317.000 usaha mikro, 13000 usaha kecil, 2.050 usaha menengah, dan 190 usaha besar.1-3

Dijelaskannya, kontribusi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 58,63%, begitu juga terhadap penyerapan tanga kerja, sangat berpotensi mampu mengurangi jumlah pengangguran. Saat ini Pemkot Bandung sudah membina 5.140 jenis usaha, diantaranya produk fashion, makanan, handycraft, dan lain sebagainya.

Tantangannya saat ini adalah para pelaku ukm memiliki keterbatasan terhadap akses legalitas usaha maupun produknya, terbatasnya biaya, minimnya sarana prasarana dan pengetahuan di bidang IT, yang berdampak pada lemahnya pemasaran.

Pelatihan pengembangan kompetensi manajerial ini sangat membantu pelaku ukm dalam hal manajerial untuk menghadapi masyarakat ekononomi asia atau MEA, dan program ini sejalan dengan program pemerintah kota, antara lain program kegiatan peningkatan daya saing UMKM, peningkatan keungulan kompetitif, dan pengembangan kewirausahaan.1-5

Dinas KUKM dan Perindag juga memiliki kegiatan lainnya seperti melakukan mediasi dengan semua stake holders, membantu pembiayaan, pemasaran, memfasilitasi pembuatan hak paten dan pameran, serta pembuatan sertifikat hak ataupun sertifikat halal. Bagi pelaku UKM yang ingin mendapat pembinaan bisa mengisi formulir di kantor Dinas KUKM dan Perindag atau via on line di laman kukmperindag.bandung.go.id/, dan ini gratis, pelatihan akan dimulai pada bulan Oktober.

Lebih lanjut dikatakan,”Kegiatan ini serupa dengan pola pembangunan Kota Bandung yaitu Spirit Bandung Juara, kolaborasi aksi antara birokrasi dengan akademisi, kemudian masalah pembiayaan melibatkan institusi pemerintah (bumn, bumd) melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dengan cara mengajukan permohonan dalam bentuk proposal kegiatan.

Sebagai tindak lanjut kolaborasi praktek dan teori, Pemkot mengharapkan para akademisi dengan fungsi dan perannya sebagai inkubator bisnis dapat menjadikan ukm sebagai fokus penelitian dan menciptakan model atau formula untuk menyokong program penciptaan wirausaha baru 0 – 5 tahun. Monev dilakukan dalam bentuk kajian berdasarkan nilai transaksi dan order. Pemerintah ingin membuka sarana berkreatifitas melalui ukm, juga memberikan kesempatan untuk berinovasi dalam mengembangkan ukm/wirausaha, membuat citra pengusaha bahwa pengusaha pun dapat memiliki pengahasilan tetap, bisa memiliki zona aman/nyaman.

Pengusaha perlu sentuhan pemerintah dalam hal legalitas, perijinan, pembiayaan, fasilitas, intermediasi, dan edukasi. Perijinan itu bukan mengawasi tapi melindungi dan mengawasi produsen dan konsumen. Pemkot juga dapat menjadi jaminan penyertaan modal. Pendekatan untuk pemberdayaan ukm dapat melalui koperasi, kluster, sentra, kelompok, agar memiliki bargaining position, dan terbentuk komunitas agar mendapat jaminan ketersediaan barang/bahan baku. Pemerintah mendorong pelaku ukm masuk dalam komunitas. Berkomunitas dapat membentuk budaya, etika profesi, menghargai pelaku usaha, proporsional, dan ketika ada pembiayaan damat dimanfaatkan secara proporsional.

Kendala yang dihadapi di lapangan saat ini adalah adanya pemikiran dari para pleaku ukm yang lebih mengutamakan keuntungan, sesungguhnya keuntungan bukan dari aspek finasial saja, namun ilmu adalah sebuah keuntungan juga, maka perlu diadakan pelatihan bimbingan teknis dalam bidang manajerial. Kedua, Pemkot belum punya sarana promosi representative untuk mewujudkan ide/gagasan.

Harapan selanjutnya pelaksanaan ini tidak hanya sebagai tindak lanjut proposal penelitian, namun dapat bersinergi dengan Dinas KUKM dan perindag melalui program lanjutan. LPPM UPIdapat melakukan advokasi/pendampingan pelaku usaha, diharapkan mampu menciptakan model kewirausahaan tentang penciptaan model mahasiswa, mendorong pola kemitraan, dan akan memberikan apresisasi/reward terhadap pengusaha besar/LPPM mana yang berkonstribusi. Reward dalam bentuk fasilitas, pencitraan, promosi untuk menaikan nilai jual.

Salah seorang pakar manajemen UPI Prof. Hj. Tjutju Yuniarsih, SE, M.Pd., mengatakan,”Esensi pengusaha adalah memiliki kemampuan manajerial usaha yang profesional yang memiliki pengetahuan mengenai produk, namun yang terjadi di lapangan sering kali ditemukan para pengusaha yang tidak dapat memenej usahanya dengan baik atau tidak dikelola sesuai dengan porsinya sehingga bersifat parsial. Pelatihan ini mengajak para pelaku ukm untuk membatu usahanya dalam bidang manajerial.

Berdasarkan penelitian, manajerial menjadi fokus pelatihan pengembangan kompetensi karena pengetahuan manajemennya masih lemah pada empat indikator, yaitu satu bagaimana memasarkan gagasan, kedua kelemahan dalam mengelola stake holder, ketiga kemampuan menghadapi resiko (hasilnya rendah), dan keempat pengelolaan sumber daya. Maka melalui kegiatan ini, kelemahan tersebut dapat dieliminir.

“Kegiatan ini diharapkan dapat membantu program pemerintah dalam menghadapi MEA. Adanya kolaborasi antara tiga komponen adalah untuk membangun dan mengembangkan perekonomian daerah lewat kemampuan manajerial pengusaha, arahnya pada manajemen, jangan sampai ilmu sebatas angan-angan tapi berwujud data empirik,” ujarnya. (Dodiangga)