MENGINTIP KERJA SAMA UPI DAN PREFEKTUR IBARAKI – JEPANG

Kamis, 26 Nopember 2020 merupakan hari yang sangat berarti bagi UPI, khususnya bagi Departemen Pendidikan Bahasa Jepang FPBS UPI. Kenapa demikian? Sebab hari itu merupakan titik mangsa diawalinya tekad dan geliat Departemen Pendidikan Bahasa Jepang untuk mengajunkan langkah dan mengepakan sayapnya menjelajahi kawah candradimuka kerja sama dengan prefektur Ibaraki- Jepang. Gagasan ini bisa terwujud berkat bantuan Prof. Kanemoto Setsuko yang kini sedang bertugas di Pascasarajana UPI. Atas upaya beliau, tentunya didukung oleh pihak pihak terkait lainnya, akhirnya rencana kerja sama itu menjadi kenyataan dengan ditandatangani MOU oleh kedua belah pihak, yaitu Rektor UPI dan Gubernur Ibaraki.

Seperti diberitakan dalam web Prefektur Ibaraki (27 Nopember 2020) bahwa kerja sama yang disepakati kedua belah pihak terfokus pada empat hal, yaitu (1)  Melatih, mengirim, dan  menerima sumber daya manusia yang akan diberangkatkan ke Prefektur Ibaraki setelah mereka lulus dari UPI; (2) Pelaksanaan pameran kerja,  magang, dll.; (3) Menciptakan lingkungan kerja yang tenang dan nyaman; dan (4) Dukungan pekerjaan setelah kembali ke Jepang.

Mencermati keempat kesepakatan di atas, tampaknya secara teknis untuk butir (1) merupakan butir kesepakatan yang menjadi tanggung jawab UPI. Sementara butir (2) s.d. (4) merupakan bagian yang harus dipikirkan oleh pihak Prefektur Ibaraki.

Secara rinci bisa diuraikan sebagai berikut.

Ihwal “Melatih, mengirim, dan  menerima sumber daya manusia yang akan berangkat ke Prefektur Ibaraki setelah mereka lulus dari UPI”, tentunya butir ini merupakan tugas utama UPI untuk menyiapkan para peminat atau calon lulusan yang bisa memenuhi persyaratan program ini. Di sini ada masalah yang perlu dipikirkan dengan cermat yang berkaitan dengan: (1) kemampuan bhs Jepang yang diharapkan dari para lulusan: (2) biaya pelaksanaan sejak persiapan hinggga pelaksanaan (biaya perjalanan baik dari Indonesia ke Jepang atau sebaliknya, biaya selama tinggal di Jepang (akomodasi, tranfortasi lokal di Jepang, makan para trainer, asuransi para trainer selama tinggal di Jepang). Oleh sebab itu, yang penting adalah harus dirumuskan muatan MOA dari kedua belah pihak agar bisa saling menguntungkan.

Selanjutnya, kaitannya dengan program pengiriman para lulusan UPI, di dalam UPI sendiri perlu dipikirkan perjanjian antara lembaga dengan para lulusan tersebut. Sepengetahuan penulis, belum ada aturan yang mengatur hal tersebut sehingga perlu dirumuskan dengan matang dan bisa saling menguntungkan bagi lembaga dan para lulusannya. Intinya mesti ada ketentuan yang jelas dan tegas yang mengikat dan wajib ditaati oleh kedua belah pihak.

Selanjutnya, kaitannya dengan program butir (2), yaitu pelaksanaan pameran atau magang, yang dimaksud pameran dan magang itu, apakah pihak Jepang melakukan kegiatan di Indonesia atau sebaliknya? Sedangkan butir (3) tampaknya tugas utama pihak Jepang (dalam hal ini Prefektur Ibaraki; dan yang terkait butir (4), yaitu mengenai dukungan pekerjaan setelah para alumni kembali lagi ke Indonesia, ini menyangkut kewajiban pihak Jepang jangan sampai para lulusan yang sudah ditempa di kawah candradimuka perusahaan Jepang, sekembalinya di Indonesia “menganggur”. Mungkin salah satu solusinya, yaitu pihak Jepang dapat menjalin kerjsama dengan sejumlah perusahaan Jepang atau Indonesia yang ada di Indonesia supaya mereka yang kembali ke Indonesia bisa bekerja dan mengabdikan ilmunya di negeri sendiri.

Penandatanganan MOU kali ini dilakukan online, mengingat situasi dan kondisi yang belum memungkinkan dilakukan luring akibat covid 19. Dalam rangka penandatanganan MOU itu, Rektor UPI menyampaikan bahwa kerja sama ini adalah pertama kalinya nota kesepahaman yang ditandatangani dengan Jepang, dan itu merupakan hari bersejarah bagi Universitas Pendidikan Indonesia. UPI akan melakukan yang terbaik untuk mengirimkan sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh perusahaan di Prefektur Ibaraki. Sementara sambutan Gubernur Ibaraki menyampaikan bahwa Prefektur Ibaraki akan memberikan dukungan terperinci sehingga sumber daya manusia asing dapat bekerja dengan tenang. Berdasarkan memorandum ini, Prefektur Ibaraki ingin mempromosikan penerimaan sumber daya manusia yang unggul di Prefektur Ibaraki dan mengarah pada pembangunan ekonomi kedua negara (sumber: https://www.pref.ibaraki.jp/shokorodo/rosei/rodo/gaikokujin/indonesiauniversity.html?).

Berbicara ihwal kerja sama dengan Jepang ini, saya teringat pengalaman beberapa tahun yang lalu, tepatnya rentang tahun 2010 s.d. tahun 2016,  yaitu ketika menggagas  “KKN di Luar negeri”, yang dalam perjalannya dikenal dengan istilah OBIP dan JPIP. Setelah kedua program ini “bubar”, digagaslah NBIP dan ada yang “meniru” perusahaan lain dengan lahirnya OSIP. Pada intinya keempat istilah tersebut menyelenggarakan program internship ke Jepang. Perlu saya sampaikan ketika merintis kegiatan internship ke Jepang ada pesan moral yang disampaikan Rektor UPI periode 2005 s.d. 2015 (Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd) yang sangat relevan dengan tuntutan abad ke 21 ini, yaitu kemampuan komunikasi dan kolaborasi merupakan dua aspek yang sangat diperlukan untuk mengisi kawah candradimuka globalisasi. …, lebih lanjut dikatakan bahwa program internship seperti OBIP maupun JBIP sangatlah baik dan sangat perlu dilanjutkan. Sebab banyak manfaat yang bisa diraih baik oleh peserta itu sendiri maupun oleh lembaga. Setidaknya bagi peserta JBIP bisa belajar vokasional, belajar kultur kerja bangsa Jepang, dan dilihat dari perspektif pendidikan (secara langsung atau tidak langsung) para peserta JBIP akan belajar ketepatan managemen, sangat menunjang karier mereka, menunjang kreativitas, dan proses adaptasi mereka dalam kehidupannya.

Mengenai gagasan dan perjalanan OBIP & JBIP, bisa dibaca di https://berita.upi.edu/bergabunglah-bersama-program-jbip-2014

Sekaitan dengan kerja sama ini, Kaprodi Departemen Bahasa Jepang UPI, Susi Widianti menjelaskan bahwa kerja sama ini merupakan peluang emas dan sangat penting bagi Departemen Pendidikan Bahasa Jepang (DPBJ) UPI karena program ini merupakan kesempatan berharga bagi para lulusan yang nantinya bisa bekerja di Ibaraki. Harapannya  mereka akan tumbuh menjadi tenaga kerja yang lebih professional dan berkualitas. Sejalan dengan itu, Yoshizawa (Penasihat Umum Pusat Dukungan Sumber Daya Manusia Asing Prefektur Ibaraki) menyatakan bahwa kondisi Jepang saat ini, di satu sisi dalam menghadapi periode reformasi besar di dunia tanpa batas (Inggris: borderless) abad ke-21, Jepang telah berkembang dan untuk bidang tertentu sudah melebihi kekuatan Amerika Serikat, Eropa hingga Asia sebagai salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terkemuka dunia, dan Jepang telah berhasil mempertahankan kekuatan ekonomi tersebut. Namun, dibalik itu, Jepang sekarang menghadapi kondisi masyarakat lanjut usia (manula). Selain itu, perekonomian Jepang pun berada dalam situasi persaingan yang sengit dengan negara-negara berkembang seperti negara-negara di Asia Tenggara, Cina, Rusia, Eropa Timur, Amerika Selatan, dll. Lebih lanjut Ia katakan bahwa Indonesia berpenduduk 250 juta jiwa, terbesar di Asia Tenggara, keempat terbesar di dunia, dengan usia rata-rata sekitar 30 tahun, dan kekuatan ekonominya berkembang pesat. Ada banyak anak muda, masyarakatnya hidup aktif, dan ada potensi menjadi negara besar. Seperti halnya di era Meiji di Jepang, Indonesia sekarang akan terbang menyongsong ke masa depan yang lebih cerah.

Selanjutnya, Yoshizawa menyampaikan bahwa penduduk Jepang terus menurun, namun penduduk Indonesia sebentar lagi akan mencapai 300 juta. Jika perekonomian berkembang dengan kecepatan seperti saat ini, kekuatan nasional Indonesia akan tumbuh semakin besar. Artinya, generasi muda Indonesia tidak hanya ada di Jepang tapi di seluruh dunia. Harapan dan dorongan yang besar bagi Jepang adalah Indonesia berada dalam situasi seperti ini. Dengan kondisi seperti itu, Ia menggarisbahwahi bahwa pemantapan “sumber daya manusia” adalah kata kuncinya. Mewarisi semangat Bandung (konfresnis Asia Afrika) dalam mengadvokasi persatuan, persahabatan, dan kerja sama, lalu menerima kaum muda yang belajar di Universitas Pendidikan Indonesia sebagai “ikatan” yang menghubungkan Indonesia dan Prefektur Ibaraki bagi kedua belah pihak.

Sebelum kerja sama dengan Indonesia (dalam hal ini dengan UPI), Prefektur Ibaraki telah bekerja sama dengan Vietnam. Berkat jalinan kerja sama tersebut, banyak anak muda Vietnam datang ke Prefektur Ibaraki untuk belajar dan bekerja, mereka menggunakan program tugas belajar dan training untuk keahlian khusus dari Vietnam, dan jumlahnya terus meningkat. Namun, Prefektur Ibaraki perlu juga membangun hubungan dengan lebih banyak negara dan wilayah. Pasalnya, dalam situasi borderless saat ini, terdapat masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan pertukaran dan niat baik hanya dengan satu negara semata.

Demikianlah hasil “intipan” saya seputar terwujudnya kerja sama antara UPI dan Prefektur Ibaraki. Semoga program program yang telah disepakati dlm MOU bisa berjalan dengan lancar dan sukses.

Ahmad Dahidi

(Kontributor Berita)