Generasi Muda: Agen Pendidik Politik Beradab

Oleh: Dadan Rizwan Fauzi

Mahasiswa PKn Pascasarjana UPI

Jauh sebelum istilah politik muncul, manusia sebenarnya telah melakukan atau terlibat aktif dalam proses politik. Politik berlangsung ketika sebuah komunitas masyarakat mengelola sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan bersama. Kebutuhan setiap individu yang harus dipenuhi pada kenyataannya dihadapkan pada permasalahan keterbatasan sumber daya. Sumber daya yang terbatas tidak dapat memenuhi kebutuhan semua orang.

Agar tidak terjadi konflik, masyarakat kemudian sadar bahwa harus terdapat orang-orang terpilih yang memegang kekuasaan untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Ketika kebutuhan setiap orang tidak dapat dipenuhi, harus dapat dirumuskan keputusan terbaik yang mampu memuaskan semua pihak. Berdasarkan proses ini politik dapat didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan yang diarahkan untuk mengelola sumber daya yang terbatas dalam rangka mencapai keputusan terbaik demi kebahagiaan semua pihak.

Secara lebih komprehensif, definisi politik ini terkonfirmasi dari unsur-unsur politik yang disampaikan oleh Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Politik”. Budiardjo menjelaskan bahwa politik mencakup beberapa unsur yaitu negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan serta alokasi dan distribusi. Sejalan dengan itu, Rod Hague juga  mengatakan bahwa “Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut, politik dapat dirumuskan sebagai proses pengambilan keputusan oleh negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk menghasilkan kebijakan yang bersifat kolektif dalam rangka melakukan alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas ditengah perbedaan. Definisi politik tersebut menempatkan dasar etika yang tinggi karena kepentingan bersama menjadi orientasi utama dari proses politik, maka hal tersebut dapat disebut sebagai proses politik yang mulia atau beradab.

Politik Beradab ditengah Praktik Pragmatis

Saat ini untuk sebagian kalangan masyarakat Indonesia, politik merupakan hal yang kurang disukai, bahkan dibenci. Hal ini dikarenakan, prilaku para politikus yang tidak konsisten antara yang diucapkan dengan tindakan dilapangan. Selain itu banyak politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut harta negara (korupsi), baik ditataran eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Hal ini menyebabkan timbulnya sikap apatisme dimasyarakat, mereka terjatuh kedalam jurang kehidupan yang hedonis, dan malas, sehingga menimbulkan munculnya pemaknaan politik pragmatis dikalangan masyarakat.

Pemaknaan politik pragmatis ini kian meluas seiring praktik pragmatis yang marak dilakukan oleh para politisi. Media menjadi aktor utama yang memiliki peran signifikan pada proses tersebut. Bagi media, praktik-praktik politik pragmatis seperti korupsi, penerimaan suap, gratifikasi, dan lain sebagainya menjadi materi berita yang bernilai jual tinggi. Pemberitaan politik yang terus dilakukan media pada akhirnya membentuk opini publik bahwa proses politik hanya terbatas pada usaha akomodasi kepentingan pribadi.

Berdasarkan praktik yang berlangsung dan terus berkembang, politik selalu dikaitkan dengan usaha politisi atau pemegang kekuasaan untuk memenuhi kepentingan pribadi semata. Proses politik hanya diarahkan untuk mengakomodasi kepentingan, kebutuhan, kebahagiaan dan kesejahteraan individu sehingga sering disebut sebagai proses yang pragmatis. Pola pikir yang kemudian diterima sebagai kebenaran oleh masyarakat luas yaitu politik adalah proses yang ‘kotor’ dan tidak bermanfaat bagi kesejahteraan umum. Politisi juga dipandang sebagai aktor yang tidak memiliki dasar moral yang baik atau dapat dikatakan tidak beradab.

Perilaku para politisi yang berfokus pada kepentingan pribadi secara tidak langsung mendidik publik untuk menerima pemahaman bahwa politik adalah proses yang sangat pragmatis. Pada akhirnya proses ini mengaburkan definisi dan praktik politik beradab. Pandangan bahwa politik secara etis dilaksanakan untuk tujuan yang mulia justru tergantikan oleh pandangan umum bahwa politik itu ‘jahat’ dan hanya bermanfaat bagi para penguasa.

Peran Strategis Generasi Muda

Ditengah dominasi media dalam menyebarluaskan paham politik pragmatis, terdapat harapan pada generasi muda untuk menghadirkan kembali makna politik normatif dan praktik politik beradab. Harapan ini muncul saat mereka semakin jenuh dengan praktik politik yang menempatkan kepentingan-kepentingan individu di atas kepentingan umum. Asa tersebut juga menguat seiring perkembangan bentuk-bentuk partisipasi dan berbagai gerakan politik informal yang digagas oleh generasi muda.

Peran generasi muda sebenarnya tidak hanya terbatas pada partisipasi politik. Lebih dari itu, mereka memiliki peran yang sangat strategis dalam menyebarkan makna politik beradab. Generasi muda bahkan dapat disebut sebagai poros terdepan dalam gerakan revolusi budaya politik di tengah masyarakat. Mereka menjadi tumpuan perubahan pola pikir politik dari pemaknaan pragmatis ke pemaknaan normatif.

Peran strategis generasi muda dalam memberikan pendidikan politik beradab dapat dilihat dari fenomena kemunculan pemimpin-pemimpin muda. Golongan muda kian marak mengisi pos pimpinan politik di tingkat daerah. Gubernur, wali kota, bupati serta anggota DPRD saat ini mulai dijabat oleh politisi dengan rentang usia 30-40 tahun. Pada tahun 2012, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) pernah mencatat rekor bupati berusia 26 tahun sebagai bupati termuda di Indonesia.

Gelombang kemunculan pemimpin muda di Indonesia menjadi cerminan bahwa saat ini generasi muda semakin dipercaya oleh publik. Golongan muda dinilai mampu membawa perubahan kesejahteraan dan dipandang memiliki dasar etika yang lebih baik dalam berpolitik. Melalui teladan perilaku politik pemimpin muda, masyarakat semestinya mulai sadar dan terdidik bahwa proses politik tidak hanya terbatas pada usaha mengakomodasi kepentingan pribadi namun merupakan proses perjuangan kepentingan bersama.

Di era teknologi yang maju pesat seperti saat ini, generasi muda menjadi golongan masyarakat yang paling dekat dengan media. Kaum muda adalah kelompok masyarakat yang paling ‘melek’ teknologi. Media berbasis teknologi yang terus berkembang, termasuk berbagai bentuk media sosial, selalu dapat diakses dan dimanfaatkan oleh generasi muda. Melalui kreativitas dan aplikasi teknologi pada media, golongan muda dapat dengan mudah menyebarkan pesan dan memberikan keteladanan bahwa politik tidak selamanya buruk namun sangat bermanfaat bagi pencapaian tujuan kesejahteraan umum.