MENGUPAS IMPRESI DAN PERSEPSI MAHASISWA NONMUSLIM TERHADAP BAHASA ARAB

PELUANG DAYA CIPTA WUJUDKAN MEDIA PEMBELAJARAN YANG MENGGLOBAL SERTA MENGIKIS STIGMA SAKRAL DALAM MASYARAKAT INDONESIA

Perkembangan Islam di tanah Arab disusul dengan kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci umat Islam telah menggiring pemahaman bahwa bahasa Arab adalah bahasa agama Islam. Bahasa Arab dipandang sebagai bahasa yang eksklusif, seolah kepemilikan dan penggunaannya terbatas hanya pada muslim. Secara sadar ataupun tidak, paradigma yang dibawa dari awal perkembangan Islam di tanah Arab serta penggunaan bahasanya dalam kitab suci Al-Qur’an telah mengakar, menumbuhkan stigma sakral dalam masyarakat. Terlebih hal ini terlihat mencolok di negara Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim. Fenomena stigma sakral inilah yang membawa para periset menyusuri persepsi dan impresi mahasiswa non-Muslim Kota Bandung sebagai sampel untuk mengungkap perspektif positif sehingga didapatkan representasi desakralisasi bahasa Arab. Dengan demikian pula, diharapkan terbuka jalan upaya mengglobalisasikan bahasa Arab melalui pembelajaran yang terlepas dari orientasi keagamaan serta pandangan terbuka terhadap bahasa ini secara objektif.

Melalui metode-metode terstruktur dan terencana, pada riset ini didapatkan persepsi dan impresi yang menginterpretasikan perspektif positif non-Muslim terhadap bahasa Arab. Dalam pandangan mereka, mayoritas menyatakan sikap positif atas kedudukan bahasa Arab. Kebanyakan beranggapan bahwa penggunaan bahasa tidak dapat disandarkan secara subjektif pada suatu agama tertentu. Sebagaimana pemahaman umum, bahwa bahasa adalah hasil dari budaya manusia. Maka tidak ada batasan dalam pembelajaran atau pun penggunaannya. Tergambar dari pernyataan non-Muslim sebagai sampel riset yang mengungkap penggunaan bahasa Arab pada benda mati.

Penggunaan bahasa Arab pada benda mati. Berisi Doa Bapa Kami (Umat Kristen).

Kedudukan bahasa Arab dalam Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam berbeda dengan kedudukan bahasa Arab dalam kehidupan sebagai media komunikasi internal atau eksternal bangsa negara. Fakta menarik ditemukan dalam riset, impresi yang non-Muslim berikan meletakkan bahasa Arab sama dengan bahasa lainnya, misalnya bahasa Inggris. Begitu pula persepsi mereka terhadap bahasa Arab yang beranggapan bahasa Arab berhak dipelajari dan digunakan siapa pun. Dengan impresi dan persepsi inilah tak dipungkiri menimbulkan motif ketertarikan dalam mempelajari bahasa Arab.

Orientasi yang dikemukakan untuk mempelajari bahasa Arab ialah berasal dari bidang Pendidikan. Kualitas Pendidikan di beberapa negara di Timur Tengah menjadi pemacu untuk menguasai bahasa Arab. Orientasi lain cenderung mengarah pada orientasi praktis dan pragmatis atau kebutuhan dan minat. Keindahan bahasa Arab telah banyak menarik pembelajar bahasa untuk menyelami bahasa ini. Bahkan bagi sebagian orang, kerumitan yang dimiliki bahasa Arab menjadi ketertarikan tersendiri untuk mempelajarinya. Di sisi lain, kedudukan bahasa Arab sebagai salah satu bahasa resmi PBB dan sebagai media dalam mencapai peluang perekonomian di Timur Tengah menjadi dorongan untuk mempelajari bahasa Arab dengan baik.

Perlu diketahui sebagai upaya penggeseran perspektif, peluang perekonomian di Timur Tengah tidak kalah tinggi dengan negara-negara Eropa. Pengoptimalan SDA dan strategi pemberdayaan SDM yang dilakukan negara Timur Tengah menjadi pemicu kesejahteraan perekonomian. Hal itu juga berimplikasi terhadap peluang pekerjaan yang dapat dikejar masyarakat di seluruh dunia. Untuk mencapainya, dibutuhkan penguasaan bahasa Arab sebagai media yang vital dalam komunikasi dan sosialisasi kerja sama. Jika pun tidak memungkinkan, peluang tersebut masih dapat diperoleh di negara sendiri. Kebutuhan pekerja yang menguasai bahasa Arab dalam bidang penerjemahan atau pariwisata masih terbuka luas.

Berikutnya, berdasarkan data dan fakta yang ditemukan selama riset, terdapat banyak non-Muslim di negara minoritas Muslim seperti Eropa tidak terkecuali Amerika Serikat mempelajari bahasa Arab. Hal ini dapat ditinjau dari banyaknya institusi Amerika salah satunya Arizona State University (ASU) yangmenyediakan program Bachelor of Arts in International Letters and Cultures (Arabic Studies). Begitu pula di Universitas Kebangsaan Malaysia, bahasa Arab sebagai bahasa asing menjadi bagian yang harus dipelajari mahasiswa termasuk non-Muslim.

Pembelajaran bahasa Arab telah dibuktikan pula di Universitas Qatar dengan mayoritas pembelajar dari kalangan non-Muslim. Periode pembelajaran yang cukup singkat untuk penutur asing ternyata tidak lantas mengakibatkan penguasaan yang minimal. Tidak sedikit yang cepat dan mampu menguasai bahasa Arab. Kecepatan mereka dalam mempelajari bahasa Arab didukung materi pembelajaran yang umum serta strategi yang lebih sesuai. Jika kebanyakan pembelajaran bahasa Arab yang diterapkan di Indonesia dimulai dengan aspek membaca dan menulis, strategi yang digunakan di sana dimulai dengan memperbanyak aspek berbicara.

Pembelajar bahasa Arab di Universitas Qatar dengan latar belakang agama berbeda

Di samping ketertarikan yang menjadi suatu peluang eksistensi bahasa Arab dalam kehidupan, keresahan yang mungkin ada pada pembelajar bahasa Arab saat ini memang masih belum menjadi perhatian khusus. Banyaknya konten pembelajaran yang berkaitan dengan nilai religius jugalah yang menambah kuat menancapnya stigma sakral dalam masyarakat umum. Padahal jika menengok ke negara-negara yang menyediakan pembelajaran bahasa Arab bagi para penutur asing dengan latar belakang agama bukan Islam, konten yang disajikan sudah lebih layak, praktis, dan relevan. Materi yang lebih umum sebagaimana sering kita temui dalam pembelajaran bahasa Inggris akan lebih mudah diintegrasikan dengan pembelajar yang sudah pasti memiliki latar belakang agama yang berbeda. Seperti contoh yang ditemukan selama riset, buku pembelajaran yang digunakan pembelajar bahasa Arab dari penutur asing bukan muslim.


Buku pembelajaran bahasa Arab yang digunakan pembelajar dari penutur asing

Di samping itu, keresahan lain yang dirasakan pada dasarnya bermula dari minimnya informasi terkait keuniversalan dan keindahan bahasa Arab serta potensi yang dimiliki sebagai sarana komunikasi kerja sama. Sedikit Kami temukan literatur yang mengulas hal ini. Di era global ini, kebanyakan bangsa dari negara berkiblat pada arus kehidupan Barat. Dengan demikian, tingkat peminat dalam mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional lebih tinggi. Padahal, perlu diketahui bahwa bahasa Arab juga dapat mengantarkan pada peluang-peluang yang masih tersedia lebar di Timur Tengah.

Mengintegrasikan korelasi ketertarikan dan keresahan serta sebagai tindak lanjut dari riset, maka periset menggagas media informasi dengan konten yang akan membuka pandangan masyarakat terhadap bahasa Arab agar keluar dari stigma sakral. Website ini bernama Hayyah’Arabiyyah yang akan mengulas informasi seputar bahasa Arab dan pengaruhnya di kancah Internasional. Dengan demikian, diharapkan dapat membuka pandangan masyarakat, seiring pula dengan terkikisnya stigma sakral yang telah tertanam lama serta menumbuhkan ketertarikan untuk mempelajari bahasa Arab.

Logo Website Informasi Seputar Bahasa Arab: Gagasan tim PKM-RSH Pendidikan Bahasa Arab

Dengan telah didapatkannya perspektif positif dari mahasiswa non-Muslim, peluang desakralisasi bahasa Arab selayaknya diupayakan dengan langkah yang lebih serius. Periset dalam hal ini bermaksud memberikan sekaligus mewakili suara yang menyatakan dukungan atas pengglobalisasian pembelajaran bahasa Arab. Salah satu bukti yang ditemukan ialah vote yang tersebar di grup komunikasi IMLA (Perkumpulan Pengajar Bahasa Arab) untuk memasukkan pembelajaran bahasa Arab ke dalam kurikulum Pendidikan umum. Dalam riset ini pun, diperoleh suara persetujuan sebanyak 48,60% dan 10,80% suara sangat setuju dari 35 mahasiswa non-Muslim yang mengisi kuesioner.


Diagram persentase survei persetujuan bahasa Arab dimasukan ke dalam kurikulum Pendidikan

Melihat hasil riset sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, menjadi tugas sebagai generasi penerus khususnya mahasiswa studi Arab untuk mengedukasi masyarakat terkait kedudukan bahasa Arab dalam ranah globalisasi. Begitu pun dalam pembuatan konten pembelajaran, perlu dikaji ulang dan diinovasikan untuk lebih memerhatikan aspek keumuman. Bukan suatu kemustahilan di masa mendatang eksistensi bahasa Arab semakin meningkat, hingga mampu menyetarakan kedudukan dengan bahasa Inggris atau bahkan menyainginya.   

Kontributor: Tim PKM RSH Bahasa Arab