Wawan: Tanganku untuk Melihat Dunia Yang Berbeda

Bandung, UPI3

Setiap manusia diberi takdir masing-masing oleh Tuhan. Ada takdir yang dapat diubah oleh manusia tergantung dari usaha manusianya sendiri. Namun terkadang perjalanan hidup dan takdir seseorang tidak mudah dijalani dan tidak semulus yang diharapkan. Terutama bagi seseorang yang memiliki keterbatasan dalam dirinya. Lika-liku kehidupan harus dilalui dengan penuh tawakal, sabar dan semangat. Sebab segala kekurangan merupakan anugerah yang telah Tuhan berikan.

Inilah yang dirasakan Wawan Ridwan 45 tahun, seorang pemijat tuna netra di sebuah Klinik Jarima Bandung. Sudah 13 tahun sejak pindah dari Padalarang dan menetap di Bandung, ia berprofesi sebagai pemijat tuna netra. Profesi ini ditekuninya beserta sang istri (Tini) untuk menafkahi kedua anak mereka.

Di Bandung ini walaupun hanya tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil, Wawan beserta keluarganya selalu bersyukur karena bisa berteduh dari panas dan dinginnya Kota Bandung. Setiap hari sekitar pukul 8.00 WIB Wawan berangkat ke klinik dengan berjalan kaki. Jarak antara rumah kontrakan dengan klinik tidak terlalu jauh, sehingga ia terbiasa dan sudah mengingatnya tanpa bantuan orang lain ataupun tongkat.1

Setelah tiba di klinik, ia pun memulai aktivitasnya. Namun sebelumnya, ia harus mengikuti pembagian kloter yang sudah ditentukan pihak klinik. Pembagian kloter ini sama seperti sistem arisan sehingga adil dan semua pemijat mendapat giliran saat memijat. Hingga tiba giliran Wawan untuk memijat pasien. Tarif satu jam dipijat dihargai sebesar Rp 35.000. Setelah memijat pasiennya, selagi menunggu pasien lain, Wawan sering menggunakan waktunya untuk membaca buku braile mengenai kesehatan.

Walaupun mata tak dapat melihat, namun Wawan dapat “melihat” dengan tangannya. Keterbatasan juga bukan halangan untuk memiliki alat komunikasi seperti handphone. Handphone ini berguna jika ada pasien yang menghubunginya untuk memintanya memijat ke rumah. Wawan memiliki dua handphone yang berbeda fungsi, yaitu fungsinya dapat membacakan sms atau mengetik sms dengan mengeluarkan suara dan ada pengaturan waktu sehingga setiap jamnya dapat berbunyi mengeluarkan suara juga.2

Untuk menjalani hidup ini memang tak semudah yang dibayangkan. Namun Wawan membuktikan bahwa keterbatasan tidaklah menjadi sebuah halangan. Tawakal, sabar, dan semangat dalam hidup merupakan kunci menjalani hidup. “Melalui tangan ini, Allah memberiku kelebihan untuk melihat dunia yang berbeda,” ujar Wawan. (Leni Mardiani, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FPIPS UPI)