VIRTUAL SUMMER PROGRAM, SOLUSI LIBURAN MUSIM PANAS DI KALA PANDEMI

BANDUNG – Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) kembali menggelar kegiatan untuk mahasiswa internasional, yakni Summer Program UPI 2020. Meskipun proses penyelenggaraan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi spiritnya tetap sama, yaitu. UPI, melalui Direktorat Urusan Internasional, memutuskan untuk tetap menyelenggarakan kegiatan rutin tahunan ini, namun secara virtual karena pandemi COVID-19 belum berakhir.

Kegiatan Virtual Summer Program UPI 2020, yang dimulai sejak tanggal 18 hingga 31 Agustus 2020, secara resmi dibuka oleh Prof. Dr. H. Adang Suherman, M.A. sebagai Wakil Rektor UPI Bidang Riset, Internasional, Kerja sama, dan Usaha serta Direktur Urusan Internasional UPI, Ahmad Bukhori Muslim, Ph.D. Melalui media dengan platform Zoom, sebanyak 42 orang mahasiswa yang terdiri atas 12 orang mahasiswa Indonesia dan 30 orang mahasiswa Internasional dari berbagi negara yang berasal dari empat benua mengikuti Virtual Summer Program UPI 2020. Mereka berasal dari Australia, Azerbaijan, Belanda, Filipina, Jepang, Malaysia, Nepal, Rusia, Tajikistan, Tanzania, Ukraina, dan Uzbekistan.

Virtual Summer Program UPI 2020 mengangkat isu ‘Indigenous communities of Indonesia: Gender, Education and Nationalism’. Topik ini mengulas tentang berbagai isu yang terkait dengan konsep gender, konsep dan praktik pendidikan serta konsep nasionalisme dalam masyarakat tradisional di Indonesia. Cakupan masyarakat tradisional (adat) dalam kegiatan ini sendiri meliputi masyarakat pedalaman di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Para penyaji materi pada sesi diskusi adalah para peneliti dari berbagai universitas seperti Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Cendrawasih, Universitas Tanjungpura, Universitas Hasanudin, Universitas Pendidikan Ganesha, dan Universitas Andalas.

Melalui Direktorat Urusan Internasional UPI, Virtual Summer Program UPI 2020 ini memiliki tujuan yang salah satunya adalah memperkenalkan adat istiadat masyarakat pedalaman Indonesia kepada para peserta yang berasal dari berbagai negara. Dalam program ini para peserta akan mendapatkan mini project berupa esai pendek tentang bagaimana melestarikan, menjaga, dan memberdayakan masyarakat adat di Indonesia.
Salah satu peserta Virtual Summer Program UPI 2020 yang berasal negeri Jiran, Sabil Fahmee Bin Mohd Sofee, menggambarkan Virtual Summer Program UPI 2020 dengan satu kata, ‘bersemangat’ (vibrant).
“Banyaknya budaya dan beragamnya masyarakat Indonesia yang menakjubkan dipelajari melalui program ini, sungguh hal yang luar biasa. Mengenal budaya dari Kepulauan Sumatera hingga Papua Barat, ada banyak hal di Indonesia yang tak terlihat oleh mata,” pungkas Sabil.

MENGENAL MASYARAKAT ADAT NUSANTARA

Pengenalan Masyarakat Adat pada Virtual Summer Program UPI 2020

Salah satu pembahasan menarik disampaikan oleh Dr. Hanro Yonathan Lekitoo, seorang dosen pada Departemen Antropologi Universitas Cendrawasih. Ia menyampaikan bagaimana fenomena nasionalisme dan gender terjadi dalam masyarakat adat di Papua, yakni suku Korowai.
Suku ini menempati wilayah antara selatan Papua dan pegunungan tengah Papua. Masyarakat ini disebut juga dengan istilah masyarakat pohon. Hal ini karena mereka memang hidup berdampingan dengan alam dan tinggal di atas pohon.

Dalam kacamata gender, budaya patriarki sangat kuat dalam masyarakat adat Korowai. Dalam kehidupan suku Korowai, perempuan tidak punya hak untuk mewariskan nama keluarga. Namun di sisi lain, perempuan melakukan kegiatan layaknya tulang punggung keluarga seperti memasak, berburu, menanam, berternak, mencari makan, berdagang dan sebagainya. Sementara itu dalam hal nasionalisme, suku Korowai mempunyai definisi yang berbeda dari kebanyakan masyarakat Indoensia. Hanro menjelaskan bahwa nasionalisme menurut suku Korowai diartikan sebagai kecintaan tanah kelahiran mereka yaitu wilayah adat Korowai.
Selain Dr. Hanro dari Universitas Cendrawasih, terdapat juga beberapa peneliti yang terlibat dalam diskusi Virtual Summer Program UPI 2020, di antaranya adalah Dr. Vina Adriany (UPI), Dr. Ema Rahmaniah (UNTAN), Dr. Lina Puryanti (UNAIR), Dr. Fuji Riang Prastowo, M.Sc (UGM), dan sejumlah narasumber lainnya.

Peserta juga dibawa untuk langsung berjumpa secara virtual dengan perwakilan masyarakat Adat dari Baduy dan Kasepuhan Ciptagelar untuk berdiskusi dan berelaboasi tentang isu-isu yang terkait dengan keberadaan masyarakat Adat di Indonesia ditengah era globalisasi. Pada akhir kegiatan summer program, peserta yang dibagi ke dalam kelompok-kelompok menyampaikan pandangan serta kajian mereka tentang isu-isu berkaitan dengan Masyarakat Adat di Indonesia. Mereka memaparkan hal-hal yang perlu dilestarikan serta menyampaikan resolusi terkait strategi yang dapat diupayakan guna mengembalikan marwah masyarakat Adat sebagai kekayaan bangsa Indonesia yang sangat perlu diperhatikan, dilindungi dan dilestarikan sebagai bagian dari Bhinekka Tunggal Ika.