Fenomena Didaktis dalam Pembelajaran Matematika

Bandung, UPI

Permasalahan yang mendasar adalah bagaimana kita mendukung keinginan guru untuk memperbaiki pembelajaran di kelas dan bagaimana memberikan contoh-contoh dan gagasan-gagasan yang dapat dimanfaatkan guru secara praktis di dalam kelas. Gagasan fenomena didaktis atau didactical phenomenology dari Freudenthal memberikan inspirasi untuk menggali konten matematika melalui pencarian fenomena yang cocok untuk daerah-daerah di Indonesia.

Pernyataan tersebut diungkapkan Prof. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D., saat memaparkan temuannya mengenai Pengenalan dan Pengembangan Fenomena Didaktis dalam Pembelajaran Matematika dalam acara Pidato Pengukuhan Guru Besar di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Gedung Achmad Sanusi Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (8/8/2018). Prof. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D., diangkat dalam Jabatan Akademik Profesor atau Guru Besar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 1711/A2.3/KP/2017, dalam bidang Ilmu Pendidikan Matematika.

Dijelaskannya,”Menurut Freudenthal tentang konsep, struktur, dan gagasan matematika telah ditemukan sebagai alat untuk mengatur fenomena dunia fisik, sosial, dan mental. Fenomena matematis konsep, struktur, dan gagasan bermakna menjelaskan dalam kaitannya dengan fenomena yang digunakan untuk menemukan, untuk memperluas proses belajar dan sepanjang proses ini berkaitan dengan proses belajar generasi muda. Fenomena didaktis menurut Freudenthal adalah jalan untuk memperlihatkan kepada guru tempat-tempat di mana siswa melangkah untuk memasuki proses belajar. Karenanya fenomena didaktis dijadikan sandaran filosofis untuk mengembangkan kemampuan guru mengajar matematika kepada siswa.”

“Terkait Pengenalan dan Pengembangan Fenomena Didaktis dalam Pembelajaran Matematika, saya uraikan dalam 5 hal sebagai representasi dari sejumlah temuan yang peroleh melalui berbagai kesempatan pengembangan profesi guru, pertama pengalaman penelitian bambu saat saya masih duduk di bangku SMA merupakan inspirasi awal untuk memasuki dunia ilmiah dan membangun sikap ilmiah. Kedua membuka diri dalam open-lesson di kegiatan WALS-2014, temuan menarik fenomena didaktis yang diangkat dari Juring dan Kerucut, dalam membangun konsep fungsi dan penentuan nilai maksimum.  Ketiga, mengajar matematika berbasis sains menggunakan ragam larutan gula dengan berbagai persentase (%)  untuk melihat kecenderungan bahwa semakin kental larutan gula maka semakin tidak baik untuk kesehatan dan menghasilkan fenomena grafis serupa asymtotis, yang dimaknai siswa sebagai kematian. Keempat, fenomena kotak persegi panjang dan diagonalnya digunakan untuk untuk membangun hubungan m*n = m+n – FPB (m,n). (NCTM, 2000). Serta kelima, konsep grup dalam struktur aljabar yang muncul dalam makanan tradisional Bunga Seroja.

Pengembangan fenomena didaktis dalam konteks penelitian yang saya jalani ini sebagian besar ditempuh melalui lesson study, ujarnya. Kebiasaan guru yang enggan dilihat orang lain saat mengajar ternyata telah berangsur-angsur berubah sekurang-kurangnya, paling tidak, dirasakan oleh para guru yang mengikuti kegiatan lesson study.

Dikatakannya,”Dengan banyaknya fenomena yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran matematika, mendorong para pengembang, para desain pembelajaran dan para pendidik untuk sama-sama membangun kesadaran dan mengimplementasi-kannya dalam pendidikan matematika.”

Terdapat sejumlah strategi dalam memberikan bantuan terhadap guru-guru dalam konteks pengembangan profesinya, lanjutnya. Misalkan, upaya pilot study dalam implementasi pembelajaran sehubungan dengan langkah-langkah awal pelaksanaan lesson study, pengenalan program pembelajaran matematika realistik, pelaksanaan lesson study, serta upaya pemeliharaan untuk kelangsungan program (sustainability) dan pendampingan sebagaimana disarankan Direktorat SMP-Depdikbud. (dodiangga/humasupi)