Berpetualang Sehari Bersama “Nishinihon Jr Basu”

AhmadLaporan AHMAD DAHIDI dari Jepang

BERPETUALANGAN di negeri sendiri atau di negeri orang, sedikit banyaknya akan menjadi kenangan tersendiri sebagai mutumanikam kekayaan hidup duniawi. Banyak orang yang berpetualangan dengan niat yang beragam pula dengan memanfaatkan darat, laut, udara, atau mungkin gabungan itu semua. Bagi yang kantongnya kurang tebal, namun mempunyai tekad yang bulat, tidak sedikit orang yang berpetualangan dengan berjalan kaki. Jarak dan waktu tidak menjadi kendala. Jauh, dekat, siang, malam, panas ataupun dingin, bukanlah rintangan yang berarti. Yang penting terpenuhi untuk sebuah obsesi atau hanya sekedar menuruti bisikan hati.

1Penulis sendiri, ketika masih “muda“, yaitu ketika bergelut menimba ilmu di salah satu universitas terkemuka di Jepang, atau setiap ada kesempatan ke negeri matahari terbit, ditambah lagi ada waktu yang memungkinkan, jiwa berpetualangan selalu muncul. Ketika 25 tahun yang lalu, saat masih muda dan tinggal lama di Osaka (kurang lebih empat tahun) sering menggunakan karcis kereta “seishun 18 kippu“. Karcis satu set (sebanyak lima lembar) dan berlaku untuk perjalan ke seluruh pelosok Jepang dengan menaiki kereta JR (karcis jenis ini banyak digunakan oleh mahsiswa dan tidak berlaku untuk kereta expres “Tokyuu“dan tentunya shinkansen). Kelebihan karcis ini, berlaku selama 24 jam perlembarnya, dan bisa berhenti di mana saja di stasiun yang dilalui. Lalu bisa keluar sebentar dan menikmati daerah baru tersebut. Kalau sudah puas dan merasa bosan, dengan tiket yang sama bisa melanjutkan perjalanan lagi dengan cara memperlihatkan karcis tersebut kepada petugas yang ada di setiap pintu masuk dan keluar kereta. Intinya, satu lembar tiket berlaku 24 jam dan bisa keluar masuk serta naik turun kereta kapan saja. Satu set karcis jenis ini seharga 11.500 yen. Jadi, perlembarnya hanya 2.300 yen tapi manfaatnya bisa menaiki kereta sepuasnya selama 24 jam.2

Supaya bisa menikmati perjalan dengan karcis jenis ini yaitu mesti dapat membaca jadwal kereta supaya penggunaan karcis tersebut optimal betul. Kalau kita berada di Indonesia, sementara perjalanan di Jepang akan mengunjungi beberapa kota di Jepang dan ingin menaiki shinkansen misalnya, sebaiknya menggunakan karcis JR Pass dan bisa dibeli di cabang HIS di Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Karcis jenis ini bebas keluar masuk kereta seperti halnya karcis jenis seishun 18 kippu di atas. Seperti dijelaskan dalam http://his-travel.co.id/jrpass bahwa Japan Rail Pass ini merupakan salah satu cara paling ekonomis untuk perjalanan mengelilingi Jepang dengan kereta. Namun, ada keterbatasan untuk JR PASS jenis ordinary dan jenis green. Kedua jenis tiket ini tidak berlaku untuk kereta shinkasen Nozomi dan Mizuho, juga jalur Tokaido, Sanyo, dan Kyushu. Masing-masing tipe karcis tersebut tersedia dalam tiga durasi; 7 hari, 14 hari, dan 21 hari dengan harga yang beragam. Misalnya untuk kunjungan 7 hari dengan tiket ordinary (dewasa 29.110 yen, anak 14.550 yen). Sedangkan untuk tiket green dengan rentang waktu yang sama, masing masing dewasa 38.800 yen dan anak 19.440 yen. Penjelasan lebih lanjut bisa dilihat di web HIS tersebut di atas.Adapun yang boleh menggunakan tiket jenis ini yaitu bagi wisatawan luar negeri yang mengunjungi Jepang untuk wisata.3

Petualangan penulis kali ini menggunakan bus, tepatnya Nishinihon JR Basu. Bus dua tingkat. Berangkat tepat waktu. Diawali dengan pemeriksaan karcis oleh petugas bus, lalu penumpang memasuki dan menduduki kursi sesuai dengan yang dipesan sebelumnya. Sebelum berangkat, sopir memberitahukan sejumlah aturan main selama perjalanan di antaranya (1) lamanya perjalanan (terutama waktu keberangkatan dan rencana tiba di tempat tujuan); (2) tempat yang akan dilalui dan akan dijadikan tempat istirahat sejenak; (3) Ketentuan lainya yang berhubungan dengan kenyamaan di dalam bus seperti tidak boleh berisik/ribut supaya tidak mengganggu penumpang yang lain. Yang menarik bagi penulis adalah pengumunan dari sopir bahwa setiap keberangkatan dari tempat istirahat tidak dilakukan pengecekan penumpang, apakah mereka sudah ada di dalam bus atau belum. Yang penting begitu waktu keberangkatan sudah tiba, maka bus itu akan bergerak meninggalkan tempat istirahat tersebut. Di Tempat peristirahat pun tidak ada pengumunan apa pun yang memberitahukan kepada para penumpang. Lamanya istirahat tergantung tempatnya, ada yang hanya 5 menit, dan yang paling lama 20 menit.5

Bagi penumpang yang tidak memahami bahasa Jepang, dilengkapi dengan narasi berbahasa Inggris. Seandainya dua bahasa itu kurang paham, tidak usah khawatir dan panik sebab di kaca depan bus akan ada tulisan angka yang menunjukkan keberangkatan bus tersebut dari tempat istirahat. Demikian seterusnya sampai dengan tujuan.

Yang penulis salut dan kagum adalah semua penumpang sangat menaati aturan main yang disiarkan oleh sang sopir. Keheningan selama perjalan sangat penulis rasakan. Bunyi kantong “keresek” sangat jelas akibat heningnya suasana. Yang penulis dengar selama 8 jam perjalanan hanyalah deru mesin bus, jepretan bunyi kamera, dan dengkur orang tidur. Padahal di dalam bus tersebut ada rombongan. Hanya penulis yang pergi sendirian. Kalau di Indonesia, yang sifatnya pergi bergerombol atau paling tidak berdua, pasti heboh, ngobrol sana sini, atau mungkin cekikikan. Ditambah lagi keluar masuk pedagang asongan yang menawarkan dagangannya. Yang penulis perhatikan, kalau pun mereka yang berdua atau lebih mau ngobrol, mereka lakukan ketika istirahat dan di luar bus.9

Jadi, selama perjalanan dari Tokyo ke Osaka atau sebaliknya waktu penulis pulang lagi pun hampir tidak ada orang yang ngobrol. Penulis lihat mereka menikmati perjalanan itu dengan keasyikannya tersendiri. Ada yang memainkan HP, bermain game, baca buku (novel), atau memejamkan mata yang mungkin saja berharap bisa berselancar mengarungi impiannya masing masing. Penulis sendiri, awalnya merasa bosan, tapi karena suasana seperti itu sehingga terhanyut oleh keadaan dan akhirnya tertidur, baru bangun kalau ada pengumuman yang disampaikan sopir.

Ketika penulis tidak ngantuk, akhirnya penulis manfaatkan untuk urat oret seputar perjalanan petualangan ini dan tanpa disadari lahirlah artikel yang sedang Anda baca ini.4

Pemandangan yang penulis lihat sepanjang perjalanan antara lain pesawahan, rangkaian gunung, danau, kebun apel. Kebun jeruk, dan perkebunan teh. Yang menarik di perkebunan teh yaitu banyak dipasang kincir. Mengapa dipasang kincir? Penulis belum menemukan jawabannya. Tujuan petualangan hari minggu, 7 Juni 2015 ke Tokyo tiada lain dalam rangka monitoring peserta JBIP 2015 di Tokyo. Ada tiga orang mahasiswa, mereka berasal dari ITB dan ITS, jurusan arsitektur. Berangkat dari Osaka pukul 11:10 sampai setasiun Tokyo kira kira pk. 20:00-an. Dari situ naik Yamanotesen (Line Yamanote) sampai Shinzuku, dan dari Shinzuku ke Itabashi dgn Saikyosen. Sampai di hotel pukul 21:30-an.

Osaka, 10 Juni 20156