Modifikasi Musik Keroncong Jaman Now

Bandung, UPI

Dalam rangka mempertahankan eksistensi musik keroncong, unit minat bakat dari Departemen Pendidikan Seni Musik UPI yaitu Lapis Legit yang bergerak digenre musik keroncong, setiap satu tahun sekali rutin mengadakan event musik keroncong. Bertajuk Isola Krontjong Coffee Break #2 yang dilaksanakan di Theater Terbuka Dome Universitas Pendidikan Indonesia (1/10/2019), berhasil menampilkan inovasi baru dari musik keroncong. Event ini menampilkan pertunjukan keroncong dari berbagai macam sekolah yang ada di Bandung. Selain itu, band keroncong seperti Nadavendra dan O.K. Putra Putri ikut meramaikan event ini. Bahkan tokoh keroncong seperti Andre J Michiels, Sir Iyai dan Dr. Hery Supiarza, M.Pd., turut hadir.

Dekorasi sederhana dengan suasana sejuk sore hari sangat pas dikombinasikan dengan alunan khas musik kroncong yang santai dan mendayu-dayu. Tidak lupa suguhan bajigur, bandrek dan berbagai cemilan tradisional menciptakan suasana nyaman khas jaman dulu membuat siapapun yang ada disana betah berlama-lama.

Dibuka dengan penampilan dari O.K Putra Putri, sukses membuat penonton semakin antusias. Dilanjutkan perform dari SMAN 6 Cimahi yang menampilkan musik keroncong dikolaborasikan dengan laras degung khas Jawa Barat. Alunan angklung toel, arumba dan saron menciptakan suasana khas Sunda, namun dikolaborasikan dengan hentakan bass elektrik ala-ala kroncong berhasil membuat sensasi musik yang sangat unik dan epic. Alhasil Lagu Mojang Priangan dengan gaya Tugu berhasil menghibur para penonton.

Penampilan selanjutnya tidak kalah inovatif. O.K. Nadavendra yang menggunakan instrumen tiup seperti saxophone, trumpet dan flute menyuguhkan keroncong jazz yang sedap didengar. Alunan cak dan cuk yang bersautan dikombinasikan dengan bass elektrik yang memainkan gaya jazz menghasilkan nada yang enak didengar. Penjiwaan sang vokalis yang membawakan lagu Cinta dari Vina Panduwinata seakan menghipnotis para penonton semua yang juga ikut bernyanyi. Tidak lupa masing-masing instrumen tiup melakukan Solo Part atau melodi seperti umumnya musik jazz. Nadavendra telah sukses menggabungkan musik Tugu dengan musik Eropa.

Penampilan keempat sangatlah unik yaitu dari SMK Pasundan 3 Bandung. Walaupun tidak memiliki instrument keroncong namun kreatifitas para siswa patut diacungi jempol. Membawakan lagu Keroncong kemayoran dan Cingcangkeling mereka sajikan dengan gaya akapela. Ada pembagian suara seperti suara untuk cak cuk, bass, iringan dan vokal. Sayangnya gaya musik yang dimainkan di dua lagu tersebut adalah POP. Suara bass yang harusnya lebih menonjol khas keroncong menjadi datar hanya satu nada dipanjangkan. Begitu pula dengan cak dan cuknya yang menggunakan ritme khas musik POP yang datar. Walaupun kesulitan untuk menyelaraskan nada diawal, mereka tetap berhasil membawakan kedua lagu dengan meriah.

Hal yang serupa terjadi juga pada penampilan selanjutnya dari SMA PGRI 1 Bandung. Dengan instrument 4 gitar dan 2 vokal, mereka membawakan lagu Ibu Pertiwi dan Aku Pasti Bisa. Permainan bass ala keroncong yang bergerak naik turun dan suara cak cuk yang bersautan tidaklah terasa. Walaupun bukan keroncong, namun permainan mereka sangat rapih sehingga semua penonton dengan khidmat menikmati musik mereka.

Penampilan keenam tentu saja dari SMA Labschool UPI. Walaupun hanya menggunakan istrumen gitar, flute dan bass elektrik, mereka tetap berhasil menciptakan gaya musik keroncong. Permainan cak cuk yang bersautan mereka ganti menggunakan gitar yang dimainkan bersautan. Suara flute yang dominan pada musik keroncong juga berhasil mereka bawakan dengan apik. Lagu Bengawan Solo dan Laskar Pelangi mereka cover dengan nuansa keroncong yang kuat dari flute yang dimainkan oleh guru pembimbingnya. Dengan dress code yang kekinian berhasil menciptakan suasana baru musik keroncong yang modern namu tetap kental.

“Penampilan terakhir adalah penampilan yang paling keroncong” begitulah ujar Andre yang merupakan musisi keroncong asli dari Tugu. Dengan formasi ala keroncong yaitu bass elektrik, gitar, cak cuk, cello dan violin juga vokal, benar-benar menciptakan gaya keroncong yang kuat. Ditambah dengan suara vokalis yang memiliki cengkok khas keroncong benar-benar membuat penampilan dari SMA BPI 1 Bandung menarik perhatian musisi keroncong senior yang turut hadir. Lagu Keroncong Kemayoran dan Andai Aku Punya Sayap oleh Sherina mereka bawakan dengan gaya asli keroncong khas Tugu.

Bung Ilo yang merupakan gitaris keroncong senior sangat salute dengan pemuda yang masih semangat melestarikan musik keroncong yang mana saat ini kurang digemari oleh kaum muda. Penampilan musik keroncong dari masing-masing sekolah memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. “Keroncong adalah musik yang fleksibel, bisa masuk dengan segala jenis musik asal tidak menghilangkan gaya kemprungan yaitu ritme/ketukan khas keroncong yang cukup cepat” ujar Andre. Seperti Sir Iyai yang merupakan contoh musisi keroncong yang sukses bahkan mendunia mengkolaborasikan musik keroncong dengan Jamaican Song. Sir Iyai menyatakan bahwa Keroncong memiliki banyak kesamaan dari gaya bermainnya dengan Jamaican song, tidak menutup kemungkinan dengan genre musik yang lainnya juga.

Karena musik keroncong merupakan hasil adaptasi dari musik Eropa. Sejak zaman penjajahan dahulu tepatnya 1641, Belanda sudah memperkenalkan musik dengan senar yang terbuat dari baja atau steel kepada rakyat Indonesia. Pengaruh musik barat seperti gitar, biola, cavaquinho (sejenis ukulele) dan cello sudah mereka kenalkan kepada rakyat Indonesia. Namun setelah Indonesia merdeka, sebagai ganti dari instrument tersebut, masyrakat berinovasi menggunakan bahan yang tersedia di hutan seperti serat tumbuhan sebagai pengganti dawai baja. Cavaquinho pun diadaptasi menjadi cak dan cuk yang dibuat dari kayu pohon yang banyak tumbuh disekitar.

Setelah diskusi santai dengan para expert keroncong berlalu, event ini ditutup oleh permainan kolaborasi mereka membawakan lagu-lagu keroncong yang hits seperti Sambal Secobek, Keroncong Bandung dan Kavrinyo. (Hamam Khoeri/ Mahasiswa Pendidikan Seni Musik FPSD UPI)