Etika Digital

Prof. Dr. H. Suwatno, M.Si.
(Guru Besar Komunikasi  Organisasi FPEB , Direktur Direktorat Kemahasiswaan UPI)

Mengapa Kehidupan Digital perlu diatur? Karena sedikit-banyak kehidupan digital merepresentasikan kehidupan nyata manusia. Ada banyak aktivitas hidup manusia, termasuk yang berhubungan dengan orang lain (interpersonal) maupun publik, yang dilakukan melalui media digital. Tanpa adanya etika dan etiket, kehidupan digital tidak akan sustainable (berkelanjutan). Jadi dapat dikatakan bahwa etika digital merupakan kebutuhan bersama yang harus dijaga, agar kita semua tetap dapat menikmatinya sebagai representasi kehidupan nyata.

Etika digital menjadi semakin jauh lebih penting ketika jumlah “penghuni” media digital (warganet) semakin banyak. Amanda (2021) menyebutkan bahwa jumlah warganet di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Angka yang dikeluarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada semester pertama tahun 2020, mencatat kenaikan 8,9% jumlah pengguna internet di Indonesia dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data menunjukkan bahwa 73,3% penduduk Indonesia adalah pengguna internet yang aktif. APJII juga mencatat lebih dari separuh pengguna internet di Indonesia berada di Pulau Jawa yakni sebesar 56,4 %, lalu diikuti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua. Berdasarkan data APJII, 95,4% pengguna internet di Indonesia menggunakan telepon pintar atau smartphone untuk mengakses internet.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat aktivitas yang paling banyak dilakukan para pengguna internet di Indonesia adalah berinteraksi melalui aplikasi chatting (29,3%) dan media sosial (24,7%). Aktivitas lain yang dilakukan internet adalah mengakses berita, layanan perbankan, mengakses hiburan, jualan daring, belanja daring, layanan informasi barang/jasa, layanan publik, layanan informasi pekerjaan, transportasi daring, game, e-commerce, layanan informasi pendidikan, dan layanan informasi kesehatan (Bukalapak, 2020). Meningkatnya angka pengguna internet berdampak pada meningkatnya pengguna media sosial dan transaksi online.

Untuk itu kita sepatutnya mengenal bagaimana karakteristik media sosial. Media sosial memiliki lima karakteristik yakni (Banyumurti, 2019, dalam Amanda, 2021):

  1. Terbuka: siapapun dimungkinkan untuk dapat memiliki akun media sosial dengan batasan tertentu, seperti usia.
  2. Memiliki halaman profil pengguna. Tersedia menu profil yang memungkinkan setiap pengguna menyajikan informasi tentang dirinya sebagai pemilik akun.
  3. User Generated Content. Terdapat fitur bagi setiap pengguna untuk bisa membuat konten dan menyebarkannya melalui platform media sosial.
  4. Tanda waktu di setiap unggahan. Setiap unggahan yang dibuat diberi tanda waktu, sehingga bisa diketahui kapan unggahan tersebut dibuat.
  5. Interaksi dengan pengguna lain. Media sosial menyediakan fitur agar kita dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya.

Kehidupan dalam media sosial harus diatur, baik melalui peraturan tertulis maupun tidak tertulis. Dalam negara demokratis, memang sebaiknya kehidupan media sosial tidak perlu terlalu banyak aturan tertulisnya. Nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan digital akan tetap terpelihara selama masyarakat digitalnya memiliki literasi dan etika yang memadai dalam menggunakan media sosial.

Menurut Shina (2021), setidaknya ada empat (4) pilar literasi digital, yaitu:

  1. Digital skills (kecakapan digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar mengenai lanskap digital, yakni internet dan dunia maya.
  2. Digital culture (budaya digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
  3. Digital ethics (etika digital), yang salah satunya difokuskan kepada etika berinternet (netiquette).
  4. Digital safety (keamanan digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar mengenai proteksi identitas digital dan data pribadi di platform digital.

Apabila keempat pilar literasi digital tersebut kuat tertanam dalam diri setiap pengguna media sosial, maka kemungkinan kehidupan digital kita akan menjadi lebih baik dan lebih beradab (civilized).

APA ITU ERA DIGITAL?

Dalam bahasa yang sederhana, Era digital adalah masa ketika informasi lebih mudah dan cepat diperoleh serta disebarluaskan menggunakan teknologi digital (Solihin & Suradi (Ed), 2018). Dengan kata lain, era digital (atau kerap disebut pula sebagai era informasi) adalah saat ketika sejumlah besar informasi tersedia secara luas untuk banyak orang, yang sebagian besar tersedia melalui teknologi komputer. Era digital juga ditandai dengan kemajuan teknologi dari perangkat elektronik dan mekanik analog ke teknologi digital.

Shepherd (2004) menjelaskan bahwa Era Digital ditandai dengan transformasi sosial-ekonomi yang intens pada skala yang mirip dengan Revolusi Industri. Kehidupan sehari-hari melibatkan interaktivitas sosial-ekonomi yang lebih bervariasi dari sebelumnya, menyebabkan perputaran pengetahuan sosial ekonomi lebih cepat. Basis pengetahuan Era Digital lebih abstrak dan teoretis daripada di masa lalu, tetapi seringkali juga lebih sepele dan lebih mudah berubah-ubah.

Era digital juga terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang fungsinya semakin mampu memobilisasi pengetahuan, dengan kecepatan lebih tinggi.

Menurut Haris (2016), Era Digital adalah masa dimana terjadi proses pergeseran dari ekonomi berbasis industri ke ekonomi berbasis informasi dengan menggunakan komputer atau perangkat teknologi lainnya sebagai media atau komunikasi. Era digital juga merupakan waktu dimana ada akses yang luas, siap dan mudah berbagi, dan penggunaan informasi yang dapat diakses secara elektronik. Era digital juga disebut sebagai era informasi dan komunikasi karena banyak penelitian dilakukan mengenai pengumpulan, pengolahan dan transfer informasi di era digital.

Di era digital, informasi telah berkembang pesat di seluruh dunia. Banyak teknologi baru telah diciptakan untuk memudahkan tugas sehari-hari maupun transaksi bisnis. Beberapa informasi telah dipindahkan dari format fisik ke format elektronik. Perangkat modern seperti smartphone, komputer mobile, PDA, tablet adalah kreasi di era digital dan sangat vital bagi generasi baru (terutama generasi milenial, generasi Z dan generasi Alpha).

Vorobiova (2021) menjelaskan perkembangan dari era digital (Digital Age). Menurutnya, era digital sejatinya bukan hanya satu hal yang bersifat monolitik melainkan merupakan rangkaian langkah-langkah progresif. Saat ini kita mungkin hanya berada di tengah-tengah transformasi antara era pra-digital dan era pasca-digital. Untuk benar-benar memahami kemajuan ini, penting untuk melihat dari mana era ini berasal, serta ke mana era ini akan menuju.

  1. Pre-Digital

Meskipun fase ini belum terlalu lama, periode teknologi pre digital kerap dilihat sebagai nostalgia. Selama fase ini, ritel masih menjadi sarana utama untuk mendapatkan barang dan jasa. Sementara produk secara bertahap beralih menjadi lebih digital dengan ensiklopedia online dan buku telepon menjadi repositori yang dapat dicari.

  • Mid-Digital

Fase pertengahan digital adalah di mana kita berada sekarang. Banyak organisasi memandang digitalisasi baru sebatas dalam konsep, tetapi mereka belum sepenuhnya memahami bagaimana teknologi digital dapat mengubah banyak hal dalam organisasi.

  • Post-Digital

Di era pasca-digital, internet akan tersedia di mana-mana dan beragam teknologi super canggih seperti mobil pintar dan rumah pintar akan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Konsep pembatasan berdasarkan lokasi akan menjadi tidak relevan. Akan ada kebebasan baru dan tantangan baru di periode ini.

Sumber: Solihin & Suradi (Ed) (2018).

ISU-ISU DALAM ERA DIGITAL

  1. Phising

Phishing adalah upaya untuk mendapatkan informasi sensitif seperti nama pengguna, kata sandi, dan detail kartu kredit (dan terkadang, secara tidak langsung, uang), seringkali untuk alasan jahat, dengan menyamar sebagai entitas yang dapat dipercaya dalam komunikasi elektronik. Phising juga dikenal sebagai Pencurian Identitas.

  • Pelestarian Digital

Di era digital, segala sesuatu seolah akan serba digital. Ini juga berlaku untuk pelestarian digital. Pelestarian digital dengan cepat menjadi salah satu bentuk standar pelestarian untuk perpustakaan, arsip dan bahan fisik pusat informasi. Pelestarian digital adalah pelestarian semua materi digital, baik yang lahir digital, seperti email, situs web, videogame, dan file elektronik lainnya, atau telah didigitalkan dari bahan analog. Tujuan pelestarian digital adalah rendering akurat dari konten yang diautentikasi dari waktu ke waktu.

  • Literasi Digital/Informasi

Literasi digital adalah pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang digunakan dalam berbagai perangkat digital seperti smartphone, tablet, laptop dan PC desktop, yang semuanya dilihat sebagai jaringan daripada perangkat komputasi. Literasi digital pada awalnya berfokus pada keterampilan digital dan komputer yang berdiri sendiri, tetapi fokusnya telah beralih dari perangkat yang berdiri sendiri ke perangkat jaringan.

ETIKA DIGITAL

Siberkreasi & Deloitte (2020, dalam Kusumastuti dkk (2021) merumuskan etika digital (digital ethics) sebagai kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquet) dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Apalagi di Indonesia yang multikultur, maka etika digital sangat relevan dipahami dan dipraktekkan oleh semua warga Indonesia.

K. Bertens (2014, dalam Astuti, 2021) mendefinisikan etika sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Berbeda dengan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat. Jadi, etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Sementara etika berlaku meskipun individu sendirian. Hal lain yang membedakan etika dan etiket ialah bentuknya, etika pasti tertulis, misal kode etik Jurnalistik, sedangkan etiket tidak tertulis (konvensi).

Gambar: Perbedaan Antara Etika dan Etiket Berinternet
Sumber: Astuti (2021)

Di dunia digital kita juga mengenal etiket berinternet atau yang lebih dikenal dengan Netiket (Network Etiquette) yaitu tata krama dalam menggunakan Internet. Hal paling mendasar dari netiket adalah kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.

Pengguna media digital memiliki kemampuan untuk menciptakan dan memberlakukan aturan dan tata krama di internet (netiket), panduan tentang sikap yang sesuai atau yang melanggar netiket, pengetahuan dan pengalaman berinteraksi dan bertransaksi di dunia digital, serta pengetahuan melakukan evaluasi etika digital.

Netiket diperlukan untuk memanajemen interaksi pengguna internet yang berasal dari seluruh dunia. Paling tidak terdapat beberapa alasan mengenai pentingnya netiket dalam dunia digital, antara lain (Astuti, 2021):

  1. Kita semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia digital, jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata
  2. Pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat
  3. Pengguna internet merupakan orang yang hidup dalam anonymouse, yang mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi
  4. Bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis / tidak etis.

RUANG PUBLIK VIRTUAL YANG SESUAI ETIKA DIGITAL

Media sosial merupakan ruang publik virtual yang paling banyak penghuninya. Kaplan dan Haenlein (2010) membagi berbagai jenis media sosial ke dalam 6 (enam) jenis, yaitu:

  1. Collaborative Projects, yaitu suatu media sosial yang dapat membuat konten dan dalam pembuatannya dapat diakses khalayak secara global. Kategori yang termasuk dalam Collaborative Projects dalam media sosial, yaitu WIKI atau Wikipedia yang sekarang sangat populer di berbagai negara. Collaborative Projects ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung citra perusahaan, terlepas dari prokontra soal kebenaran isi materi dalam situs tersebut.
  2. Blogs and Microblogs, yaitu aplikasi yang dapat membantu penggunanya untuk menulis secara runut dan rinci mengenai berita, opini, pengalaman, ataupun kegiatan sehari-hari, baik dalam bentuk teks, gambar, video, ataupun gabungan dari ketiganya. Kedua aplikasi ini mempunyai peran yang sangat penting baik dalam penyampaian informasi maupun pemasaran produk. Melalui kedua aplikasi tersebut, pihak pengguna dengan leluasa dapat mengiring opini masyarakat atau pengguna internet untuk lebih dekat dengan mereka tanpa harus bersusah-susah menyampaikan informasi secara tatap muka.
  3. Content Communities, yaitu sebuah aplikasi yang bertujuan untuk saling berbagi dengan seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana dalam aplikasi ini user atau penggunanya dapat berbagi video, ataupun foto. Sosial media ini dapat dimanfaatkan untuk mempublikasikan suatu bentuk kegiatan positif yang dilakukan oleh satu perusahaan, sehingga kegiatan tersebut akan mendapatkan perhatian khalayak dan pada akhirnya akan membangun citra positif bagi perusahaan.
  4. Social Networking Sites atau Situs Jejaring Sosial, yaitu merupakan situs yang dapat membantu seseorang atau pengguna internet membuat sebuah profil dan menghubungkannya dengan pengguna lain. Situs jejaring sosial memungkinkan penggunanya mengunggah halhal yang sifatnya pribadi seperti foto, video, koleksi tulisan, dan saling berhubungan secara pribadi dengan pengguna lainnya melalui private pesan yang hanya bisa diakses dan diatur pemilik akun tersebut. Situs jejaring sosial sangat berperan dalam hal membangun dan membentuk brand image, karena sifatnya yang interaktif sehingga pengguna dapat dengan mudah mengirim dan menerima informasi, bahkan dapat digunakan sebagai media komunikasi dan klarifikasi yang nyaman antara pemilik produk dengan konsumennya.
  5. Virtual Game Worlds, yaitu permainan multiplayer di mana ratusan pemain secara simultan dapat di dukung. Media sosial ini sangat mendukung dalam hal menarik perhatian konsumen untuk tahu lebih banyak dengan desain grafis yang mencolok dan permainan warna yang menarik, sehingga terasa lebih informatif dan interaktif.
  6. Virtual Social Worlds, yaitu aplikasi yang mensimulasi kehidupan nyata dalam internet. Aplikasi ini menungkinkan pengguna berinteraksi dalam platform tiga dimensi menggunakan avatar yang mirip dengan kehidupan nyata. Aplikasi ini sangat membantu dalam menerapkan suatu strategi pemasaran atau penyampaian informasi secara interaktif serta menarik.

Menurut Shina, dkk (2021), interaksi yang terjadi pada ruang digital harus memperhatikan etika digital yang akan membantu mengatur batasan sikap dan perilaku dalam menggunakan media digital. Jika etika digital tidak diterapkan maka akan terjadi tindakan bullying, berita palsu (hoax), pelecehan seksual, pornografi, ujaran kebencian di dunia digital. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut setiap pengguna internet harus memahami dan menerapkan etika dalam berinteraksi di internet.

Penerapan netiket di ruang digital mempunyai tantangan besar karena etiket dipengaruhi oleh kepribadian dari masingmasing individu dan penguasaan soft skill literasi digital (Kusumastuti et al., 2021). Keberadaan netiket dalam mengatur perilaku pengguna internet di dunia digital dirasa sangat penting mengingat pengguna internet berasal dari berbagai negara yang mana terdapat perbedaan budaya dan bahasa. Berdasarkan sasaran interaksinya, netiket terbagi dalam dua jenis. Pertama, one to one communications, komunikasi antara satu individu dengan individu lainnya melalui suatu dialog. Komunikasi dua arah ini bisa terjadi melalui email, dan pesan pribadi di berbagai media. Kedua, one to many commmunication, komunikasi antar individu dengan beberapa orang. Komunikasi ini terjadi melalui chat di grup atau postingan di media sosial, blog, dan situs web.

Etika tidak hanya tentang kepantasan, melainkan juga menyangkut pertanggungjawaban. Karena apabila kita tidak berhatihati dan menjaga etika saat berinteraksi di media sosial, maka kita akan mendapatkan mudharatnya. Selain itu kita juga akan berhadapan dengan hukum dan menjadi masalah buat kita.

Astuti (2021) menjelaskan bahwa komunikasi dan interaksi di dunia digital dituntut untuk mampu menyeleksi dan menganalisis informasi apa saja yang dapat/boleh disampaikan dengan lawan bicara di dunia digital. Kita harus cermat menyeleksi kaidah menggunakan bahasa yang tepat, misalnya berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, sepantaran usia, atau yang lebih muda baik melalui email atau media sosial, sebaiknya bahasa yang digunakan kita sesuaikan dengan konteks masing-masing. Pada kompetensi ini kita dapat memakainya untuk memilih dan memilah perilaku yang sesuai dengan netiket maupun perilaku yang tidak sesuai dengan netiket.

Seleksi dan analisis informasi Sesuai netiketSeleksi dan Analisis Informasi Tidak Sesuai netiket
Ingat akan keberadaan orang lain di dunia mayaMenyebarkan Berita Hoaks atau berita bohong dan palsu
Taat kepada standar perilaku online yang sama dengan yang kita jalani dalam kehidupan nyataUjaran Kebencian (provokasi, hasutan atau hinaan)
Tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan para pengguna internet lainnyaPornografi (konten kecabulan dan eksploitasi seksual)
Membentuk citra diri yang positifPencemaran Nama Baik
Menghormati privasi orang lainPenyebaran Konten Negatif
Memberi saran atau komentar yang baikModus Penipuan Online (voucher diskon, penipuan transaksi shopping online)
Hormati waktu dan bandwith orang lainCyber Bullying (pelecehan, mempermalukan, mengejek)
Mengakses hal -hal yang baik dan bersifat tidak dilarangPerjudian Online (judi bola online, blackjack, casino online)
Tidak melakukan seruan atau ajakan ajakan yang sifatnya tidak baikCyber Crime, yaitu ancaman keamanan siber (pencurian identitas, pembobolan kartu kredit, pemerasan, hacking)
Sumber: Limbong (2018, dalam Astuti, 2021)

ETIKA BERKOMUNIKASI DI RUANG DIGITAL

Mutiah dkk (2019) menjelaskan bahwa etika komunikasi berhubungan erat dengan bahasa. Simbol, bahasa, atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal, sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis, komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.

Etika berkomunikasi dalam implementasinya antara lain dapat diketahui dari komunikasi yang santun. Hal ini merupakan juga cerminan dari kesantunan kepribadian kita. Komunikasi diibaratkan seperti urat nadi penghubung Kehidupan, sebagai salah satu ekspresi dari karakter, sifat atau tabiat seseorang untuk saling berinteraksi, mengidentifikasikan diri serta bekerja sama. Kita hanya bisa saling mengerti dan memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki orang melalui komunikasi yang diekspresikan dengan menggunakan berbagai saluran, baik verbal maupun non-verbal. Pesan yang ingin disampaikan melalui komunikasi, bisa berdampak positif bisa juga sebaliknya. Komunikasi akan lebih bernilai positif, jika para peserta komunikasi mengetahui dan menguasai teknik berkomunikasi yang baik, dan beretika.

Etika berkomunikasi, tidak hanya berkaitan dengan tutur kata yang baik, tetapi juga harus berangkat dari niat tulus yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran dan empati kita dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi yang demikian akan menghasilkan komunikasi dua arah yang bercirikan penghargaan, perhatian dan dukungan secara timbal balik dari pihak-pihak yang erkomunikasi. Komunikasi yang beretika, kini menjadi persoalan penting dalam penyampaian aspirasi. Dalam keseharian eksistensi penyampaian aspirasi masih sering dijumpai sejumlah hal yang mencemaskan dari perilaku komunikasi yang kurang santun. Etika komunikasi sering terpinggirkan, karena etika Berkomunikasi belum membudaya sebagai urat nadi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Adapun Etika komunikasi yang baik dalam media sosial adalah jangan menggunakan kata kasar, provokatif, porno ataupun SARA; jangan memposting artikel atau status yang bohong; jangan mencopy paste artikel atau gambar yang mempunyai hak cipta, serta memberikan komentar yang relevan

Sumber: Amanda (2021)

Khusus dalam kegiatan jual-beli online, berikut ini beberapa Etika dalam bertransaksi secara daring (Amanda, 2021):

  1. Daftarkan diri baik penjual dan pembeli sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan platform belanja daring yang diinginkan.
  2. Kenali dengan baik seluruh fitur yang tersedia. Fitur-fitur utama yang perlu dipelajari adalah kebijakan penjualan, detail produk, keamanan akun, proses pembayaran dan pengembalian produk yang dijual, pengiriman produk.
  3. Pastikan perangkat digital yang digunakan untuk transaksi daring sudah aman.
  4. Baik penjual maupun pembeli sebaiknya memberikan dan dapat mengakses layanan bantuan yang disediakan e-commerce.

Sementara etika yang perlu diterapkan oleh penjual antara lain (Amanda, 2021):

  1. Jadilah penjual/pelapak barang/jasa yang tidak melanggar hukum.
  2. Jujur mendeskripsikan Informasi mengenai produk yang dijual (tulisan, gambar/foto produk).
  3. Informasi mengenai harga produk yang akan dijual sesuai dengan aslinya
  4. Selalu berusaha membalas calon pembeli yang bertanya atau memberi komen
  5. Melakukan unggahan dengan kata-kata sopan dan tidak mengandung SARA
  6. Balasan terhadap komen tetap sopan dan tidak menyinggung
  7. Bila memberikan promosi, diberitahukan dengan jelas dan masuk akal
  8. Barang/jasa sebaiknya dijelaskan pada spesifikasi produk
  9. Tidak memaksakan pembeli untuk memberi umpan balik yang baik.
  10. Selalu memberikan layanan purna jual.
  11. Bila menjadi reseller, sertakan dalam keterangan Anda.
  12. Bila akan terjadi keterlambatan pengiriman, sebaiknya menginfokan kepada pembeli
  13. Bila barang yang sudah dibayarkan tidak ada maka sebaiknya menginfokan kepada pembeli dengan mengembalikan dana yang telah kita terima.

REFERENSI

Amanda, N. M. R. (2021). Yuk, Kita Berinteraksi dan Bertransaksi Secara Bijak. Dalam Kusumastuti, F. dkk. (2021). Modul Etis Bermedia Digital. Jakarta: Kominfo, Japelidi, Siberkreasi

Astuti, Y. D. (2021). Cerita Netiket Masyarakat Digital. Dalam Kusumastuti, F. dkk. (2021). Modul Etis Bermedia Digital. Jakarta: Kominfo, Japelidi, Siberkreasi

Haris, A. R. (2016). INFORMATION ISSUES IN DIGITAL ERA. Faculty of Information Management, Universiti Teknologi MARA

Kaplan, A. M. & Haenlein, M. (2010). Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons, 53.

Kusumastuti, F., Astuti, S. I., & Kurnia, N. (2021). Pengantar Modul Etis Bermedia Digital. Dalam Kusumastuti, F. dkk. (2021). Modul Etis Bermedia Digital. Jakarta: Kominfo, Japelidi, Siberkreasi

Mutiah, T. dkk. (2019). ETIKA KOMUNIKASI DALAM MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL. Global Komunika, Vol. 1 No. 1, Desember.

Shepherd, J. (2004). Why the Digital Era? Dalam Doukidis, G., Mylonopoulos, N. & Pouloudi, N. (2004). Social and Economic Transformation in the Digital Era. IGI Global Publisher.

Shina, A. F. I., dkk (2021). Modul INDONESIA CAKAP DIGITAL: Pendekatan Integrasi-Interkoneksi Keislaman. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru.

Solihin, A. M. & Suradi (Ed) (2018). Seri Pendidikan Orang Tua: Mendidik Anak di Era Digital (Edisi Revisi). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Vorobiova, A. (2021). The Digital Age: The Era We All Are Living In. Diambil dari https://dzone.com/articles/the-digital-age-the-era-we-all-are-living-in-and-d