Boga Refleksi Bangsa

Di awal tahun 1960an, ketika Presiden Soekarno masih berkuasa. Apabila kedatangan tamu negara, Istana Negara sering menyuguhkan makanan minuman menu khas Indonesia. Minuman “Sang Saka” misalnya,  sajian favorit minuman yang terbuat dari kombinasi kolang kaling merah dengan serutan kelapa muda yang berwarna putih. Kemudian disuguhkan dalam gelas berlogo istana dan Garuda Pancasila, seolah ada Sang Saka merah putih berkibar di atas meja. Resep makanan lain yang menjadi favorit adalah lodeh rebung dan irisan tempe.  Demikian juga, mendiang Presiden Suharto, misalnya, saban kali jamuan kenegaraan tak pernah meninggalkan untuk menghadirkan tahu dan tempe. Hal itu juga pernah diteruskan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,  juga sangat menyukai soto ayam buatan juru masak Istana. Jamuan kenegaraan memang rutin dilakukan dalam setiap kunjungan kenegaraan, baik di Indonesia maupun negara lain. Tujuannya, selain buat menghormati tamu, pesan yang paling penting memperkenalkan makanan Indonesia. Hal ini tentu juga menghadirkan panganan lokal lain sebagai ciri khas dari sebuah negara.

Itulah makna boga sebagai refleksi bangsa. Settia negara memiliki ciri jenis makanan khas masing masing. Secara historis, makanan Indonesia adalah salah satu tradisi kuliner yang paling kaya di dunia. Makanan yang penuh rasa cita dengan bahan dan bentuk yang variatif. Menurut sejarah, jejak kuliner Indonesia telah didapati dalam sejumlah prasasti abad ke-8 sampai ke-10 Masehi. Ketika itu, istilah boga telah dikenal, yakni makanan yang berhubungan dengan dapur yang dibuat dengan sentuhan seni dan memberikan kenikmatan. Hal itu banyak didapati pada prasasti Jawa dan Sumatra. Kekayaan jenis masakan atau boga ini menjadi cermin kekayaan jenis makanan khas Nusantara. Hampir semua kuliner khas Indonesia kaya dengan bumbu tradisional yang berasal dari tumbuhan sekitar yang tumbuh subur di berbagai pelosok Nusantara.

Bila dikaji dari telaah gastronomis, jenis makanan dan tata boga berkorelasi erat dengan budaya, adat istiadat dan tradisi bangsa. Gastronomi atau tataboga adalah seni atau ilmu  tentang makanan yang baik (good eating).Gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan. Gastronomi bersifat kultural karena gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga pengejawantahan warnaaroma, dan rasa dari suatu makanan dapat ditelusuri asal-usulnya dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan.

Pada zaman milenial seperti sekarang ini, peran boga, dan jenis kuliner mendapatkan tempat yang semakin baik. Kuliner sebagai hasil olahan berupa masakan atau minuman, tak dapat dipisahkan dengan gaya hidup masyarakat. Saat ini, makanan memiliki makna lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan pokok. Makanan memiliki kelas yang beragam, mulai dari makanan sederhana yang dihidangkan di rumah atau emperan pinggiran jalan sampai makanan mahal yang berkelas tinggi dan mewah yang disajikan di restoran dan hotel berbintang. Profesi pengolahnya pun beragam mulai dari tukang masak, juru dapur di warung sempit, atau koki di resoran sederhana, sampai chef berkaliber nasional dan internasional di restoran mahal dan hotel berbintang.

Boga dan Bangsa

Boga adalah refleksi bangsa. Jejak kuliner Indonesia telah didapati dalam sejumlah prasasti di Jawa dan Sumatra pada abad ke-8 hingga ke-10 Masehi. Ketika itu, istilah boga telah dikenal sebagai makanan yang berhubungan dengan dapur yang dibuat dengan sentuhan seni dan memberikan kenikmatan.  Secara umum, teknik memasak dan bahan makanan asli Indonesia berkembang karena adanya pengaruh dari seni kuliner India, Timur Tengah, Cina, dan akhirnya Eropa. 

Wijaya (2019) menguraikan tentang budaya kuliner di negeri ini yang tidak lepas dari sejarah panjang bangsa Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, perkembangan kuliner di Indonesia dapat dikategorikan setidaknya dalam tiga fase, yaitu: fase orisinal, fase multikultural, dan fase kontemporer. Masing-masing tahapan memiliki cara tersendiri tentang bagaimana makanan itu diolah, disajikan, dan dikonsumsi atau dimakan. Tahapan-tahapan ini menjadi dasar yang kuat bagi pembentukan budaya pangan Indonesia. Budaya pangan ini dipelajari, dibagikan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya dan sementara beberapa jalur pangan telah disempurnakan dan diadaptasi, sebagian besar masih diterapkan hingga saat ini. 

Boga adalah cermin manifestasi budaya. Boga atau makanan memerlukan fungsi teknis dan simbolik dalam kelompok budaya tertentu. Secara teknis, pangan berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan dasar fisiologis manusia. Dari sudut pandang perilaku konsumen yang berkaitan dengan nilai konsumsi, perilaku makan seperti ini terjadi karena alasan utilitarian atau instrumental, yaitu untuk memuaskan rasa lapar dan memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Akhir-akhir ini, pilihan pangan dan makanan telah mengalami perubahan yang sangat besar, terkait dengan dinamika globalisasi dan proses individualisasi masyarakat. Makanan semakin sering dilihat sebagai pengalaman tertentu yang dapat memberikan emosi dan keajaiban ketika beberapa hidangan dicicipi karena dianggap sebagai karya seni yang nyata yang dibuat oleh koki yang kreatif dan menginspirasi .

Dalam konteks di atas, makanan atau tata boga telah berkembang bukan hanya sebagai kebutuhan manusia dalam memenuhi hajat hidupnya. Secara konsep teori, kulinologi dimaknai sebagai paduan seni kuliner dan ilmu makanan, dan diperkenalkan pada tahun 1996 oleh Research Chefs Association. Hasilnya dengan cepat mengubah cara industri makanan untuk mengembangkan produk makanan baru.  Studi Kulinologi menggabungkan unsur-unsur dari seni kuliner dan disiplin ilmu makanan, memungkinkan siswa untuk memahami ilmu di balik makanan sambil menguasai seni kuliner. Sebagai disiplin akademis baru, Kulinologi akan merevolusi industri makanan, dan para praktisi akan menentukan masa depan pengolahan makanan atau tata boga.

Itulah boga sebagai refleksi bangsa. Boga dan makanan berkembang sebagai identitas bangsa. Di tengah membanjirnya jenis makanan internasional, kita perlu menguatkan ketahanan pangan lokal dan tradisi kuliner nasional sebagai identitas bangsa (Yulia Rahmawati/Ketua Prodi Pendidikan Tata Boga FPTK UPI)