Drama Talaga Warga Ditampilkan Semarak oleh Dapur Seni Biru

talaga warna 2

Cibiru, UPI

Pementasan Drama Musikal Talaga Warna hasil kerjasama antara Dapur Seni Biru UPI Kampus Cibiru dengan SS. Asma Riska Budaya Cicalengka dibuka langsung oleh Direktur UPI Kampus Cibiru Dr. Hj. Asep Herry Hernawan. M.Pd. Sabtu (26/03).

Disutradarai oleh Jemi Trisetiadi , cerita Talaga Warga ini dibuat menjadi tampilan musikal yang lebih segar, menarik dan kental dengan gambaran umum masyarakat saat ini. Panggung dan kostum pemain bernuansa ceria, menambah semarak Aula SD Lab UPI Kampus Cibiru, yang menjadi lokasi pagelaran drama musikal ini.

Cerita Talaga Warna yang dipentaskan oleh Dapur Seni Biru UPI Kampus Cibiru ini, tak jauh berbeda dengan cerita Talaga Warna yang sudah sering kita dengar. Hanya saja ada yang sangat berbeda dari pentas ini yaitu pada awal pementasan, sutradara menampilkan gambaran siswa SMA dengan segala sikap dan tingkah lakunya. Adegan ini, sebagai bahan renungan dan jembatan untuk memulai cerita Talaga Warna yang sesungguhnya.

Pementasan drama diawali dengan adegan pertarungan antara Prabu Suwartalaya (Mulyadi) dengan Makhluk Gaib (Yusan) yang menguasai hutan, kemudian makhluk gaib tersebut kalah dan sebagai imbalannya, mahluk gaib tersebut menawarkan keinginan apa saja agar sang prabu tidak membunuhnya. Sang prabu yang tidak memiliki keturunan selama bertahun-tahun, meminta kepada makhluk gaib tersebut untuk memiliki keturunan sebagai syarat agar ia tidak membunuh makhluk gaib tersebut. Kemudian makhluk gaib pun memberikan ramuan untuk diminum oleh sang prabu dan ratu (Gishela Mutiara) agar mereka memiliki keturunan.

talaga warna 3

Setelah meminum ramuan tersebut, sang prabu dan ratu akhirnya memiliki anak yang bernama Gilang Rukmini (Novia Leli). Berbeda dengan sifat orang tuanya, Gilang Rukmini memiliki sifat yang buruk. Saat ia akan berusia tujuh belas tahun. Rakyat kerajaan mengumpulkan banyak sekali hadiah untuk puteri tercinta, begitupun sang prabu turut serta menyiapkan hadiah berupa perhiasan kalung yang sangat indah.

Rakyat kerajaan sengaja datang berduyun-duyun untuk melihat sang puteri pada hari ulang tahunnya. Mereka ingin melihat kalung yang sangat elok bertaburan batu berwarna-warni itu menghias leher puteri kesayangan mereka. Namun, dihadapan prabu, ratu serta rakyat kerajaan sang puteri tidak ingin memakai kalung tersebut, menyebutnya jelek lalu membuangnya. Lantas ratu, terduduk dan mulai menangis. Lambat laun semua wanita ikut menangis, bahkan para pria pun ikut menitikkan air mata. Mereka tak pernah mengira puteri yang sangat mereka sayangi dapat berbuat seperti itu.

Tiba-tiba di tempat kalung itu jatuh muncul sebuah mata air yang makin lama makin membesar hingga istana tenggelam. Tak hanya itu, seluruh kerajaan tergenang oleh air, membentuk sebuah danau yang luas. Danau itu disebut Talaga Warna.

Dibawah arahan Jemi Trisetiadi dan Devy Nurbaity, pementasan ini menuai banyak pujian serta tanggapan positif dari penonton. Salah satunya dari Anna Febrianty “Pagelarannya sangat bagus, pemain sangat menikmati perannya serta lighting yang disuguhkan luar biasa.”  kemudian dapat terlihat juga dari banyaknya penonton yang melihat pentas Talaga Warna yaitu sekitar 500 penonton yang terbagi dalam 3 sesi pertunjukan.

Devy Nurbaity selaku pimpinan produksi yang ditemui usai pagelaran berlangsung menyatakan kebanggaannya atas pagelaran Talaga Warna ini. Dan mengaharapkan agar ada lagi pagelaran seperti ini untuk tahun depan. (PERSLIMA)

talaga warna 1