Dr. Arief Rahmana: Kerja Keras, Cerdas, Ikhlas, dan Tuntas

Arief-1MEMILIKI visi menjadi universitas pelopor dan unggul (a Leading and outstanding university), Universitas Pendidikan Indonesia memiliki visi menjadi universitas pelopor dan unggul (a Leading and outstanding university)”, UPI menjelma menjadi salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) terbesar di Indonesia yang secara konsisten berkiprah dalam bidang pendidikan. Berbagai inovasi di bidang pendidikan dilakukan UPI sebagai upaya menanggapi berbagai perubahan lingkungan yang semakin cepat dan radikal. Fenomena ini menjadi kebanggaan yang tidak ternilai bagi semua civitas akademika.

“Mahasiswa dan lulusan UPI seyogyanya bersyukur karena mendapatkan kesempatan menimba ilmu pengetahuan, berinteraksi dengan insan pendidik dan seluruh sivitas akademika di lingkungan UPI. Belajar di UPI menjadi pengalaman yang sangat berharga, ketika kita dapat belajar pada lingkungan akademik (academic atmosphere) yang bermoral, bermartabat, profesional, dan berakhlak mulia,” kata Dr. Arief Rahmana, ST., MT., yang akan mengikuti Wisuda Gelombang II UPI 2015, 9 dan 10 September 2015 di Gedung Gymnasium UPI Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung.

Doktor lulusan Pendidikan Luar Sekolah pada Sekolah Pascasarjana UPI ini mengemukakan, menempuh studi di UPI membutuhkan kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan kerja tuntas. Tanpa sikap demikian, niscaya kegagalan menghampiri mahasiswa. “Kerja keras berarti kita harus berjuang dengan keras atau bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan. Kerja cerdas berarti kita bekerja sebaik mungkin dengan hasil yang lebih besar untuk usaha yang sama. Atau hasil yang sama dengan usaha yang lebih sedikit. Kerja ikhlas berarti kita harus bekerja dengan hati, dengan niat yang tulus semata-mata untuk ibadah dan mencari keridhaan Sang Pencipta. Kerja tuntas berarti kita harus bekerja dengan semangat, sampai selesai dan tidak setengah-setengah,” kata Arief Rahmana.Arief-2

Arief Rahmana yang menjadi staf pengajar Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Widyatama, Bandung menjelaskan, seberapa pun banyaknya pekerjaan, mahasiswa harus menyelesaikan sampai akhir, sehingga semua pekerjaan memperoleh hasil yang sukses. Ia menyarankan agar mahasiswa menjadikanlah studi di UPI sebagai panggilan jiwa (calling), sehingga tugas-pekerjaan yang dilakukan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan dan identitas pribadi masing-masing.

Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan kerja tuntas, kata Arief Rahmana, bisa dilakukan sepanjang didukung oleh empat kecerdasan, yaitu (a) kecerdasan fisik (physical intelligence), (b) kecerdasan intelektual (inteliligence quotient), (c) kecerdasan emosional (emosional quotient), dan (d) kecerdasan spiritual (spiritual quotient). Kecerdasan fisik pada dasarnya merupakan kecerdasan manusia dalam merawat fisik atau badan ragawi atau jasmaniah. Dengan kecerdasan fisik diharapkan manusia dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lancar tanpa mengalami keluhan atau gangguan yang berarti.

“Kecerdasan intelektual pada dasarnya merupakan kecerdasan berpikir kita untuk memahami dan mengetahui pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat ilmiah, edukatif, dunia pendidikan, dunia nyata yang bisa dilihat dengan mata. Sedangkan kecerdasan emosional pada dasarnya merupakan kecerdasan kita, yang bersumber dari perpaduan antara pikiran dan hati, dalam menyikapi kehidupan yang dihadapinya setiap hari. Kecerdasan ini diperlukan dalam hidup manusia terkait dengan hubungan sesama manusia atau hubungan yang bersifat horisontal, jadi hati memegang peranan penting dalam mengambil sikap,” ujar Arief Rahmana.Arief-3

Dijelaskan, kecerdasan spiritual pada dasarnya merupakan kecerdasan yang berawal dari hati, yang timbul apabila seseorang mempunyai tanggung jawab menjaga hubungan dengan Tuhan. Dengan demikian, dapat diambil benang merah bahwa tanpa kecerdasan fisik, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual niscaya manusia tidak akan mampu bekerja dengan keras, bekerja dengan cerdas, bekerja dengan ikhlas, dan bekerja dengan tuntas.

“Pengejewantahan keempat kecerdasan dalam perjalanan studi di UPI, saya coba kutip dari tulisan Stephen R. Covey dalam bukunya The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness. Saya memandang bahwa konsep Stephen R. Covey dapat kita adopsi dalam meraih kesuksesan studi di UPI,” kata Arief Rahmana.

Kedelapan kebiasaan tersebut adalah (1) Jadilah proaktif (be proactive). Ketika seseorang menjadi mahasiswa, jadilah mahasiswa yang proaktif. Artinya mahasiswa harus mempunyai kebiasaan mengambil inisiatif sendiri tanpa menunggu perintah. Tentu saja proaktif dalam konteks yang positif, misalnya mahasiswa harus mampu belajar mandiri, mencari sumber belajar sendiri, atau proaktif dalam mengembangkan kompetensi masing-masing.

(2) Memulai dengan akhir dalam pikiran (begin with the end in mind). Ketika menjadi mahasiswa, jadilah mahasiswa yang mempunyai visi, misi, dan tujuan yang jelas. Apa visi dalam studi, apa misi dalam studi, dan apa tujuan dalam studi merupakan hal-hal yang perlu ditetapkan, karena dengan visi, misi, dan tujuan yang jelas maka mahasiswa tidak salah melangkah. Selain itu, kebiasaan ini dapat menunjukkan arah dan cara menjalani kerasnya perjalanan studi di perguruan tinggi serta menentukan hal-hal yang penting dalam studi tersebut.Arief-4

(3) Dahulukan yang utama (putting first things first). Ketika seseorang menjadi mahasiswa, ia harus pandai memilih dan memilah. Mahasiswa sebaiknya hanya memilih untuk melakukan hal-hal yang benar-benar penting dan tidak menyia-nyiakan waktu untuk melakukan aktivitas yang tidak penting. “Gunakan waktu kita untuk belajar dan belajar dan janganlah kita gunakan waktu untuk kegiatan yang tidak memberikan dampak positif bagi studi kita. Pandai-pandailah dalam mengelola waktu kita. Jangan sampai waktu berlalu tanpa sesuatu hasil yang dapat kita peroleh. Membaca dan menulis merupakan dua kegiatan yang utama di antara kegiatan lainnya selama studi di sebuah perguruan tinggi,” ujar Arief Rahmana.

(4) Berpikir menang-menang (think win/win). Ketika menjadi mahasiswa, jadilah mahasiswa yang berpikiran positif dan selalu ingin menang atau lebih baik. Berpikir menang-menang membutuhkan kejujuran (adanya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan), integritas (adanya kesesuaian antara perbuatan dan perkataan), kedewasaan (adanya keseimbangan antara ketegasan dan pertimbangan), dan sikap mental berkelimpahan (sebagai lawan dari sikap mental kelangkaan). Misalnya menepati janji, selalu datang tepat waktu saat perkuliahan, menyelesaikan tugas sebaik mungkin adalah beberapa contoh kebiasaan mahasiswa yang memiliki pikiran menang-menang.

(5) Berusaha memahami terlebih dahulu, baru kemudian dipahami (seek first understand, then to be understood). Ketika menjadi mahasiswa, jadilah mahasiswa yang bisa memahami orang lain terlebih dahulu baru minta dipahami atau mengerti, mendengar lebih dahulu baru berbicara. Hormati semua peraturan yang berlaku dan janganlah melakukan penolakan sebelum kita mengetahui duduk persoalannya dengan jelas. “Hormatilah seluruh sivitas akademika yang telah membantu dan mendukung dalam kelancaran studi kita. Tempatkanlah diri kita sebagai insan yang lagi dinilai dan janganlah menempatkan diri kita sebagai insan yang menilai. Jika kita bisa memahami orang lain, tentu saja kita juga akan dipahami oleh orang lain,” ujar Arief Rahmana.

(6) Bersinergi (synergize). Ketika menjadi mahasiswa, kata dia, jadilah mahasiswa yang bisa bekerja sama dengan orang lain, baik dengan teman, dosen, maupun tenaga administrasi lainnya. Bekerja sama secara sinergistik memungkinkan seseorang akan menghasilkan karya yang lebih bernilai daripada dikerjakan sendiri. Berkolaborasi dengan dosen dalam menulis paper, membuat buku, penelitian merupakan kegiatan akademik yang tidak mustahil untuk dilakukan oleh mahasiswa.

(7) Melakukan perbaikan diri secara terus menerus (sharpen the saw). Mahasiswa harus mampu mengasah mental, fisik, spiritual, dan emosional kita untuk keseimbangan dan hasil yang lebih baik. Mahasiswa harus merawat tubuh dengan program latihan yang mengombinasikan daya tahan, fleksibilitas dan kekuatan. Mereka harus memelihara jiwa dengan doa, meditasi, atau mungkin dengan membaca sastra besar atau mendengarkan musik besar/jazz atau orchestra.

(8) Menemukan panggilan jiwa (find your voice). Mahasiswa harus mampu menemukan suara hati yaitu sesuatu yang unik yang dimiliki seseorang yang muncul ketika menghadapi tantangan sangat besar dan tantangan itulah yang menggerakkan kemampuan (talent) dan energi (passion) untuk mewujudkan capaian yang luar biasa (greatness). Tempatkanlah bahwa perjalanan studi merupakan sebuah panggilan jiwa sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pribadi kita.

Arief menekankan, studi di perguruan tinggi menjadi dambaan setiap orang, tetapi tidak setiap orang mendapatkan kesempatan untuk itu. Bagi yang diberikan kesempatan mendapat studi di perguruan tinggi, terutama di Universitas Pendidikan Indonesia, manfaatkanlah kesempatan ini dengan baik. “Masih banyak orang di luar sana yang menginginkan duduk di perguruan tinggi, tetapi karena berbagai keterbatasan akhirnya hanyalah sebuah mimpi bagi mereka,” ujar Arief.

Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan kerja tuntas, kata dia, sebaiknya dijadikan foundasi untuk mengungkit keberhasilan studi di perguruan tinggi. Dengan foundasi tersebut cita-cita yang diimpikan dan dambakan akan terwujud.

“Integrasikan antara kecerdasan fisik, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual harus dijadikan daya dukung dalam implementasi kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan kerja tuntas, untuk keberhasilan studi di perguruan tinggi sehingga pada akhirnya kita akan menjadi insan yang memiliki kapabilitas dan kemartabatan,” kata Arief.

Selama studi di perguruan tinggi, kata dia selanjutnya, mahasiswa perlu menumbuhkan pikiran positif yang mendorong untuk melakukan kegiatan positif. Karena dengan pikiran dan kegiatan positif akan menempatkan seseorang sebagai insan yang bermoral, bermartabat, profesional, dan berakhlak mulia. (Wakhudin/Dodi)