Mahasiswi PGSD UPI Kampus Cibiru Goes To Tokyo
|Mahasiswi PGSD UPI Kampus Cibiru, Ayu Saraswati mengikuti program belajar pendek (short courses) di Tokyo, Jepang, yang dilaksanakan pada tanggal 17-21 September 2018. Ayu terpilih sebagai final awardee dari program IFSEE (Islamic Fellowship for Student Exchange and Empowerment) Japan 2018 yang diselenggarakan oleh Medina Assalam Association. Keikutsertaan Ayu turut didukung oleh program studi PGSD UPI kampus Cibiru.
Hari pertama pelaksanaan program adalah keberangkatan para final awardee yang berasal dari berbagai kampus di Indonesia menuju bandara internasional Narita sebagai meeting pointnya. Kemudian, dihari kedua pelaksanaan program ini memiliki tema “Incredible Cultural & Society Involvement”. Setelah para final awardee berkumpul, mereka berangkat menuju Asakusa untuk check-in tempat menginap selama keberjalanan program. Di Asakusa, para final awardee lebih banyak mengamati sosial kultural orang-orang Jepang dan mencoba untuk bersatu dan berinteraksi dengan penduduknya. Di Asakusa, ada beberapa tempat yang seringkali dikunjungi oleh turis maupun oleh penduduk Jepang itu sendiri. Di dekat hostel tempat menginap, ada jejeran toko yang memiliki blok-blok tertentu sehingga tidak akan sulit menemukan penduduk asli Jepang yang berprofesi sebagai pengusaha. Tidak jauh dari sana pun, ada stasiun kereta yang nantinya akan digunakan peserta untuk melaksanakan program.
Sedangkan, dihari ketiga yang bertema “Valuable Exchange and Exploration”, para final awardee memiliki tiga buah agenda, yakni kunjungan ke The University of Tokyo, ke Tokyo Stock Exchange dan ke Okachimachi (Assalam) Mosque. Selama perjalanan, mereka dipimpin oleh PIC yang berasal dari mahasiswa S2 The Univesity of Tokyo, selama kurang lebih 1 jam perjalanan menggunakan kereta dan berjalan kaki untuk sampai di The University of Tokyo. Kampus yang cukup besar, luas, hijau dan cantik itu telah memberi kesan tersendiri di hati para final awardee. Seperti yang kita tahu bahwa UTokyo ini merupakan salah satu kampus prestise se-Asia yang memiliki kurang lebih 2.100 mahasiswa asing dari total sekitar 28.000 mahasiswa.
Di sana, para final awardee mendapatkan beberapa penjelasan mengenai kampus UTokyo dan bertemu dengan mahasiswa asal Indonesia yang sedang berkuliah di sana untuk mendapatkan pengetahuan baru. Pada jam makan siang, Ayu berkesempatan untuk masuk ke dalam kantin UTokyo dan menyaksikan bagaimana megah, bersih dan disiplinnya kantin UTokyo ini. Ada dua bagian kantin, yakni kantin yang berada di atas, dan kantin yang berada di bawah. Jika diamati, kantin ini lebih mirip aula dibandingkan sekadar kantin saking megah dan rapinya. Ada perbedaan antara kantin atas dan kantin bawah, yakni di kantin bawah ada beberapa makanan yang halal untuk dikonsumsi bagi mahasiswa muslim. Sistem yang digunakan oleh kantin UTokyo ini seperti prasmanan yang terdiri dari berbagai kedai dengan memiliki alur khusus.
Pertama-tama, para mahasiswa mengambil nampan dan memesan makanan yang tertera di bagian papan kedainya. Tak lama kemudian, makanan datang dan diletakkan di atas nampan. Kemudian, para mahasiswa dialurkan untuk menuju kasir. Pembayaran makanan di kantin ini memiliki dua jalur, yakni jalur non-cash dan jalur cash. Semua pegawai kantin dan petugas kasirnya kompak menggunakan pakaian putih-putih, sarung tangan beserta penutup kepala mencirikan betapa higienis kantin UTokyo ini. Bahkan Ayu tidak menemukan sampah sama sekali tercecer di lantai ataupun di meja tempat makan para mahasiswa. Setelah membayar makanan, di sebrang sana, yakni di dekat dinding, disediakan meja khusus tempat bumbu-bumbu tambahan jika ingin disatukan dengan makanan yang kita pesan dan para mahasiswa bisa mengambil air minum secara free menggunakan gelas yang disediakan. Setelah para mahasiswa selesai menyantap makanan, ada tempat khusus untuk menyimpan wadah-wadah makanan tersebut. Tempat tersebut berasal dari mesin yang senantiasa bergerak. Nampan yang berisikan wadah-wadah kotor bekas makan tersebut disimpan di atas mesin, dan secara otomatis mestin tersebut akan bergerak menuju dapur tempat pencucian piring. Canggih sekali bukan? Bahkan sangat jarang ditemukan mahasiswa yang tidak menghabiskan makanannya. Kebanyakan dari mereka menghargai jasa para koki dengan menghabiskan makanannya tanpa sisa.
Setelah kunjungan tersebut, para final awardee berangkat menuju Tokyo Stock Exchange. Agak sulit menemukan gedung Tokyo Stock Exchange ini, sebab berada di dalam sebuah jalan yang tidak begitu terekspos. Di Tokyo Stock Exchange, Ayu mempelajari sejarah bursa saham Jepang, bagaimana pada akhirnya Tokyo Stock Exchange ini merger dengan Osaka Securities Exchange dan menjadi bursa saham terbesar ketiga di dunia. Di kantor tersebut, mereka dibimbing oleh guide yang berasal dari perusahaan tersebut, yang bernama Mrs. Yumi Honda. Ada banyak pengetahuan baru yang Ayu dapatkan soal perekonomian di Jepang termasuk hal kecil lainnya semisal mengapa negara Jepang dan Cina menggunakan warna merah sebagai penunjuk surplus dan warna hijau sebagai penunjuk defisit, terbalik dengan negara Indonesia dan beberapa negara lainnya. Ternyata ini ada kaitannya dengan kepercayaan mereka terhadap Feng Shui. Secara live, di kantor perusahaan tersebut ada tempat khusus yang penampilkan digit surplus maupun defisit yang bisa disaksikan setiap waktu untuk melihat perkembangan serta update terbarunya.
Siang ke sore hari, Ayu berpindah ke wilayah Okachimachi menuju masjid Assalam untuk melaksanakan shalat dzuhur dan ashar sekaligus mengadakan pertemuan dan diskusi dengan imam masjid beserta pengurusnya untuk mengetahui bagaimana kondisi muslim di Jepang saat ini. Adalah Muhamed Nadzir, pengusaha besar asal Sri Lanka yang telah bertahun-tahun tinggal di Jepang sebagai imam masjid Assalam. Beliau menyambut dengan hangat kedatangan para final awardee IFSEE ini. Selama kurang lebih 2 jam mengadakan diskusi, akhirnya didaptkan kesimpulan bahwa dari tahun ke tahun jumlah penduduk Jepang yang memeluk Islam semakin banyak. Pak Muhamed Nadzir menuturkan bahwa, “tidak ada alasan bagi orang Jepang untuk memeluk Islam. Mereka tertarik begitu saja untuk datang ke masjid untuk bertanya dan mempelajari Islam. Ini adalah hidayah dari Allah. Jika bukan karena pernikahan dengan para pendatang seperti dari Negara Malaysia, Indonesia, Turki, dan yang lainnya, orang-orang Jepang cenderung tertarik untuk mempelajari Islam. Mereka menyukai Islam sebab prinsip-prinsip yang mereka pegang ada pada ajaran Islam seperti kebersihan, kedisiplinan, aturan hubungan antar manusia, dan yang lainnya.”
Ayu berhasil mendapat wawasan serta pemahaman baru dari hasil diskusi tersebut. Ada pun salah seorang staff masjid Assalam berasal dari Yogyakarta, Indonesia yang tengah menempuh pendidikan S2 di Tokyo. Staff tersebut bernama Muhammad Bastian Nur. Pak Bastian Nur menyampaikan bahwa selama ini adzan di masjid Assalam ini tidak pernah dikumandangkan menggunakan speaker luar masjid karena khawatir mengganggu kenyamanan penduduk sekitar masjid. Selain itu, setiap hari raya Idul Adha tidak pernah ada pemotongan hewan qurban sebab tidak ada lahan yang cukup untuk melaksanakannya, dan setiap shalat jum’at, jama’ah shalat bisa sampai ke luar masjid, memenuhi jalanan raya sekitar masjid. Seringkali pula dijaga dan dibantu oleh polisi setempat agar terjaga ketertibannya.
Terakhir, dihari keempat, yakni “Farewell” dilaksanakan di Ueno Park sekaligus pembagian sertifikat dan perpisahan. Ada yang unik ketika Ayu berada di Ueno Park. Yaitu, ada banyak burung gagak yang turun ke tanah untuk berinteraksi dengan orang-orang di taman. Kebanyakan gagak itu meminta makanan dari para pengunjung atau sekadar bertengger di dahan pohon-pohon sekitaran taman. Selain itu, Ayu melihat pemandangan menarik ketika beberapa pekerja kantoran di Jepang mengantri untuk membuang puntung rokok. Kebetulan, tempat sampah untuk puntung rokok disediakan khusus atau ada tempatnya sendiri. Berbeda dengan di negara Indonesia yang tidak dipisahkan antara sampah yang beragam dengan puntung rokok. Saat itu petugas kebersihan sedang mengangkut sampah puntung rokok dan mengganti wadah sampahnya dengan yang baru, para pekerja tersebut berdiri mengantri sambil menyesapi rokoknya bersabar menanti petugas kebersihan selesai mengganti wadah sampahnya. Kebanyakan orang-orang Jepang merokok di tempat yang terbuka. Tidak di ruangan atau di tempat sembarangan. Pernah saat pertama sampai di bandara internasional, Ayu melihat ada ruangan khusus merokok yang tempatnya terbuat dari kaca tembus pandang dan tertutup. Banyak orang di sana merokok sambil berdiri sementara asap dari rokok tersebut mereka hisap sendiri. Sekali lagi berbeda dengan kebanyakan wilayah di Indonesia yang belum menyediakan ruangan khusus merokok tersebut.
Pada tanggal 21 September 2018 Ayu pulang ke Indonesia dengan selamat dan membawa banyak pengetahuan serta pembelajaran baru yang siap dibagikan kepada teman-teman sesama mahasiswa UPI kampus Cibiru. Harapannya, selanjutnya akan ada banyak mahasiswa-mahasiswa lain yang tergerak dan terinspirasi untuk mengikuti event-event lomba ataupun program baik berskala nasional maupun internasional. Tujuannya, agar mahasiswa UPI kampus Cibiru bisa lebih maju dan mau melatih skillnya baik dibidang akademik maupun non-akademik agar terbentuk calon guru yang kompeten lagi kaya akan pengalaman belajarnya sebagai modal untuk memperbaiki peradaban bangsa Indonesia. Semoga. (Laporan Ayu Saraswati)