Perantau Global !!

Angin bertiup kencang. Kapal laut Belanda berlabel De Voetboog berlabuh di Mandagaskar pada awal Juli 1693. Diantara para penumpang antara lain Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati  Al Makasari Al Bantani  beserta 49 orang pengikutnya keturunan Melayu.   Syekh Yusuf merupakan  ulama asal Gowa Sulawesi yang di tahan Belanda dan diasingkan di tiga lokasi. Awalnya Syekh Yusuf dibuang ke Srilanka. Kemudian dipindahkan ke Mandagaskar, dan terakhir dipindahkan ke Cape Town  Afrika Selatan.   

Di setiap tempat pengasingan, Syekh Yusuf  terus membangun kehidupan, berkarya sambil menyebarkan agama islam. Sang Ulama besar itu terus bersosialisasi dan berdakwah untuk kemaslahatan umat.  Bersama istri dan pengikutnya, Syekh Yusuf terus beraktifitas, dan beranak pinak. Tradisi turun temurun inilah yang diwariskan Syekh Yusuf kepada generasi berikutnya dengan membawa adat istiadat dan budaya Nusantara sampai sekarang.

Itu lah sosok ulama besar Syekh Yusuf, perantau tanggguh Nusantara yang walaupun diasingkan, dikucilkan, malahan dicampakan ke negeri jauh, dia terus berkarya, beraktifitas. Sang ulama terus berdakwah, sambil membina rumah tangga dan menebar ajaran islam.

Banyak sosok perantau masa lalu atau Diaspora  zaman baheula, warga Nusantara  yang pergi ke manca negara. Diaspora tersebut ada yang terpaksa karena dibuang oleh penjajah Belanda. Ada pula yang karena keinginan sendiri untuk berniaga dan mengharap kehidupan yang lebih baik.  Jejak budaya melayu tersebut dengan tradisi islam masih bisa dilihat dan diwariskan kepada generasi berikutnya sampai sekarang.

Di salah satu kawasan Kota Cape Town misalnya, ada pemukiman melayu dengan budaya melayu dan beragama Islam. Di pinggiran kota Cape Town Afrika Selatan, ada kawasan pemukiman yang disebut Macassar Faure atau Kampung Makasar. Hal ini merujuk pada jejak Syeh Yusuf dan keturunannya yang dikenal dengan Cape Malay dengan ciri kebudayaan dan tradisi Nusantara yang masih terbina. (Hutapea, 2016).

Contoh lain perantau global Nusantara juga bisa dilihat di beberapa negara ASEAN, dan belahan dunia lainnya. Di Malaysia misalnya, banyak perantau Nusantara yang   sudah bermigrasi ke Malaya sejak beberapa abad lalu. Suku Minang tercatat dalam sejarah Malaysia yang membentuk salah satu negara bagian yaitu Negeri Sembilan. Banyak warga Malaysia yang leluhurnya berasal dari Sumatera Barat. Bila ada kesempatan berwisata ke Malaysia, datanglah ke kota Seremban. Di kota kecil yang asri tersebut banyak dibangun Rumah Gadang yang  menjulang serasa kita berada di Ranah Minang.   

Suku Bugis Sulawesi Selatan juga dikenal sebagai perantau ulet. Warga asal suku Bugis yang sejak dua abad lalu merantau ke negara bagian Johor Malaysia. Mereka berniaga,  beranak pinak dan berkawin silang dengan bangsawan Johor. Jangan kaget juga diantara bangsawan tersebut ada yang campuran  Bugis dan Johor. Salah satunya Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.

Diaspora politik

Dalam diaspora Indonesia, banyak juga warga Indonesia yang bermigrasi dengan  alasan politik. Di Belanda misalnya, saat ini sekitar 400.000 penduduk keturunan Indonesia  memilih bermukim di Negeri Kincir Angin ini. Di antara mereka, umumnya warga Maluku yang berasal  dari keluarga bekas serdadu  Koninklijk Netherland Indiche Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Belanda.

Di belahan Bumi lain, sejak akhir abad 19, banyak warga asal Jawa yang  bekerja sebagai  buruh di Suriname Amerika Latin Pemerintah Kerajaan Belanda sejak tahun 1890 – 1939 telah mengirimkan 33.000 orang tenaga kerja asal Jawa ke Suriname. (Wikipedia, 2020). Seiiring dengan waktu, dan perubahan politik negara Suriname, warga Suriname asal Indonesia tercatat sebanyak 71 orang atau sekitar 18 persen dari total warga Suriname. _Wong Jowo_ini beranak pinak, berkeluarga dan tetap melestarikan budaya dan adat istiadat leluhurnya dengan suasana jawa yang kental.   

Edward Dew (2010) dalam  The Dufficult Flowering of Suriname, mengilustrasikan peran etnis Jawa dalam mempersatukan Surinam yang   meniliki etnis beragam. Sejak Suriname  merdeka pada tahun 1975, muncul beberapa partai politik (political party) bercirikan khas Indonesia. Antara lain Partai Pendawa Lima, dan Partai Pertjajah Luhur.Tercatat juga para politisi parlemen (DPR) Suriname asal Indonesia, sebanyak 68 orang dan mereka yang pernah menjadi Menteri sebanyak 6 orang. Wong Jowo yang menjadi menteri antara lain Menteri Dalam Negeri Drs.Soewarti Moestadja, Menteri Pendidikan Mr. Raymon Sapoen.

Itulah para perantau atau diaspora Indonesia. Mereka para perantau  yang meninggalkan tanah kelahirannya dengan ragam alasan. Ada yang karena dipaksa atau diasingkan. Ada karena alasan politik, dan ada yang atas inisiatif sendiri untuk menyambut masa depan yang lebih baik.

Dalam pandangan Islam, seperti tertulis dalam kitabullah  Al Quran Surah Al Jumu’ah 10:  fa izaa qudiyatis salatu fantasyiru fil ardi wabtagu min fadlilahi wazukurullaha kasiiral la’alakum tuflihun. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaran lah kamu di muka Bumi; dan carilah karunia Allah sebanyak banyaknya supaya kamu beruntung. Dua kata kunci fantasyiru fil ardi (bertebaran di muka Bumi) di seluruh penjuru dunia, dan kata la’allakum tuflihun (agar kamu beruntung) untuk mendapat keselematan dunia akherat (Dinn Wahyudin)