Kuliah tak Tinggi, Hanya Menjadi Buruh Pabrik

Bandung, UPI

NET
NET

Bekerja sebagai buruh di kota besar tidaklah mudah, apalagi harus menanggung beban harga kebutuhan pokok yang terus melangit akibat kenaikan harga bahan bakar bakar minyak (BBM). Meskipun dia bekerja memproduksi brownis yang manis, tapi hasilnya tidak semanis kue yang kini menjadi ikon Kota Bandung itu.

“Bekerja di bagian produksi lebih berat dibandingkan di bagian penjualan. Sebab, tekanan udaranya lebih kencang. Di bagian penjualan udaranya lebih segar. Di gerai penjualan cenderung lebih nyaman dan terasa dingin ruangannya,” ujar Yusep.

Upah yang didapat jika dihitung memang tidak dapat mengakomodir kebutuhannya, kata dia. Namun pria ini seakan tidak mempunyai pilihan, selain bekerja di sini. Dia sulit mencari pekerjaan baru dewasa ini dengan keadaan yang serba kompetitif dengan pendidikan yang rendah dan umur yang sudah tidak muda lagi.

Dilihat dari kehidupan sehari-harinya, pria ini menggunakan motor. Itu pun hasil kredit selama tiga tahun. Gajinya masih tak sesuai dengan pekerjaan yang sangat menyita tenaga maupun waktunya. Tapi, pria ini mengerti keadaan perusahaan yang hanya memberi upah minimum daerah .

“Begitulah rutinitas saya setiap hari, harus berangkat dari rumah setiap hari dari pagi sampai malam hari kerja di pabrik yang kondisinya panas. Tapi kalau tidak begini ya saya tidak dapat gaji” ujarnya.

Pria berumur 28 tahun ini adalah pemuda yang berasal dari Kota Banjar yang memulai kehidupannya dengan merantau dan sempat kuliah perhotelan hingga D1 di salah salah satu sekolah perhotelan swasta di Bandung. Namun menjadi pegawai di pabrik kini mulai dinikmati walaupun sering mengeluh.

Baginya, tak gampang menjadi pekerja pabrik. Ia harus mampu memutar otak agar gajinya  bisa mencukupi semua kebutuhan hidup. Meskipun pendapatannya sebagai pekerja pabrik jika dihitung terlihat banyak, tetapi sebenarnya upah yang didapatkannya tak sebanding dengan usaha dan tekanan yang harus dijalaninya setiap hari. Jam kerja yang tidak menentu kadang mengganggu kesehatan

Arti Penting Pendidikan

Meskipun ia hanya pegawai pabrik, pria berumur 28 tahun ini merasa menyesal karena ketika dahulu setelah lulus SMA tidak mencoba melanjutkan kuliah yang lebih tinggi, selain D1. Pria ini memang tidak sepenuhnya menyalahkan pendidikan sebagai satu-satunya modal seseorang bekerja, namun ia menegaskan bahwa tekat dan usaha lah yang benar-benar menentukan keberhasilan seseorang.

Sedikit bercerita tentang  keadaan  kampungnya, pria ini mengatakan bahwa dari ratusan anak muda di desa, bisa dihitung dengan jari yang mau meneruskan pendidikannya. Mereka tidak mengerti arti penting pendidikan. Sebagian dari orang tua masih belum mengerti akan pentingnya menuntut ilmu, begitu juga dengan anak-anaknya. Yang terlintas di pikiran mereka hanya bagaimana mendapatkan kerja bermodalkan ijazah SMA.

Menurutnya, menuntut ilmu sampai setinggi-tingginya itu penting. Orang yang berilmu dan dapat bermanfaat bagi masyarakat akan mempunyai derajat tersendiri pikirannya. Pria ini menjelaskan bahwa pada dasarnya pekerjaan setiap manusia itu kembali pada nasib dan takdir namun dia juga meyakini bahwa nasib dapat diubah jika manusianya selalu berusaha yang terbaik. (Fauzi Praja R., mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)