Dosen Muda UPI Catatkan Namanya di Buku 111 Inovasi Indonesia Paling Prospektif 2019

Bandung, UPI

Syifaul Fuada, S.Pd., M.T. Dosen di Prodi Sistem Telekomunikasi, Kampus Daerah Purwakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) baru-baru ini menerima Sertifikat Penghargaan dari Bussines Innovation Center (BIC) berkaitan dengan terpilihnya karya inovasi Bersama timnya pada kompetisi “111 Karya Inovasi Indonesia Paling Prospektif 2019”. Karya tersebut berjudul “e-Nelayan: Sistem Komunikasi Radio Jarak Jauh berbasis Teknologi LoRa yang terintegrasi dengan Smartphone untuk Mendukung Aktivitas Nelayan Ketika Melaut“, dan karya kedua berjudul “Perangkat Li-Fi untuk Internet yang Secureyang merupakan hasil proyek bersama para peneliti di Pusat Penelitian Mikroelektronika Institut Teknologi Bandung. Buku inovasi tersebut dapat diakses di E-book yang tersedia di www.bic.web.id pada halaman 206-207 dan 122-123.

Penghargaan ini termasuk bergengsi di Indonesia karena diikuti oleh berbagai jenis inventor yang terdiri dari akademisi dan industri di Indonesia. Khusus 2019 ini, mengacu pada infografis di Buku 111 Inovasi Indonesia, terdapatlebih dari 500 proposal telah diajukan, yang terdiri dari 381 proposal adalah pengajuan proposal baru, sedangkan selebihnya berasal dari proposal berstatus yang “baru” diajukan, atau proposal yang direvisi dan diajukan kembali.

BIC merupakan sebuah Lembaga yang kini telah mengelola lebih dari 5.000 karya inovasi dari 3.900 (tim) inovator dari seluruh Indonesia; dan menghasilkan 1.155 karya inovasi yang diterbitkan di 100+ Inovasi Indonesia sejak tahun 2008; dan secara terus-menerus disempurnakan dan dikembangkan untuk dapat berfungsi penuh sebagai inkubator virtual (e-incubator) yang sepenuhnya berbasis internet. Dalam perjalanannya, BIC bekerja sama dengan Kemenristek dan LIPI untuk penyelenggaraan 100+ Inovasi Indonesia.

Syifaul Fuada, S.Pd, M.T. sebelumnya merupakan peneliti aktif di Pusat Penelitian Mikroelektronika ITB sejak 2016 dan terhitung mulai Februari 2019 terdaftar sebagai dosen di Program Studi S1 Sistem Telekomunikasi. Beliau menuturkan berkaitan dengan proses seleksi 111 Inovasi Indonesia, bahwa prosesnya lumayan panjang dan ketat. “Terdapat tiga tahap, pertama adalah pra-inkubasi, yaitu proposal yang masuk akan mendapatkan feedback dan diminta mengembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan, bahkan kami mengembalikan proposal sampai 3 kali pada tahap ini karena revisinya banyak sekali, syukur alhamdulillah 6 proposal kami melewati step ini”. Fuada menambahkan, “kemudian proses challengers, yaitu proposal yang lolos sebelumnya ditampilkan dalam bentuk e-book. Dibaca banyak orang dan mendapat berbagai komentar dari pembaca. Tahap akhir adalah penetapan 111 inovasi terprospektif, bersifat berbeda dari inovasi sebelumnya baik yang sudah diajukan atau diterbitkan edisi 111 ke bawah, inovasi itu unik, mungkin baru, di Indonesia”.

Fuada bersyukur karena dari 6 proposalnya, 2 proposal ditetapkan sebagai pemenang. Penetapan karya inovasi 111 Inovasi Indonesia sebenarnya pada bulan Januari 2020, tetapi Sertifikat dan pengantar resmi telah diterima beberapa minggu yang lalu dari berita ini diturunkan.  Namun, dalam realisasinya, tidak tepat 111 inovasi, tetapi hanya 80 yang dianggap layak. Lebih lanjut, ke 80 proposal terpilih ini dinilai layak dilanjutkan ke tahapan inkubasi inovasi di Inkubator Virtual BIC. “Terdapat 6 kategori, yaitu ketahanan pangan, energi baru-terbarukan, teknologi manajemen & transportasi, pertahanan dan keamanan, kesehatan & obat-obatan, material maju dan inovasi lain-lain mencakup kemaritiman, humaniora, seni-budaya, social, Pendidikan, kebencanaan. Alhamdulillah, karya kami masuk di kategori lain-lain untuk e-Nelayan dan TIK untuk Li-Fi”, ungkap Mahasiswa Berprestasi Utama Universitas Negeri Malang tahun 2014 ini.

Sebagai informasi, Syifaul Fuada, S.Pd., M.T. telah mengisi 2 inovasi di kompetisi ini, yaitu Helmet Charger pada tahun 2014 (106 Inovasi Indonesia) dan Smart Home pada tahun 2016 (108 Inovasi Indonesia). “Tahun 2020 ini merupakan versi e-book atau terobosan baru untuk mengurangi jumlah kertas, pasalnya buku seri sebelumnya adalah hardcopy yang disebar keberbagai penjuru tanah air. Harapannya mungkin agar lebih benyak terjangkau karena internet sudah banyak dirasakan oleh berbagai generasi saat ini”. Ujar Dosen muda yang telah banyak mendapatkan Best Paper ini.

Beliau menekankan bahwa suatu karya inovatif tersebut telah melalui proses yang intensif, konsisten, dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki komitmen/integritas tinggi serta memiliki kerja sama tim yang sangat solid. Faktor-faktor tersebut dapat menentukan keberlanjutan atau vakumnya suatu proses menghasilkan inovasi.

Beliau berharap agar karya-karya Civitas Akademika Universitas Pendidikan Indonesia dapat diikutkan kompetisi-kompetisi serupa agar semua inovasi yang dilahirkan oleh UPI lebih dijangkau oleh berbagai kalangan. “Sebagai dosen muda, saya terus belajar dan meningkatkan kapasitas diri/kompetensi sesuai kepakaran, agar saya bisa seperti para dosen-dosen UPI yang telah banyak berkiprah di penelitian & pengembangan serta hilirisasinya, saya tidak dapat menyebutkannya satu-persatu dari beliau-beliau itu”. Ungkap Fuada yang H-Index Scopusnya sudah sampai 9, per Maret 2020 ini.