Prodi Pendidikan IPS Gelar Kuliah Umum Generasi Muda Milenia

Bandung, UPI.

Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FPIPS UPI menggelar kuliah umum yang bertema Peluang dan Tantangan Pendidikan IPS di Era Generasi Muda Milenia dalam Perpektif Historis dan Filosofis, di Auditorium FPIPS UPI jln. Dr. Setiabudhi. No. 229 Bandung. Jumat, (22/12).

Kuliah umum ini sebagai kegiatan rutin tahunan, guna memberikan fondasi berfikir bagi para calon pendidik IPS di masa yang akan datang. Pendekatan filosifis merupakan pendekatan yang mengukur akar makna dari eksistensi keberanaan IPS itu sendiri yang disertai dengan sejarah paradigma perkembanga IPS dari masa ke masa. Kuliah umum ini menghadirkan dua pemateri yakni Prof Dr. Abdul Azis Wahab, M.A. dan Prof Dr. Rochiati Wiriaatmadja, M.A.  dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada mahasiswa Pendidikan IPS UPI mengenai peluang dan tantangan menjadi guru IPS dan calon guru IPS di Era Generasi Muda Milineal  ini di Indonesia dan menuntut mahasiswa pendidikan IPS untuk berpikir kritis.

Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 200 mahasiswa Pendidikan IPS angkatan 2017, 2016, 2015, dan beberapa angkatan 2014, lima (5) dosen Prodi Pendidikan IPS, yakni: Dr. Erlina Wiyanarti, M.Pd, Dra Yani Kusmarni, M.Pd, Mina Holilah, M.Pd, Wildan Insan Fauzi, M.Pd, Siti Nurbayani K, S.Pd, M, Si, Kaprodi PIPS UPI Dr. H. Dadang Sundawa, M.Pd, dan dibuka oleh Dekan FPIPS Dr. Agus Mulyana, M.Hum dengan sambutan dengan menitikberatkan pada aspek “kemampuan kita (Guru IPS) adalah membaca peluang-peluang”.

Mengawali pembicaraan oleh Prof  Dr. Rochiati Wiriaatmadja, M.A. dengan memaparkan mengenai definisi Tantangan, Peluang, dan Milineal. Ungkap beliau, Tantangan ialah “challenge of opportunity” masalah-masalah yang harus dihadapi, sedangkan peluang ialah tugas untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di dalam pembelajaran IPS, dan Milineal ialah generasi digital dikelompokkan menjadi 3 kelompok, generasi X (1980an), generasi Y (1990an), dan Generasi Z (2000an). Kata generasi Milenial Pertama kali dikenali oleh sosiolog Hongaria, Karl Mannheim (1893-1947) Dalam bukunya “Diagnosis of Our Time” dia mengidentifikasi adanya generasi pasca P.D. II. Pada tahun 1980-an di Eropa mulai berkembang aliran postmodernisme Pada generasi X terjadi perubahan pertama yang kompleks, pada generasi Y terjadi perubahan kedua yang sangat kompleks yakni sudah banyak digital/gadget dan pada generasi Z terjadi perubahan ketiga yakni menjawab kompleksitas tantangan.

Perubahan tersebut dikenal dengan aliran post modernisme ialah kesadaran keunikan diri untuk diekspresikan dan timbullah keberagaman. Pada tahun 2025 diperkirakan akan terjadi perubahan kependudukan yang besar yang disebut sebagai “Bonus  Demografis” yakni jumlah usia produktif akan lebih besar daripada jumlah lansia dan anak-anak.  Peluang ini akan berarti bonus, apabila kualitas generasi produktif tersebut tinggi, antara lain ditunjukkan oleh pendidikannya dan jika kulaitas pendidikan rendah atau nol, maka bonus demografis ini menjadi beban besar bagi negara Indonesia.

Bonus Demografis ini merupakan sebuah tantangan bagi seorang guru dan calon guru karena jumlah penduduk usia produktif mempengaruhi kualitas pendidikan Indonesia.  Jika Bonus Demografis bagi dunia pendidikan ialah tantangan terbesar karena pada zaman Bonus demografis ini terdapat generasi Y dan Z. dimana, 2 generasi tersebut ialah zaman digital. Anak-anak akan lebih terpesona oleh gadget daripada membaca buku. Jam banyak anak-anak hanya untuk bermain komputer, handphone, dan gadget lainnya daripada membaca buku. Berdasarkan penellitian, 43% penduduk Indonesia Tamatan Sd dan tes membaca yang dilakukan 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara. Tingkat membaca penduduk Indonesia lebih rendah dari negara Vietnam. Kemajuan teknologi ini memiliki dampak negatif dan dampak positif. Dampak  positif dari kemajuan Iptek ialah mudahnya mendapat informasi dan mudahnya berkomunikasi dengan yang berjarak jauh, namun adapun dampak negatifnya yakni meningkatnya rasa malas membaca buku karena mudahnya mendapat informasi. Perbandingannya penduduk Indonesia membaca satu novel pertahun sedangkan penduduk Amerika membaca 12 Novel pertahun. Hal tersebut bisa dijawab dengan peluang-peluang yang ada secara optimal sehingga mampu mensejajarkan daya tahan membaca.

Tantangan bagi guru, untuk selalu belajar dan memanfaatkan waktu untuk belajar, memperbaiki diri, mengevaluasi kelemahan dan kekurangannya dengan meningkatkan “professional skills” nya, menyampaikan pendidikan nilai atau pendidikan karakter yang secara jelas mengarahkan perilaku mereka dengan memberitahukan mana yang baik dan benar, mana yang buruk dan salah, menjadikan siswa mampu membangun pribadi yang mandiri, seimbang serta mampu berkompetisi.

Perubahan besar ini bersifat mengacaukan, yakni menggambarkan adanya goncangan dalam proses perubahan itu sendiri “disruption”, yang disebabkan oleh kemajuan iptek dan berpengaruh terhadap kehidupan social-kultural masyarakat. Bagi guru dan calon guru, tantangan besar ini adalah peluang besar pengabdian mereka sebagai pendidik untuk mencari solusi dan melaksanakannya, apabila tantangan terbesarnya karena adanya kesenjangan teknologi yang berkaitan dengan era digital, maka guru dan calon guru harus segera beradaptasi, karena tantangan terhadap kemampuan kinerja guru akan tidak ketinggalan oleh peserta didiknya sendiri. Inilah peluang bagi guru untuk selalu meningkatkan ilmu dan keterampilannya.

Tak kalah pentingnya pemaparan kedua yang diutarakan oleh Prof Dr. Abdul Azis Wahab, M.A menjelaskan mengenai “Digital Native”. Ungkap beliau, gadget itu penting. Namun, jika tidak bisa memanfaatkannya dengan baik maka akan menjadi sampah “Garbage”. Tahun 2025 atau 2045 dikenal sebagai “Golden Age” dimana tugas pendidikan ialah menyiapkan guru-guru profesional yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan komitmen. Sedangkan tugas guru dan calon guru  ialah menyiapkan keterampilan-keterampilan untuk menghadapi tantangan abad 21. Untuk menjadi guru yang profesional, Hammond dan Bransford mengajukan 3 pertanyaan: First, what kind of knowledge do effective teachers need to have about their subject matter about the learning processes and development of their students?. Second, what skills do teachers need in order to provide productive leraning experiences?. Third, what profesional commitments do teachers need to help every child succeed and to continue?. Pembelajaran harus memiliki hubungan interaktif antar siswa dengan guru. Penanaman character dan values penting, oleh karena itu perlu di integrasikan di dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dengan menanamkan praktek yang bisa diterapkan didalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berbasis project, menanamkan jiwa kompetitif namun harus diimbangi dengan kolaboratif, artinya bersaing namun juga saling membantu dan sikap kejujuran, sikap tanggung jawab, dan rasa kepercayaan.

Tiga hal yang harus dipersiapkan guru IPS, diantaranya: learning and Innovation skills, digital literacy skills, dan career and life skills. Adapun kemampuan yang harus dikembangkan, yakni: kemampuan beradaptasi, berkompetisi, dan bekerjasama serta think globally act locally. Untuk maju tidak perlu menjadi orang jepang, tidak perlu menjadi orang Korea, tidak perlu menjadi orang Cina, tidak perlu menjadi orang Amerika, tetapi majulah menjadi orang Indonesia yang berbudaya” ujarnya. (Nurul Fauziah)