VISITING PROFESSOR PRODI IEKI: Pembangunan Ekonomi di Negara-negara Islam

Prodi Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam Universitas Pendidikan Indonesia menghadirkan Prof. Dr. Nurul Huda, SE., MM (Wakil Rektor IV Universitas YARSI, Komisioner Badan Wakaf Indonesia, dan Ketua LSP Badan Wakaf Indonesia) sebagai pemateri dalam kegiatanVisiting Professor Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan Islam pada hari Rabu (17/05/2023) untuk membahas mengenai “Pembangunan Ekonomi di Negara-negara Islam”. Kegiatan ini dilakukan secara online melalui platform Zoom yang dimulai dari jam 07.30 hingga jam 10.00 WIB.

Dalam kegiatan ini, pemateri menyampaikan presentasinya secara menarik dan juga jelas, sehingga memicu rasa antusiasme dengan banyaknya pertanyaan yang muncul terkait materi yang disampaikan dari para peserta yang hadir pada acara tersebut. Kegiatan ini diikuti oleh 82 orang yang berasal dari mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam yang memiliki rasa penasaran akan jalannya Ekonomi Pembangunan di negara islam. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membuat para mahasiswa memahami dan juga dapat mengerti bagaimana jalannya pembangunan di negara-negara islam yang tentu saja sangat berbeda dengan penerapan pembangunan di negara lainnya serta bagaimana pertumbuhan dari banyaknya indikator yang diterapkan di berbagai negara yang kemudian dikomparasikan dengan negara OKI untuk melihat seberapa efektifkah peranan pembangunan islam dalam penerapan indikatornya dibandingkan dengan negara lain diluar negara OKI.

            Hal menarik dan berbekas dari yang telah disampaikan oleh Prof. Dr. Nurul Huda dalam penyampaian materinya adalah mengenai pandangan Ibnu Khaldun terkait konsep “Dynamic Model”. Konsep ini menjelaskan keterkaitan diantara aspek yang terlibat dalam ekosistem pembangunan, seperti pemerintah, syariah, manusia, harta atau kesejahteraan, keadilan dan pembangunan.

Ibnu khaldun menggambarkan keterkaitannya dengan pesan kekuatan, kedaulatan, dan pemerintah tidak dapat dilakukan tanpa implementasi syariah. Syariah memperbolehkan adanya pajak jika memang darurat. Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa syariah tidak akan terjadi tanpa adanya pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus diisi oleh orang yang mengerti ekonomi syariah. Saran yang ketiga adalah kedaulatan tidak akan terjadi tanpa ada dukungan dari masyarakat kepada pemerintahnya, lalu juga SDM tidak dapat ditingkatkan tanpa adanya harta atau mal. Selanjutmya menurut Ibnu Khaldun harta benda takan bisa diperoleh tanpa ada pembangunan, karena pembangunan merupakan alatnya. Lalu, pembangunan sendiri tidak dapat dicapai tanpa adanya keadilan. Lalu, indikator dapat dilihat dengan adanya rasio gini yang menjelaskan mengenai ketimpangan sebagai buah dari keadilan yang tidak dilaksanakan karena keadilan merupakan tolak ukur yang ditentukan oleh allah Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa kedaulatan akan tertuju pada suatu keadilan. Menurutnya, keadilan sosial merupakan penyangga dalam ekonomi islam.

Jika berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi, Prof. Nurul Huda menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara yang didorong oleh konsumsi dikatakan pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas. Hal ini dikarenakan ini merupakan cara yang paling mudah dilakukan oleh pemerintah, begitupun dengan negara yang melakukan belanja karena pemerintah memiliki kendali untuk mempengaruhinya. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada kegiatan ekspor, impor, dan investasi. Pertumbuhan yang berkualitas didasarkan pada ekspor impor dan juga investasi. Karena hal ini didasarkan pada pendapatan sektor luar negeri dan juga nilai tukar yang tidak dapat dikontrol oleh pemerintah.

Pertumbuhan yang didasarkan pada sektor produktif seperti investasi dan juga ekspor impor akan membuat suatu perekonomian tumbuh lebih baik dan juga jangka Panjang. Hal ini dikarenakan pertumbuhan yang didasarkan pada konsumsi merupakan pertumbuhan yang dapat dikendalikan oleh pemerintah namun pertumbuhan yang didasarkan pada investasi dan ekspor impor merupakan pertumbuhan yang tidak bisa dikontrol oleh pemerintah.

Jika melihat perbandingan proyeksi pertumbuhan negara OKI, negara OKI memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara eropa lainnya. Selain itu, jika dilihat dari sisi GDP Indonesia memiliki GDP tertinggi diantara negara OKI, namun jika dilihat dari GDP perkapita, GDP perkapita Indonesia kalah dengan negara OKI lain, seperti Qatar, Brunei Darussalam, dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan nilai PDB yang didukung oleh banyak sektor energi. Dalam perspektif islam, GDP perkapita tidak dapat menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat, karena berdasarkan kurva Lorenz, terjadi ketimpangan yang sangat besar dimana 90% sumber daya dinikmati oleh 10% masyarakat, sedangkan yang 10% SDM diperebutkan oleh 90% masyarakat.

Dari sisi tingkat penngagguran, Qatar memiliki tingkat pengangguran terendah yang hanya sebesar 0,3%. Hal ini menunjukkan bahwa memang ekonomi pembangunan islam memiliki indikator makro yang baik. Selain itu, dari sisi tingkat inflasi, negara OIC memiliki tingkat inflasi yang tinggi. Hal ini memvalidasi Teori Phillips yang menyatakan bahwa ketika terjadi suatu inflasi yang tinggi, maka tingkat pengangguran di suatu negara tersebut kecil karena adanya hubungan yang negative antara keduanya.Untuk itu, ini membuktikan bahwa di satu sisi di negara-negara OKI memiliki tingkat pengangguran yang rendah. Namun, jika diklihat pada tahun 2024 nanti,  tingkat inflasi pada tahun 2024 terjadi akan banyak terjadi di negara-negara diluar OKI, seperti Brazil dan juga Amerika Serikat yang memiliki tingkat inflasi lebih dari 5%.

Dilihat dari indikator perdagangan internasionalnya, negara OKI yang memiliki tingkat ekspor tertinggi adalah UAE. Namun, transaksi yang dilakukan di negara OIC dapat terhitung masih rendah dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Indonesia sendiri memiliki tingkat ekspor dan juga impor yang cukup baik dibandingkan dengan negara OKI. Untuk itu, jika dilihat dari sisi Current Account yang yang mencakup transaksi barang dan jasa, Arab Saudi memiliki tigkat current account yang tinggi. Dari sisi FDI atau Foreign Direct Investment negara OIC masih memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Untuk itu, negara OKI memiliki tingkat inflasi, pengangguran, yang baik namun tidak dengan tingkat investasinya.  

            Untuk itu, penerapan ekonomi pembangunan islam dapat disimpulkan adalah ekonomi pembangunan yang tidak hanya mendasarkan pada aspek material, seperti pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Namun, karena didasarkan pada maqashid syariah yang mencakup komponen kesejahteraan yang lebih komprehensif, mengindikasikan bahwa ekonomi pembagunan islam memiliki indikator yang lebih menyeluruh. Ekonomi pembangunan islam yang banyak diterapkan di negara-negara OKI membuktikan bahwa penerapannya yang efektif dapat membawa suatu negara ke indikator kesejahteraan lebih baik. Negara OKI memang secara indikator seperti tingkat pengangguran dan pertumbuhan cukup baik, namun memang dari sisi Foreign Direct Investment masih terhitung rendah dan perlu digali lagi. Selain itu, dalam ekonomi pembangunan islam, menurut Ibnu Khaldun sendiri bahwa pemerintah dan masyarakat pun memiliki peran yang sangat vital dalam mencerminkan keadilan dan kesejahteraan suatu negara.(Ozka Muhammad Fajrin, Prodi IEKI FPEB, kontributor Humas UPI. Ed HN)