Alih Generasi di UPI tanpa Friksi

Oong KomarOleh OONG KOMAR

(Guru Besar Tetap UPI dalam Bidang Ilmu Pendidikan LuarSekolah)

DALAM cerita rakyat tempo doeloe, untuk peristiwa menentukan siapakah bakal suami ratu yang kelak akan menjadi pangeran sebagai putra mahkota pengganti raja, acap kali dilakukan dengan proses penentuannya melalui kejuaraan (jawara) kekuatan dan ketahanan bertarung. Yaitu adu tanding jajaten melalui gulat terbuka satu lawan satu dengan sistem gugur. Sehingga, pemenang menunjukan kompetensi petarung sejati. Dengan proses pertarungan sampai menghasilkan juaranya, tampak tidak terjadi kolusi dan nepotisme. Antar lawan bermain sportif dan yang kalah pun legawa menerima kekalahannya.

Selesai proses bertarung, nyaris tak terjadi kegaduhan apalagi keretakan antar golongan di masyarakat. Sehingga, kondisi masyarakat tetap aman dan terkendali, laksana kaca yang tetap utuh dan tak terlihat retak. Bahkan petarung yang kalah pun segera kembali ke padepokannya guna meningkatkan latihan diri atas kekurangan dalam pertarungan itu.

Kunci sukses proses adu jawara, tampak pada kematangan persiapan, pelaksanaan dan penentuan suksesi pemenangnya. Pada tahap persiapan, secara tradisi menyiapkan aturan yang diterima semua pihak, mengondisikan agar patuh pada aturan, menjaga komitmen dan tidak ada yang memaksakan kepentingannya. Pada tahapan pelaksanaan dengan menyediakan sarana/prasarana pertarungan dan para juri yang jujur. Sehingga pertarungan berlangsung lancar, aman dan terkendali. Bahkan tak berharap ada peristiwa interupsi dan protes ataupun walkout. Pada tahapan suksesi, semua menghargai dan menerima hasilnya. Sehingga tak diharapkan peristiwa pembatalan hasil atas dugaan tindakan kecurangan peserta, ataupun pengulangan proses seleksi atas dugaan kolusi dan nepotisme.Oong-1

Dengan imajinasi adu tarung di atas, dapat menginspirasi berbagai pihak terkait. Paling tidak pihak terkait dapat menyiapkan aturan baku dan konsisten. Sehingga tidak terjadi dalih rasionalisasi seolah demokrasi, padahal rekayasa kepentingan. Bahkan tidak terjadi peristiwa perubahan atau amendemen aturan yang mendadak untuk disesuaikan dengan situasi/kondisi dan pihak berkepentingan. Pihak terkait dapat melaksanakan pemilihan dengan iklim sportif. Sehingga proses pelaksanaan berlangsung fairplay serta tidak diskriminatif dan kondisi dribling/penggiringan pada kepentingan tertentu. Pihak terkait pun dapat menerima hasil dengan apa adanya. Sehingga proses pemilihan pun menunjukkan kondisi beradab dan bermartabat. Bahkan niscaya melahirkan pimpinan yang diakui semua pihak.

Lembaga mengalami rugi besar bila potensi perpecahan berlanjut hingga lahir pimpinan yang didalihkan demokrasi dan mengatasnamakan dukungan mayoritas, padahal licik dan penuh intrik. Andaikata mengalami keretakan civitas academika maka akan laksana kaca retak yang tak dapat disambungkan seperti asliannya. Iklim civitas akademika di kampus pun nyaris tak nyaman, putus silaturahim, tumbuh prasangka dan menjamurnya beberapa kelompok kepentingan.

Oleh karena itu, aroma kepentingan yang menyusup dalam aturan, yang mengotori pelaksanaan dan yang mengingkari hasil putusan, harus segera dimurnikan supaya tidak merugikan, mendiskriminasikan, kriminalisasi dan tidak menegakan hak civil. Pemurnian aturan penting dalam rangka melahirkan pimpinan yang mau membangun dan membela UPI. Sehingga iklim kampus akan damai, alih generasi berjalan mulus dan proses pemilihan pun tidak mengandung potensi kegaduhan apalagi keretakan pada kondisi civitas academika.

Menjadi harapan UPI, memiliki pimpinan yang mampu berkiprah dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Pimpinan yang mampu menyusun program dan membagi tugas kepemimpinannya. Pimpinan yang mampu menciptakan budaya lembaga melalui programnya dan yang akan dijadikan pedoman tindakan seluruh civitas academika. Pimpinan yang mampu menghadapi tantangan profesionalisme guru, seperti: (1) menyusun kurikulum S1 LPTK yang meniadakan PLP/PPL dalam rangka pemurnian realisasi program profesi guru (PPG), baikPPG untuk PAUD dan PPG untuk Pendas (SD dan SMP) maupun PPG bidang studi bagi SMA/SMK, (2) mengembangkan kewenangan departemen/jurusan integrasi dalam otomatisasi penerimaan mahasiswa S3 yang berasal dari S2 linier dan penerimaan mahasiswa S2 yang berasal dari S1 linier.

Semoga!!….Aaamiiin…..