BEM Rema UPI Terus Menunggu Realisasi Kartu Indonesia Pintar

1-2Bandung, UPI

Kementerian Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (BEM REMA UPI) menyelenggarakan kuliah online (kulon), Sabtu (12/9/2015). Kuliah online adalah ajang mengkaji dan diskusi terkait isu di ranah pendidikan untuk menyamakan presepsi terkait isu tersebut yang berlangsung lewat tatap layar tanpa tatap muka, yaitu dengan menggunakan salah satu grup medsos. Kulon kali ini mengkaji tentang Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Pemateri Fajar Abdullah Azam yang sedang melanjutkan kuliahnya d kebijakan publik Unpad (S2) dan dimoderatori Tri Susanti, mahasiswi Jurusan Pendidikan Kimia 2012. KIP atau kartu Indonesia pintar adalah sebuah kartu sakti yang dikeluarkan pada zaman pemerintahan Jokowi-JKk sekarang ini, berfungsi untuk memberikan bantuan uang tunai kepada siswa yang kurang mampu. Kartu ini bentuknya sama layaknya kartu atm biasa, sehingga siswa yang mendapatkan kartu tersebut dapat mengambil uang bantuan tersebut secara langsung ke ATM/bank terdekat tanpa perantara instansi (sekolah).

Kartu ini merupakan salah satu kartu yang dijanjikan keberadaannya oleh Presiden Jokowi ketika masa kampanye dulu. KIP ini dikeluarkan berlandaskan Inpres. Seperti disebutkan dalam UU No 12 tahun 2012 Pasal 7 yang menyebutkan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dari yang tertinggi hingga ke rendah : UUD, ketetapan MPR, UU/peraturan pemerintah pengganti UU, PP, Perpres, perda provinsi, dan kabupaten/kota. Dalam UU ini bisa tidak disebutkan adanya Inpres. Oleh karena itu hukumnya masih lemah. Inpres hukumnya masih lemah karena hanya dibuat dan diinstruksikan Presiden tanpa perundingan/ pembicaraan/ kesepakatan dengan anggota dewan yang merupakan wakil rakyat dalam penyampaian aspirasi rakyat.

Dalam suatu kebijakan pasti ada positif dan negatifnya. Positifnya, ya memang para siswa sekolah yang belum mampu akan merasa senang dan terbantu dengan bantuan dana dari KIP ini. Tapi apakah BSM dianggap tidak cukup oleh pemerintah? Negatifnya adalah tidak sedikit masyarakat yang menolak atas kebijakan ini karena memang landasan hukumnya masih lemah dan dari segi dana dibutuhkan dana yang besar untuk membuat kartu ini karena luang lingkupnya nasional. Pemateri pun menanggapi bahwa selagi BSM masih bisa membantu kenapa perlu dikeluarkannya KIP sehingga pemerintah bisa menggunakan biaya yang dikeluarkan untuk membuat Kartu Indonesia Pintar ini bisa dialihkan untuk meningkatkan fasilitas sekolah.

Karena sudah disebutkan bahwa kulon ini adalah diskusi maka dari pemaparan pemateri banyak yang bertanya dan menanggapi. Ani Handayani mahasiswa Uuniversitas Teknologi Sumbawa masih terlihat bingung sehingga bertanya apa memang KIP ini sangat dibutuhkan dan apabila terlaksana akan menimbulkan akibat. Dengan jelas dan menegaskan kembali pemaparannya tadi bahwa “KIP ini tidak perlu karna pemberian bantuan masih bisa dilakukan melalui BSM ,” jawab Azam selaku pemateri”.

Berbeda dengan Azam salah satu peserta diskusi Hendra tidak mempermasalahkan adanya KIP, yang terpenting KIP ini tidak mengganggu bantuan dana yang dari dulu sudah ada. “Lantas upaya apa yang dilakukan agar KIP itu tidak hanya wacana khususnya kita sebagai mahasiswa? tanya Hifdzulaziz dari Universitas Tekhnologi Sumbawa Jurusan Psikologi yang merupakan peserta kulon ini.1-1

“Berani berwacana dan terus berdiskusi dan hadirkan juga orang-orang yang tidak sepaham dengan kita, agar mata kita lebih terbuka dan mengoreksi apa yang salah dari pendapat kita. Setelah yakin dan semua dari yang berdiskusi itu sepaham maka perkualtah barisan, dan sampaikan pada masyarakat dan pemerintah meskipun ada yang akan kontra terhadap kritikan tersebut tetaplah menyampaikan pendapat. Percayalah, gerakan yang baik lahir dari wacana yang baik pula. Dan berwacana tidak akan membuat Anda terluka. Justru gerakan tanpa wacana hanya akan bikin gerakan itu hampa,” jawab pemateri.

Pembuatan KIP ini meskipun banyak yang menolak tetapi tetap saja keputusan ada di tangan presiden, dan tidak dapat dihentikan. Oleh karena ini setidaknya adakah potensi kebaikan dari KIP itu sendiri? Kebaikan bagi pemerintah, mungkin sebagai salah satu cara untuk menampik segala tuduhan sinis yang mungkin datang terkait penyelewangan dana. Bagi masyarakat, kebaikannya kurang lebih adalah masyarakat biasanya lebih menyukai program pemerintah yang langsung terasa pada dirinya. Pembagian uang, subsidi BBM, adalah contoh dari sedikit kebijakan yang langsung terasa. Tapi bagaimana dengan sistem? Adakah program yang baik bagi sistem?

“Saya melihat, program ini terganjal dalam sisi hukum. Inpres tidak punya kekuatan hukum dalam UU Peraturan Perundangan. Artinya, eksekutif melakukan, dan mengawasi sekaligus program ini. Tentu kebaikan berbeda-beda bagi setiap pihak. Dan, itu pandangan saya,” ujar pemateri.

KIP merupakan senjata hasil kampanye Presiden Joko Widodo yang dalam rencananya bermaksud menjadi solusi pendidkan Indonesia. Namun setelah dikaji ternyata kedudukan hukumnya lemah baru sekedar inpres. Dana yang akan dikeluarkan pun tidak sedikit dan malah terkesan penghamburan. Padahal, program BSM pun masih bisa digunakan sehingga dana yang dikeluarkan untuk pembuatan kartu tersebut bisa dialihkan untuk memperbaiki infrastruktur sekolah yang lain, mungkin teknis dari pembagiannya yang perlu diperbaiki dan diawasi dengan ketat serta data para penerima yang valid. Untuk itu tetap awasi progres program KIP tersebut dan tetap sampaikan aspirasi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik. (Kementerian Pendidikan BEM REMA UPI 2015)