CPNS Tak Tepat Sasaran: “Gagal Paham Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial”

Oleh : Retno Ayu Hardiyanti

(Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia)

Belum juga selesai dengan rancangan peraturan pemerintah untuk menanggapi guru honorer yang kecewa dengan formasi CPNS akibat syarat PNS minimal 35 tahun, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) kembali dikritik dan menerima desakan dari dunia pendidikan terutama para alumni Pendidikan IPS yang kecewa dengan formasi guru IPS, yang pada nyatanya dalam kualifikasi formasi CPNS tahun ini lowongan tersebut dibuka juga bagi lulusan selain S1 Pendidikan IPS.

Tertanggal 24 September 2018 Ikatan Mahasiswa PPG Pasca SM-3T Pendidikan IPS angkatan VI melayangkan surat permohonan sekaligus mendesak Kepala Badan Kepegawaian Negara untuk merevisi kualifikasi formasi guru IPS pada CPNS 2018. Menyusul kemudian, para alumni Pendidikan IPS juga melakukan aksi media dan menyeru kepada seluruh mahasiswa dan alumni Pendidikan IPS untuk melakukan hal yang serupa kepada pihak-pihak yang berwenang dalam urusan CPNS 2018.

Gagal Paham Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Barangkali belum banyak yang mengetahui bahwasanya jurusan Pendidikan IPS adalah jurusan yang sah dan terdaftar di Kemenristekdikti. Lulusannya diprioritaskan untuk menjadi guru Ilmu Pengetahuan Sosial di level Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan pendekatan terpadu. Sehingga, sejak awal, mahasiswa pendidikan IPS tidak hanya dipersiapkan dengan pola berpikir monodisiplin ilmu, tetapi dibangun dengan pola berpikir multidisipliner, interdisipliner bahkan transdisipliner. Pendekatan pola berpikir seperti ini yang menjadikan lulusan S-1 Pendidikan IPS lebih memahami keterpaduan dibandingkan dengan lulusan ilmu sosial lainnya.

Kemudian secara teori, lulusan pendidikan IPS mengenal teori sintetik disiplin yang merupakan sebuah “merger” ilmiah yang setara antara dua disiplin ilmu. Artinya keilmuan ini mampu mengkaji hubungan antar disiplin ilmu sosial serta dapat menyeleksinya untuk tujuan pendidikan. Teori ini pula yang memperkaya pokok bahasan jurusan Pendidikan IPS sehingga lulusannya lebih siap menjadi guru sekolah menengah pertama.

Selanjutnya, kerancuan kualifikasi formasi CPNS ini dipertegas oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam peraturan ini tercantum kompetensi inti dari setiap guru mata pelajaran.

Kompetensi guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada SMP/MTs, yaitu:

  • Mengetahui materi, struktur, konsep, dan pola pikir mata pelajaran IPS baik dalam lingkup lokal, nasional maupun global
  • Membedakan struktur keilmuan IPS dengan ilmu-ilmu sosial
  • Menguasai konsep dan pola pikir keilmuan dalam bidang IPS
  • Menunjukkan manfaat mata pelajaran IPS

Terdapat beberapa hal yang patut digaris bawahi dari kompetensi inti yang ada dalam Permendikbud No. 16 tahun 2007 ini. Pertama, peraturan ini menyebutkan mata pelajaran IPS pada jenjang SMP/Mts, tidak disebutkan lagi mata pelajaran IPS bagi jenjang SMA/MA. Begitu pula rumpun ilmu sosial lainnya seperti mata pelajaran Geografi, Sosiologi, Ekonomi, Antropologi dan Sejarah, tidak disebutkan dalam kompetensi di jenjang SMP/MTs. Artinya, peraturan ini telah memberikan ruang bagi masing-masing lulusannya untuk duduk di jenjang yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat batasan yang jelas antara wilayah guru IPS dan guru dari disiplin ilmu-ilmu sosial di jenjang SMP dan SMA.

Kedua, peraturan menyebutkan bahwa guru harus memiliki kompetensi yang dapat membedakan struktur keilmuan IPS dengan ilmu-ilmu sosial. Disini dapat ditemukan kembali batasan yang jelas antara IPS dan disiplin ilmu sosial lainnya. IPS atau social studies merupakan bidang pengkajian dari gejala dan masalah sosial, bukan disiplin akademis. Sehingga IPS lebih bersifat praktis karena mendorong pemecahan masalah yang harus disegerakan. Oleh karena itu, IPS memiliki pendekatan multidisipliner, interdisipliner bahkan transdisipliner dan terpadu dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang dimiliki siswa agar mereka dapat menjadi warganegara yang aktif dalam bermasyarakat.

Menanti Peran Negara

Bukanlah reaksi yang berlebihan jika sebelumnya para alumni Pendidikan IPS melakukan banyak desakan kepada para pemangku kebijakan, dalam hal ini Badan Kepegawaian Negara. Ketimpangan ini dirasakan terutama dalam CPNS ini, formasi guru IPS dibuka bagi lulusan pendidikan IPS dan seluruh jurusan pendidikan ilmu-ilmu sosial lainnya. Sedangkan kualifikasi dari ilmu sosial lainnya tidak bisa dimasuki oleh lulusan Pendidikan IPS. Ada formasi yang tidak fair disini. Kerancuan ini semakin mempersempit ruang lingkup sarjana Pendidikan IPS dalam mengaplikasikan keilmuannya.

Ditegaskan di dalam Permendikbud RI Nomor 46 tahun 2016 tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik Pasal 1, tercantum bahwa linieritas bagi guru bersertifikat pendidik merupakan kesesuaian antara sertifikat pendidik dengan mata pelajaran yang diampu oleh gurunya. Setiap jurusan memiliki keahliannya masing-masing, setiap jurusan juga memiliki pendekatan keilmuannya sendiri. Terlebih, terdapat peraturan menteri yang telah memberikan batasan yang jelas untuk IPS dan ilmu-ilmu sosial, baik dari segi pendekatan pembelajarannya maupun ranah ajarnya. Sehingga wajar jika banyak pihak menyebut formasi kualifikasi CPNS bagi guru tidak tepat sasaran.

Bahkan tidak menutup kemungkinan, banyaknya guru honorer yang belum menjadi PNS bukan karena mereka tidak memiliki kompetensi mengikuti seleksi CPNS. Akan tetapi formasi dengan kualifikasi yang tidak tepat sasaran seperti ini yang menghalanginya menjadi PNS. Maka tidak heran jika sampai saat ini guru honorer masih banyak yang menuntut haknya. Masalahnya ada pada akar kualifikasi CPNS itu sendiri. Kualifikasi yang salah sasaran mengharuskan para sarjana pendidikan tumpang tindih dan saling “menyerobot” satu sama lain untuk mengisi formasi yang ditawarkan. Harapannya, penyusunan formasi guru di CPNS dapat dilakukan oleh tenaga ahli pendidikan yang memahami kompetensi dan kualifikasi lulusan, agar formasi yang ditawarkan menjadi lebih tepat sasaran.

Saat ini yang dibutuhkan oleh para sarjana pendidikan, terutama lulusan pendidikan IPS adalah mengembalikan kualifikasi tersebut kepada ruangnya masing-masing. Oleh karena itu, peran negara dengan segala kebijakannya, dan para pejabat dengan wibawa kebijaksanaannya menjadi pihak yang paling ditunggu untuk merespon kerancuan ini.