NETWORKING KEMAHASISWAAN


Oleh: Prof. Dr. H. Suwatno, M.Si.
Guru Besar bidang Komunikasi Organisasi pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (FPEB) UPI
Direktur Direktorat Kemahasiswaan UPI

PENTINGNYA NETWORKING

Istilah “networking” dewasa ini mendapatkan perhatian yang sangat besar, karena dinilai sebagai salah satu skill kunci di abad-21 yang berperan besar dalam mendukung kesuksesan individu maupun institusi (organisasi). Kecakapan dalam membangun “jejaring” (networks) ini dalam banyak hal lebih krusial dibanding dengan kecerdasan ataupun kualitas SDM yang bersifat intelektual (kognitif) maupun teknikal. Dalam sebuah organisasi mahasiswa, misalnya, kalaupun di dalamnya diisi oleh banyak mahasiswa yang berprestasi secara akademik namun tidak didukung oleh kemampuan membangun jejaring yang luas, maka ruang geraknya akan terbatas.

Jaringan itu ibarat lapangan bandara. Jika kita membangun bandara internasional, maka lapangannya harus luas, karena yang bakal mendarat adalah pesawat-pesawat berukuran besar dan dalam jumlah yang banyak dari berbagai maskapai di dunia. Sebaliknya, jika kita hanya membangun bandara berkelas lokal, maka hanya akan ada pesawat-pesawat kecil dalam jumlah terbatas yang mendarat di bandara tersebut.

Untuk itu, kemampuan berjejaring adalah syarat mutlak bagi setiap individu maupun organisasi dalam menggapai kesuksesan. Bagi mahasiswa, seyogyanya organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk membangun jejaring seluas mungkin, tidak hanya di kalangan stakeholders internal Perguruan Tinggi, namun juga di kalangan eksternal. Bahkan bila perlu membangun jaringan dengan individu maupun organisasi global (luar negeri).

GLOBAL NETWORK

Selama ini sudah ada beberapa organisasi tingkat mahasiswa dengan ruang lingkup global. Namun, sebagian besar adalah organisasi yang secara spesifik bergerak di bidang keilmuan tertentu, misalnya untuk mahasiswa kehutanan kita mengenal ada yang namanya International Forestry Students’ Association (IFSA), untuk mahasiswa pertanian ada organisasi yang bernama International Association of Students in Agricultural and related Sciences (IAAS), dan masih banyak lagi.

Ini membuktikan bahwa membangun jejaring organisasi kemahasiswaan di tingkat global bukanlah hal yang mustahil. Bahkan, di era digital abad-21 seperti hari ini, peluang organisasi mahasiswa dan pemuda untuk “go international” semakin terbuka lebar. Saat ini bukan zamannya lagi kita berfikir lokal, karena fakta peradaban hari ini sudah seperti yang diramalkan oleh Marshall McLuhan sejak tahun 1960-an dengan istilah “global village”. Dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi hari ini, setiap organisasi kemahasiswaan di setiap Perguruan Tinggi, entah yang ada di kota-kota besar maupun yang ada di daerah-daerah kecil, sebetulnya sudah jauh lebih mudah dalam membangun jejaring global.

Contoh yang paling sederhana dan sudah cukup banyak dilakukan adalah sebuah Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang dengan mudah mengundang narasumber dari luar negeri untuk mengisi sebuah acara seminar (webinar). Misalnya mahasiswa UPI membuat webinar internasional bertema Manajemen SDM dengan menghadirkan narasumber dosen dari Amerika, Inggris, Australia atau Jepang. Namun memang acara seminar internasional yang diadakan selama ini biasanya masih cenderung segmented dengan peserta yang terbatas, karena selain menggunakan bahasa Inggris, biasanya topik yang diangkat juga spesifik (khusus).

Sebetulnya acara seminar internasional tidak harus mengangkat tema-tema yang spesifik. Bisa pula mengangkat tema-tema yang lebih umum (public interest), misalnya ada beberapa organisasi mahasiswa di beberapa kampus kerapkali mengundang tokoh-tokoh dunia, seperti filsuf, tokoh agama, tokoh manajemen, atau tokoh-tokoh lain yang terkenal dengan mengangkat tema-tema yang lebih populis. Biasanya yang demikian itu memiliki magnitude yang kuat dan menyedot banyak peserta.

MODEL KOLABORASI

Akan tetapi, membangun jejaring global – dan tentunya juga jejaring nasional dan lokal – tentu tidak hanya dalam bentuk acara seminar (webinar). Ada banyak formula dan bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan. Secara umum model kolaborasi organisasi kemahasiswaan dapat berbentuk:

  1. Organizations to Organizations (O2O)
    Yakni membangun hubungan dan kolaborasi organisasi mahasiswa dengan organisasi lain, baik sesama organisasi mahasiswa maupun organisasi non-mahasiswa. Misalnya antara HMJ Manajemen UPI dan HMJ Manajemen UGM; atau BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPI dan BUMN (Misalnya Pertamina, Telkom, PLN, dll); atau BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPI dan McKinsey.

Apakah mungkin dilakukan organizations to government (O2G)? Menurut saya tidak menutup kemungkinan jika organisasi kemahasiswaan membangun relasi dengan sektor-sektor kementerian, Pemerintahan Daerah (Provinsi atau Kota/Kabupaten) maupun institusi pemerintah lainnya selama relasi tersebut terjalin secara netral dan profesional. Misalnya HMJ Sosiologi menjalin relasi dengan Kementerian Sosial, HMJ Perencanaan Wilayah membangun kolaborasi dengan Bappenas atau Bappeda, dll.

  1. Organizations to Individuals (O2I)
    Yakni membangun hubungan dan kolaborasi organisasi mahasiswa dengan individu-individu yang dipandang penting dan mutualistik, baik dari kalangan alumni PT tersebut maupun dari non-alumni. Misalnya antara HMJ Manajemen UPI dan tokoh-tokoh di bidang Ilmu Manajemen (Rhenald Kasali, Hermawan Kertajaya, Phillip Kotler – pakar marketing global, John C. Maxwell – pakar leadership global, dll).

Di era globalisasi dan digitalisasi seperti hari ini, membangun jejaring dan kolaborasi nasional maupun global (baik model O2O maupun O2I) menjadi jauh lebih mudah bagi segenap organisasi-organisasi kemahasiswaa di Perguruan Tinggi. Apa syaratnya? Syaratnya adalah kemauan (willingness). There is a will, there is way!

Apakah anda entry barriers bagi organisasi mahasiswa (BEM, HMJ, Organisasi ekstrakurikuler seperti bela diri, seni tari, seni musik dll) dalam membangun jejaring seluas mungkin? Tampaknya, dan saya meyakini, hampir semua PT di negeri ini memberikan keleluasaan kepada segenap individu mahasiswa dan organisasi mahasiswa untuk memperluas networks mereka serta menjalin kolaborasi dengan apapun/siapapun, selama tidak melanggar etika, hukum dan aturan yang berlaku baik aturan pemerintah maupun aturan internal PT.

STRATEGI NETWORKING

Sejatinya masih sangat banyak area jejaring dan kolaborasi yang dapat “dimainkan” oleh setiap organisasi kemahasiswaan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan:

  1. Memperkuat divisi Humas dan Kerjasama Kelembagaan di setiap organisasi mahasiswa. Sebaiknya pilih SDM yang memiliki passion atau sense of networking yang kuat.
  2. Membangun sistem organisasi yang terbuka dan berorientasi pertumbuhan (growth), dimana pertumbuhan organisasi lebih cepat digapai saat berpikir “outward looking”, tidak hanya “inward looking”.
  3. Harus mulai memiliki keberanian untuk berkolaborasi dengan organisasi-organisasi dan individu-individu berkelas nasional bahkan global. Hal ini sebetulnya bisa dilakukan secara bertahap, sebagai bagian dari proses latihan dan pembelajaran pengurus organisasi. Sebagai contoh, tahun ini HMJ Manajemen mengundang tokoh nasional seperti Rhenald Kasali dan Hermawan Kertajaya. Untuk tahun depan, HMJ tersebut harus berani mengundang tokoh internasional misalnya sekelas Phillip Kotler (pakar pemasaran) atau Prof. W. Chan Kim (penulis Blue Ocean Strategy). Bisa pula mengundang organisasi kelas dunia, misalnya dari World Economic Forum, World Bank, JP Morgan, dll.
  4. Memanfaatkan media sosial untuk membangun jejaring seluas mungkin tanpa sekat-sekat kedaerahan maupun kenegaraan. Sebaiknya setiap organisasi kemahasiswaan memiliki beberapa akun media sosial (Facebook, Youtube, Instagram) sebagai saluran komunikasi mereka dengan publik maupun dengan pihak-pihak yang potensial untuk bersimbiosis mutualisme.
  5. Membangun hubungan baik dengan segenap stakeholders organisasi mahasiswa, baik dengan pimpinan PT, Fakultas hingga Jurusan, alumni organisasi, mahasiswa, orangtua/keluarga mahasiswa, masyarakat, organisasi pemerintah, LSM/Ormas, media massa maupun dengan masyarakat luas.
  6. Seyogyanya semua organisasi mahasiswa memiliki database yang lengkap tentang calon partners (mitra) maupun existing partners untuk kepentingan membangun komunikasi dan kerjasama secara long-term (jangka panjang). Misalnya daftar nama-nama pejabat atau pimpinan lembaga yang penting.
  7. Terahir, jangan lupa membangun brand dan reputasi organisasi yang baik agar dapat dipercaya oleh organisasi lain (external stakeholders), sehingga mudah dalam membangun jejaring dan kolaborasi dengan apapun/siapapun.