Ghosting Campus

Istilah ghosting menjadi viral dalam beberapa pekan terakhir ini.  Bukan hanya karena Kaesang Pangarep dituding melakukan ghosting terhadap Felicia Tissue, gadis pujaan hati yang telah beberapa tahun dipacarinya. Ghosting lebih merupakan bahasa gaul yang banyak digunakan kawula muda dalam bersosial media. Kata ghosting  dimaknakan sebagai prilaku menjauh atau tiba tiba menghilang dari kehidupan seseorang tanpa mengirimkan kabar. The practise of ending a personal relationship with someone by suddenly and without explanation withdrawing all communication. (Google, 2021).

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat atau berorganisasi prilaku ghosting bisa terjadi kapan saja, oleh siapa saja dan kapan saja . Komunikasi dua arah menjadi tersumbat. Pesan tak tersampaikan, karena keran komunikasi ditutup rapat. Oleh karena itu prilaku ghosting bisa sangat merugikan bagi pihak yang menjadi korban ghosting. Walau ada sejumlah alasan mengapa seseorang melakukan ghosting.

Dalam mengamati hangatnya  kehidupan politik di Tanah air benih ghosting poliltics kerap terjadi. Sikap mengacuhkan kepada mitra. Strategi pembiaran.  Atau menutup keran dialog mana kala ada kekisruhan adalah embrio terjadinya ghosting politics di tubuh partai. Oleh sebab itu saling percaya, komitmen diri, kolaborasi, saling hormat menghormati, dan taat hukum merupakan tips terbaik agar terhindar dari prilaku ghosting yang bisa merugikan semua pihak. Adanya kekisruhan di suatu partai politik, yang saat ini terjadi, jangan jangan karena kurang hiraunya pemimpin partai terhadap struktur di bawahnya. Inilah embrio prilaku ghosting yang bisa merugikan. Ia akan berkembang menjadi bola api liar. Kepemimpinan kembar suatu partai politik, misalnya, bisa jadi akibat bola liar dari benih  ghosting politics  yang tidak dikelola dengan baik. Gerakannya merajalela tanpa arah.

Bagaimana dengan perilaku ghosting di dunia persekolahan atau perguruan tinggi ? Ghosting in campus bukan dimaknakan  berseliwerannya mahluk halus atau ghosts di kampus. (Ross 2019) mengidentifikasi ghosting  kampus lebih sebagai students who passively disengage from classroom learning usually go unnoticed by the teachers. Menurun atau hilangnya keterlibatan dan komitmen siswa dalam belajar. Hal ini harus segera diantisipasi para guru dan dosen. Jangan biarkan siswa atau mahasiswa “menghilang” dalam aktifitas akademik di kelas.

Lebih lanjut Ross (2019) menyarankan ada tiga pendekatan pedagogis yag patut dilakukan. Yaitu       connective, participatory, and differented pedagogies. Kondisi pembelajaran di tengah pandemik yang dilaksanakan secara learning from home, bisa jadi meluasnya wabah gosthing. Pembelajaran daring menjadi berresiko apabila lunturnya perhatian  dan komitmen guru dan dosen dalam pembelajaran virtual. Kemungkinan terjadi deficit competencies akan semakin nyata.

Dalam perspektif manajemen, mengabaikan  masukan atau usulan dari pemangku kepentingan adalah ciri lain dari prilaku pimpinan yang ghostly. Ini juga bisa mengganggu lancarnya roda manajemen organisi. Itulah sisi lain dari fenomena ghost yang menjadi trending topic  dalam beberapa pekan terakhir ini. Selamat santai sahabat (Dinn Wahyudin)