Menunggu 6 Tahun Agar Bisa Kuliah di UPI

Bandung, UPI

NET
NET

Anak pasangan Raini Ahmad dan Suherma, akhirnya berhasil masuk kuliah, setelah empat kakak perempuannya tidak berhasil masuk ke universitas. Kabar ini menjadikan anak bontot Suherma ini memiliki tekad besar untuk dapat kuliah dan membanggakan kedua orang tuanya. Walaupun alasan utama kakak-kakaknya tidak kuliah karena minimnya ekonomi orang tua, hal itu tidak melunturkan tekad Andri Apriadi duduk di bangku tinggi. Ayahnya bekerja sebagai petani dan ibunya penjual kue dan sayuran di pasar.

Bagi laki-laki kelahiran 21 April 1989 ini, kuliah sangatlah penting, Sebab, setelah penantiannya enam tahun semanjak lulus dari bangku SMA 2007 di SMANSA Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, akhrinya dia dapat melanjutkan kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan Pendididkan Khusus dengan biaya beasiswa full hingga lulus dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Bengkayang. Tentu perjuangannya  tidak mudah. Melawan dirinya sendiri itulah hal yang berta baginya.

Setalah tamat SMA, dia tak kunjung melanjutkan kuliah sampai enam tahun. Dalam usia 25 tahun itu, dia  sempat luntur niatanya melanjutkan ke perguruan tinggi.  Umur yang dirasa cukup tua menyebabkan dia takut tidak dapat diterima oleh lingkungan hidupnya di dunia perkuliahan. Enam tahun menunggu kuliah bukanlah waktu yang sebantar. Selama menunggu kuliah, dia harus membantu kedua orang tuanya bekerja dan menafkahi dirinya sendiri. Hal itulah yang membuat dia menjadi lebih dewasa, untuk dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan kepada kedua orang tuannya.

Selama enam tahun, dia mencoba mencari pekerjaan selain membantu ibunya berjualan di pasar menjual kue basah dan sayur-sayuran. Dia juga bekerja menjadi sales marketing di Showroom Motor, dan sempat menjadi tenaga kasar seperti tukang kuli bangunan. Dia melakukan semua hal itu untuk dapat bertahan hidup, sehingga dia berpikir untuk bertahan hidup saja sudah susah apalagi harus membiayai dirinya sendiri untuk dapat kuliah. Itulah  yang menjadi ketakutan terbesar dia untuk bisa kuliah setelah terhenti enam tahun lamanya.

Meskipun tertunda lama, tapi sepanjang hidupnya dia berusaha dapat kuliah. Tak luput, dia terus  berdoa agar cita-citanya dapat tercapai. Maka amatlah bangga dirinya dan kedua otang tuanya saat dia dia dapat melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan dengan berbeasiswa. Beasiswa kuliahnya diperoleh dari informasi yang disampaikan Juanda, saudara sepupunya. Juanda memberikan informasi bahwa Pemda Kabupaten Bengkayang membuka beasiswa prestasi bagi anak yang tidak mampu untuk belajar ke UPI Jurusan Pendidikan Khusus untuk 24 orang. Kriterianya, maksimal usia 25 tahun, memilki surat keterangan tidak mampu, dan asli penduduk Kabupaten Bengkayang. Setelah kabar ini, dia berpikir bahwa itu adalah kesempatan terakhir baginya, mengingat usianya yang menginjak 25 tahun. Seolah beasiswa ini adslah satu-satunya jalan untuk dia dapat mengenyam bangku kuliah. Akhirnya dia pun mencoba mengikuti test untuk meraih beasiswa tersebut.

Perjuangan melakukan test itu tidak mudah. Berat karena jarak yang ditempuh dari kampungnya ke ibu kota kabupaten sangatlah jauh. Sekitar 5 jam menggunakan angkutan umum untuk bisa sampai di Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang. Tetapi jarak tidak membuat dia mundur dari keinginannya berkuliah. Dia menceritakan, dia berangkat jam 2.00 WIB dari rumahnya agar tidak telat sampai Kantor Disdik untuk melakukan test pukul 07.00 pagi.

Sesampainya di sana, dia tidak sempat beistirahat atau makan pagi, karena harus langsung menjalani test tersebuat. Dimulai dari psikotest, wawancara, lalu pengetahuan umum. Tiga test inilah yang menjadikan syarat agar dia bisa kuliah, selain syarat administrasi yang disebutkan di atas. Akhirnya semua test dapat dia lalui, tinggal menunggu pengumuman hasil test satu bulan lamanya, karena pantia harus menyeleksi 100 orang untuk mendapatkan 24 orang putra terbaik Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Maka pulanglah dia ke ruamh, kini yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu dan berdoa. Berharap penantian panjang dirinya untuk bisa kuliah harus berakhir.

Pengumuman akhirnya disampaikan Disdik Bengkayang kepada seluruh perserta dengan cara dikirimi surat ke rumah masing-masing. Pagi itu dia sedang membantu ibunya di pasar. Ibunya saat itu tengah mendoakan agar anaknya bisa kuliah, sehingga dapat membanggakan keluarga. Ibunya menasihati agar dia tidak risau dan percayalah pada diri sendiri. “Yakinlah, keputusan terbaik dari Tuhan untukmu,” kata ibunya.

Perkataan itu membuat dia menangis dan membuat deg-degan menunggu hasil pengumuman beasiswa. Sepanjang perjalanan menuju pulang ke rumah dari pasar, dia terus berdoa. Ternyata di rumahnya sudah terdapat surat yang menunggunya untuk dibaca. Rasa ketakutan pun muncul. Takut bahwa di dalamnya teruls kata “tidak lulus”. Tetapi Tuhan berkata lain, ia lulus dan bisa kuliah. Menangislah dia memeluk kedua oran tunya. Sontak seluruh keluarga saling berhamburan ikut menangis dan saling berpelukan. (Haidar Abdurrohman, mahasiswa Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)