UPI Selenggarakan Webinar Kajian Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021

Sumber : dokumentasi Panitia

Bandung, UPI

Universitas Pendidikan Indonesia menyelenggarakan webinar dengan judul “Refleksi Kritis Permendikbud No 30 Tahun 2021” dalam rangka memberikan saran kritis dan konstruktif yang dilaksanakan pada Jumat (12/11/21). Acara webinar ini melibatkan beberapa tokoh Akademisi UPI seperti Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan  UPI, Prof. Dr.Didi Sukyadi M.A., Pakar Kebijakan Publik, Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.H., M.H., M.Si, Direktorat Kemahasiswaan UPI, Prof, Dr. Suwatno,  M.Si dan Pemerhati Gender UPI, Prof, Dr. Elly Malihah, M.Si yang juga merupakan Guru Besar FPIPS.

Diskusi pada webinar ini diawali oleh statement dari Didi Sukyadi yang berpendapat bahwa selama ini UPI telah  berkomitmen untuk mencegah adanya tindakan kekerasan seksual. Dengan hadirnya Permendikbud No. 30 Tahun 2021 akan sangat membantu mengisi kekosongan hukum tentang pencegahan kekerasan seksual di UPI.

“Selama ini UPI sangat berkomitmen untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual, jadi saya menyimpulkan peraturan permenristek yang sedang kita bicarakan itu akan sangat membantu untuk kondisi yang ada di UPI. Saya merasa ini mendesak untuk ada”. Ujar Didi dalam webinar ini.

Berikutnya pendapat disampaikan oleh Cecep Darmawan yang menyatakan bahwa apa yang baik dari Permen ini harus didukung, dan yang kurang harus diperbaiki. Ia memberikan catatan evaluasi terkait aspek prosedur pembentukan Permen dan aspek muatan atau substansi peraturan.

“Untuk membedahnya saya melihat dua hal, ada aspek prosedur pembentukan Permen ada aspek substansi atau muatan Permen. Jadi pembentukan Permen ini dirasa kurang mengedepankan asas keterbukaan, kalau dari awal dibuka dan dibahas mungkin tidak akan seramai ini di publik. Kemudian memuat pasal-pasal yang dianggap sesuai dengan nilai pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa Indonesia”. Tuturnya

Menurutnya pembentukan Permendikbudristek ini tidak sesuai dengan asas Keterbukaan sebagaimana Pasal 5 huruf G Undang-Undang 12 Tahun 2011 dan memuat frase yang kontroversial.

Suwatno juga menyampaikan pendapat terkait Permendikbudristek ini yang terlalu teknis dan sebagian pasal menurutnya tidak perlu dipasalkan.

“Sebagian bessar isinya tidak ada persoalan sebagian kecil masih ada persoalan, banyak pasal-pasal yang sesungguhnya terlalu teknis apalagi dari pasal 15 hingga 58 hampir ¾ isinya terlalu teknis bahkan menurut hemat saya tidak perlu dipasalkan”. Pungkasnya .

Terakhir, pendapat disampaikan oleh Prof, Dr. Eli Malihah yang menananggapi terkait frase kontroversial pada Pemendikbudristek yang ditafsirkan melegalkan perzinahan. Ia berpendapat bahwa adanya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tidak menggugurkan pasal Perzinahan yang ada di KUHP. “Pengkajian tidak hanya dipahami secara tekstual, namun harus secara kontekstual. Permendikbudristek ini tidak melanggengkan perzinahan, kenapa? Karena sebenarnya aturan yang mengatur soal perzinahan itu sudah ada baik dalam KUHP, maupun di dalam ajaran agama kita. Hadirnya Permendikbudristek ini juga tidak menggugurkan adanya pasal KUHP tersebut.”Pungkasnya. (Farrel, Jurnalistik 2019)