Kajian Subuh (Q.S. Saba’ ayat 15)

Kajian subuh bersama Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd. kali ini membahas tentang Q.S. Saba’ ayat 15 sebagai upaya untuk memahami makna dari Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr dalam kehidupan. Maka dari itu, penjelasan beliau berikut ini bisa dijadikan bahan rujukan oleh umat Islam dalam memahami hal tersebut.

Dilansir PORTAL BERITA UPI dari unggahan di kanal YouTube TVUPI Digital pada Minggu, 10 Oktober 2021/4 Rabi’ al-Awwal 1443 H menjelaskan tentang hal tersebut.

لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌ ۚجَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗبَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ ١٥

Artinya: Sungguh, pada kaum Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun.” (Q.S. Saba’: 15)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ali bin Rabah, bahwa Farwah bin Maslik Al-Ghathafani menghadap kepada Rasulullah dan kemudian berkata bahwa di zaman jahiliyah terdapat kaum Saba’ yang gagah dan kuat sehingga Farwah takut sekiranya mereka menolak untuk masuk Islam dan meminta izin untuk memerangi mereka kepada Rasulullah Saw., namun Rasulullah Saw. menjawab bahwa beliau tidak diperintah apa-apa berkenaan dengan kaum Saba’. Maka turunlah surah Saba’ ayat 15 sampai 17 yang melukiskan keadaan kaum Saba’ sesungguhnya.

Imam Ibnu Katsir kemudian menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa Saba’ adalah sebutan bagi raja-raja di Negeri Yaman dan penduduknya yang dimana dulu mereka berada dalam kenikmatan dan kebahagiaan serta mendapatkan kelapangan rezeki. Kemudian Allah Swt. mengutus kepada mereka para rasul yang menyeru agar mereka bersyukur kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya serta beribadah kepada-Nya. Namun mereka malah berpaling dari apa yang telah diserukan sehingga mereka dihukum dengan datangnya banjir bandang yang kemudian mengakibatkan mereka menjadi terpencar-pencar di banyak negeri. Dari kisah tersebut dapar kita ambil sebuah nilai-nilai pendidikan bahwa hendaknya kita untuk selalu ikhlas dalam beribadah; memiliki akhlak yang mulia; seimbang dalam urusan dunia dan akhirat; serta senantiasa bersyukur kepada Allah Swt.

Adapun hikmah pada ayat ini adalah Negeri Saba’ yang indah adalah tanda kekuasaan Allah Swt; terdapat tiga tips hidup bahagia; dan Allah maha menghendaki untuk menjadikan Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr yang menurut Asy-Syaukani dalam tafsirnya Baldatun Ṭayyibatun memiliki makna sebagai negeri yang baik, karena banyaknya pohon  dan buah-buahan yang bagus. Sedangkan Rabbun Gafūr menurut Imam ath-Thabari dalam tafsirnya memiliki makna bahwa Rabb kalian adalah Rabb Yang Maha Pengampun jika kalian menaati-Nya. Di dalam Tafsir fi Zilal Al-Qur’an terdapat makna dari Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr yang disampaikan oleh Sayyid Quthub sebagai negeri yang mendapatkan kemakmuran di bumi dan di akhirat. Berdasarkan beberapa pendapat dari tafsir tersebut, dapat dikatakan bahwa Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr berarti kondisi negeri yang menjadi dambaan dan impian bagi seluruh umat manusia.

Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr memiliki bebrapa kriteria diantaranya yakni: Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya; Negeri yang subur dan makmur, tetapi penduduknya tidak lupa untuk bersyukur; Negeri yang seimbang antara kebaikan jasmani dan rohani penduduknya; Negeri yang aman dari musuh, baik dari dalam maupun dari luar; Negeri yang maju dalam ilmu agama maupun ilmu dunia; Negeri dengan penguasa yang adil dan saleh serta penduduk yang hormat dan patuh; Negeri yang di dalamnya terjalin hubungan harmonis antara pemimpin dan masyarakatnya.

Beliau juga menambahkan bahwa terdapat beberapa cara atau upaya untuk mewujudkan Negeri yang Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr yakni: Beriman dan bertakwa kepada Allah Swt; Ikhlas beribadah kepada Allah Swt.; Akhlak penduduknya yang mulia; Sifat amanah yang menyebar dan membumi; Bertaubat meraih ampunan Allah Swt.; Bersyukur kepada Allah Swt atas semua nikmat; dan Tidak mengingkari nikmat-nikmat Allah Swt. (Cikal Aktar Muttaqin)