Menelusuri Strategi Berdakwah dengan Ḥikmah, Mauiẓah Ḥasanah dan Mujādalah

Bandung, UPI

Minggu (7/11), kaum muslimin mempunyai kewajiban untuk berdakwah atau mengajak kepada jalan Allah dengan melakukan penyiaran agama dan pengembangan di kalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama sesuai dengan apa yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Maka dari itu penjelasan Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd. berikut bisa dijadikan bahan rujukan oleh umat Islam dalam Menelusuri Strategi Berdakwah dengan Ḥikmah, Mauiẓah Ḥasanah dan Mujādalah. Hal ini dijelaskan dalam Surah An-Nahl ayat 125.

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ ١٢٥

Artinya: Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan Hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk. (Q.S. An-Nahl: 125)

Al-Wahidi di dalam Al-Wajid fi Tafsir Kitab Al-Ajizi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah Saw. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam perang Uhud. Adapun pendapat lain dari Tafsir Al-Qurthubi diterangkan bahwa ayat ini turun di Makkah saat Nabi Muhammad Saw. mendapatkan perintah untuk bersikap damai kepada kaum Quraisy. Beliau diperintahkan untuk menyeru pada agama Allah dengan lembut (talathuf), layyin, tidak bersikap kasar (mukhsanah), dan tidak menggunakan kekerasan (ta’nif). Demikian pula dengan seluruh kaum muslimin hingga hari kiamat yang turut dinasihatkan dengan hal tersebut.

Dari ayat ini hendaknya kita selalu mendidik diri dan orang di sekitar agar senantiasa berdakwah dengan cara yang baik; mengajarkan Ḥikmah dalam kehidupan sehari-hari; senantiasa memberikan nasihat yang baik; dan berdebat dengan cara yang baik. Merujuk pada sepuluh kitab tafsir, ayat ini berperan penting terhadap pembentukan kepribadian seseorang karena mengandung beberapa nilai pendidikan, yaitu: nilai persuasif; religius; kesabaran; tauhid rububiyah; ta’abbudi dan ketaatan kepada Allah; kebijaksanaan; kejujuran; keberanian; kesopanan; tawakkal; keikhlasan; serta tanggung jawab. Selain itu terdapat juga dua metode pendidikan di dalamnya, yaitu: mau’izah hasanah dan Mujādalah atau hiwar jadali yang kemudian menjadikan ayat ini sebagai dasar dalam pengembangan metode pendidikan Islam lainnya. Rasulullah Saw. sendiri menggunakan 3 bentuk metode dalam melaksanakan dakwah, yaitu: Ḥikmah, Mauiẓah Ḥasanah , dan Mujādalah.

Metode Ḥikmah menurut ar-Raghib ialah mengetahui perkara-perkara yang ada dan mengerjakan hal-hal yang baik. Metode ini digunakan untuk berdakwah kepada golongan dari cerdik cendikiawan yang cinta akan kebenaran dan dapat berpikir kritis.

Sedangkan metode Mauiẓah Ḥasanah menurut Sayyid Quthub ialah nasihat yang masuk ke dalam hati dengan lembut. Metode ini digunakan untuk berdakwah kepada golongan awam. Mauiẓah Ḥasanah sendiri terbagi menjadi dua bentuk, yaitu: Ahsan Qaul yang artinya bentuk komunikasi verbal dengan menggunakan pembicaraan yang bernilai edukatif dan bersifat penyadaran serta memberikan pembelajaran yang membekas di jiwa orang yang mendengar dan menerima isi dari pembicaraan tersebut; dan Ahsan Amal yang diartikan sebagai tindakan nyata.

Adapun makna dari Mujādalah ialah perdebatan. Metode ini digunakan untuk berdakwah kepada golongan dengan tingkat kecerdasan di antara dua golongan tersebut (Ḥikmah dan Mauiẓah Ḥasanah). Imam Ghazali dalam kitab yang berjudul Ihya ‘Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar pikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta Mujādalah itu sebagai kawan yang saling tolong menolong untuk mencapai kebenaran dan tentunya tetap memperhatikan etika dalam berdebat serta dilaksanakan dengan cara yang terbaik. (Cikal Aktar Muttaqin)