UPI Gelar Seminar & Lokakarya Nasional Linguistik Forensik

Bandung, UPI

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) telah menggelar “Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Nasional Linguistik Forensik 2019” di Auditorium B Lantai 4 Gedung Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) Kampus UPI Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Semiloka yang dilaksanakan dari hari Minggu (07/07/2019) sampai dengan Senin (08/07/2019) itu mengambil tema “Menyibak Strategi Linguis Forensik dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia”. Acara tersebut dapat berlangsung dengan sukses atas kolaborasi dan dukungan penuh dari berbagai pihak: Wakil Rektor Bidang Riset, Kemitraan, & Usaha (Warek Bidang RKU UPI), Fakultas Pendidikan Bahasa & Sastra (FPBS), Departemen Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia (Depdiksatrasia), Departemen Pendidikan Bahasa Inggris, Departemen Pendidikan Bahasa Daerah, serta Asosiasi Linguistik Terapan Indonesia (ALTI).

Semiloka tersebut menampilkan parade pembicara dari UPI yang merupakan dosen Linguistik sekaligus linguis forensik dengan menggandeng pembicara kunci Associate Professor Georgina Heydon dari RMIT University Australia yang merupakan President of the International Association of Forensic Linguists (IAFL). Semiloka bertujuan untuk menampilkan kekuatan kepakaran yang dimiliki oleh UPI dalam menangani persoalan kebahasaan yang berdampak hukum. Selain itu, Semiloka juga digagas untuk menyambut pendirian Pusat Telaah Linguistik Forensik (TELISIK) UPI.

“Sesuai dengan visi UPI ‘Pelopor dan Unggul’, kami hadir di garda depan dengan berbagai strategi untuk menangani berbagai persoalan kebahasaan dalam ranah hukum. Strategi yang disampaikan bersumber dari kajian panjang para pembicara selama berkiprah di bidang Linguistik Forensik. Strategi ini akan bermuara pada implementasi di dalam pengajaran atau kebijakan,” ungkap R. Dian Dia-an Muniroh, Ph.D. yang bertindak sebagai ketua pelaksana semiloka.

Pada hari pertama semiloka tampil tiga pembicara dari Depdiksatrasia yang mengulas masalah Linguistik Forensik dari beragam perspektif. Paparan yang pertama disampaikan oleh Dr. Andika Dutha Bachari. Doktor pertama bidang linguistik forensik dari Sekolah Pascasarjana (SPs) UPI itu mengupas masalah dengan judul “Tren Penanganan Delik Pidana Berbarang Bukti Data Bahasa dalam Sistem Peradilan di Indonesia”.

Selanjutnya, ada Mahmud Fasya, M.A. yang menyampaikan penjelasan tentang aspek ejaan dan tata bahasa dalam analisis linguistik forensik. Kandidat doktor dari UGM yang menekuni bidang kajian bahasa, budaya, dan masyarakat ini juga melengkapi ulasannya tentang aspek sosial-budaya yang tidak boleh dilupakan dalam analisis linguistik forensik.

Akhirnya, dalam paparan penutup Dr. Dadang Anshari memperkaya kajian dengan ulasan yang berjudul “Bahasa Hukum: Telaah Wacana Kritis”. Doktor yang setia bergelut dengan paradigma kritis ini juga menyertakan telaah kritisnya atas redaksi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi & Transaksi Elektronik (UU ITE) yang masih memiliki masalah serius secara kebahasaan.

Pada hari kedua terdapat dua sesi Semiloka. Sesi pertama menghadirkan dua pembicara dari Departemen Pendidikan Bahasa Inggris dan satu pembicara dari Depdiksatrasia. R. Dian Dia-an Muniroh, Ph.D. yang tampil pertama menyampaikan paparan yang berjudul “Pendekatan Interdisipliner dalam Linguistik Forensik: Studi Kasus Adaptasi Wawancara Kognitif di Kepolisian Republik Indonesia”. Wanita yang baru saja menuntaskan studi doktoralnya di RMIT University ini menyampaikan penggalan materi dari penelitian panjangnya selama menuntaskan disertasi di Australia.

Sebagai pembicara kedua, Eri Kurniawan, Ph.D. mengupas materi dengan judul “Menakar Kompetensi Kognitif dan Bahasa Para Penegak Hukum: Analisis Wacana Forensik terhadap Pertanyaan Investigasi Polisi dan Perumusan Dokumen Tuntutan Jaksa Penuntut Umum”. Doktor lulusan The University of Iowa, USA, ini menguraikan bagian dari laporan penelitiannya dalam Kelompok Berbasis Kepakaran Linguistik Forensik yang digawangi oleh Prof. E. Aminudin Aziz, Ph.D.

Dalam paparan terakhir, Dr. Aceng Ruhendi Saifullah menelusuri dan mengeja kasus penggunaan bahasa yang berdampak hukum dari km 0 s.d. km 100. Linguis yang juga mantan jurnalis ini memang sudah lama berkiprah dalam bidang linguistik forensik sehingga perkara hukum yang ditanganinya sudah lebih dari seratus kasus. Dalam paparannya itu, dosen Depdiksatrasia yang menyelesaikan magister dan doktor linguistik di Universitas Indonesia ini menekankan pentingnya prinsip advokasi bagi seorang linguis forensik agar dapat menunjukkan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Sementara itu, sesi kedua semiloka merupakan acara puncak yang langsung dipandu oleh Georgina Heydon. (DN)