Prof. Dr. H. Syihabuddin, M.Pd.; AKTUALISASI HIKMAH IBADAH QURBAN DENGAN MENELADANI NABI IBRAHIM AS.
|(Khotbah Idul Adha, Kamis, 10 Dzulhijjah 1436 H. Mesjid Al Furqon, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung)
السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
اللهُ اكْبَرُ (9) وَللهِ الْحَمْد. إن الحمد لله، نَحْمده ونستعينه ونستغفرُه، ونعوذ باللَّه من شُرور أنفسنا ومن سيِّئات أعمالنا، مَنْ يهده اللَّه فلا مُضِلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له.
أشهد أنْ لا إله إلا اللَّه وحده لا شريك له، المَلِكُ الحقُّ المبين، ربُّ العالمين، وإلهُ الأوَّلين والآخرين، وقَيُّوم السَّموات والأرَضِين، يقول الحقَّ وهو يهدي السبيل.
وأشهد أنَّ محمدًا عبد الله ورسوله، النبِيُّ المصطفى، والرسول الْمُجتبَى، الصَّادق الأمين، البشير النذير، والسراج الأزهر المنير، أرسله الله تعالى رَحْمَة للعالَمين، فشرح به الصُّدور، وأنار به العقول، فتح به أعينًا عُمْيًا، وآذانًا صُمًّا، وقلوبًا غُلفًا.
اللهم صلِّ وسلِّم وبارِكْ عليه وعلى آله الأَطْهار، وأصحابه الأخيار، والتَّابعين لهم بإحسان إلى يوم الدِّين، وسلِّم تسليمًا كثيرًا.
أما بعد: قال تعالى إنَّ اَعْطَيْنَك الكَوْثَر فَصَلِّ لِرَبِّك وَانحَر إنَّ شَانِئَكَ هُوَالأبْـْتَر.
الله أكبر) 3( ولله الحمد
Jama’ah Idul Adha rahimakumullah, marilah kita memanjatkan puji dan syukur kepada Rabb semesta alam yang telah menyuguhkan lezatnya hidangan takbir, tahlil, dan tahmid melalui dialog dan kebersamaan dengan ar-Rahman sepanjang malam hingga berakhirnya hari tasyriq.
Ya Allah, Engkau telah menganugrahkan kekayaan, kekuatan fisik, dan kemampuan pengetahuan kepada sebagian hamba-Mu sehingga mereka dapat berziarah ke rumah-Mu. Semoga haji mereka diterima sebagai haji mabrur: Zawwadakumullahut taqwa wa ghafara dzanbaka wa yassara lakal khoira haitsu ma kunta. Amîn ya mujîbas sâ`îlîn.
Engkau pun telah memberikan rizki kepada sebagian hamba-Mu, sehingga mereka mampu berqurban selaras dengan tuntunan ajaran-Mu. Semoga ibadah qurban mereka diterima sebagai amal saleh yang membuahkan ketakwaan. Allahumma inna hadzihil udhhiyah minka wa`ilaika fataqabbal minna, ya karim.
Allahu akbar 3 X. Hadirin rahimakumullah
Sungguh Tuhan Maha Penyayang. Kita tidak dibiarkan untuk menghadapi kehidupan ini sendirian. Dia senantiasa menjaga, merawat, dan membina kita. Dia telah menaklukkan langit, bumi, dan segala isinya untuk kita. Dia membuat kita mampu merekayasa, mengelola, dan memanfaatkan bumi dan segala isinya dengan ilmu. Dia menyimpan data, informasi, dan ilmu pengetahuan pada segala ciptaan-Nya. Dia meringakaskan segala ilmu pengetahuan, baik yang berlaku zaman dahulu maupun yang akan lahir kemudian, di dalam Kitab Suci Alquran. Dia menyuruh kita merujuk Kitab itu dalam menghadapi berbagai tantangan, gangguan, dan godaan. Dia menjanjikan keselamatan, kebahagiaan, dan kesuksesan bagi orang yang mengikuti petunjuknya.
Kemudian Kitab Suci itu dijelaskan oleh utusan, Rasul yang mulia, Muhammad saw. Dia menjelaskannya dengan dua cara: dengan penjelasan verbal sebagaimana tersaji dalam hadits qauli dan penjelasan melalui praktik, perilaku, dan keteladanan yang disebut hadits fi’li.
Allah mengutus Nabi saw. sebagai model aktual. Beliau memberikan contoh bagaimana mengamalkan ajaran Islam secara utuh mulai dari bangun hingga tidur kembali, mulai dari kanak-kanak hingga dewasa, mulai dari lahir hingga wafat, dan mulai dari urusan dunia hingga urusan akhirat. Semua ajaran yang ditampilkan beliau wajib kita teladani selaras dengan kapasitas masing-masing. Sehubungan dengan hal ini, Allah menegaskan,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah. (Al-Ahzab: 21)
Demikian pula halnya dengan para nabi lainnya. Nabi Isa as., misalnya, memberikan keteladanan dalam hal kasih-sayang, kesabaran, dan kesehatan. Karena itu “kasih” merupakan salah satu inti ajaran pengikut Isa. Nabi Nuh memberikan contoh dalam hal keuletan dan ketangguhan dalam berdakwah, serta inabah kepada Allah. Dia tidak mengenal lelah berdakwah selama 5 abad, tetapi hanya sekitar 70 orang saja yang memeluk ajarannya. Dan Nabi Ibrahim as. mengajarkan kepada kita tentang beberapa praktik ritual seperti khitan, qurban, dan haji.
Karena itu, pada kesempatan ini, saya ingin mengajak hadirin untuk mencermati ibadah qurban yang dipraktikkan Ibrahim secara dramatis dan menyayat hati. Bagaimana tidak, bukankah dia seorang nabi senior, pemilik sebilangan predikat dan pujian, dan perumus teori millah. Namun, beliau istiqamah dalam melaksanakan perintah Tuhannya, yaitu mengurbankan putranya Ismail as.
Allahu akbar 3 X. Hadirin rahimakumullah,
Pada hakikatnya berqurban merupakan ibadah. Istilah ibadah didefinisikan oleh para ulama sebagai
العبادة هي غاية الخضوع، والتّذلّل، و الطّاعة للغير لقصد تعظيمه ولا يجوز فعل ذلك إلاّ للّه
Ibadah merupakan puncak kepasrahan, penghinaan, dan kepatuhan kepada pihak lain untuk mengagungkannya. Praktik demikian tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah Ta’ala.
Secara umum, kepatuhan atau ibadah itu dapat dikelompokan ke dalam dua jenis. Pertama, kepatuhan yang dilakukan oleh seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini, baik orang Mu`min maupun kafir baik benda hidup maupun benda mati. Siapa pun dan apa pun dia, tidak dapat mengelak dan membangkang hukum-hukum Tuhan. Tidak ada satu makhluk pun yang luput dari kepatuhan ini. Inilah kepatuhan yang bersifat ijbari. Sekaitan dengan jenis ibadah ini Allah berfirman,
إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً
Tiada yang menghuni langit dan bumi melainkan dia menemui ar-Rahman sebagai hamba (Maryam: 93).
Kedua, ibadah yang dilakukan oleh orang yang beriman kepada Allah dengan berlandaskan kepada syari’ah. Dia patuh dan beribadah kepada Allah untuk mengagungkan-Nya, karena diperintah oleh-Nya, dan dilakukan berdasarkan ajaran-Nya. Ibadah ini bersifat ikhtiary. Allah Ta’ala berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً
Hamba-hamba ar-Rahman ialah mereka yang berjalan di muka bumi dengan merendahkan diri (al-Furqon: 63).
Namun, apabila dilihat sisi manfaat, ibadah juga terbagi dua. Pertama, ibadah yang bermanfaat secara individual seperti shalat, membaca Alquran, dzikir, dan selainnya. Kedua, ibdah yang berdimensi sosial seperti zakat, infak, dan soaqoh. Namun, kedua jenis ibadah ini pastilah memiliki kedua dimensi tersebut dengan kadar yang berbeda-beda. Termasuk qurban yang berdimensi personal dan sosial.
Hal yang paling hakiki dari sebuah ibadah ialah mewujudnya konsep penghambaan kepada Allah di dalam diri manusia secara kokoh; mengendapnya perasaan bahwa di sana ada ‘abdan dan rabban; menghunjamnya keyakinan bahwa ada hamba yang menyembah dan ada Tuhan yang disembah. Kemudian, pengetahuan, perasaan, dan keyakinan itu menggerakkan seluruh anggota tubuh, perkataan, dan tindakannya menuju kepada satu titik, yaitu penghambaan kepada Allah. Dia mengarahkan segala karsa dan dayanya semata-mata kepada Allah. Dia melepaskan aneka cita rasa kecuali kepada Allah.
Tiada idea, citra, dan makna apa pun dalam qalbunya kecuali rasa penghambaan kepada Allah. Dengan demikian bukanlah shalat, jika di dalamnya tidak ada kerendahan, kepatuhan, dan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, menyiram tanaman adalah ibadah jika di dalamnya ada kerendahan dan kepatuhan kepada ajaran Tuhan. Karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan ibadah dengan
العبادة اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الباطنة والظاهرة
Ibadah merupakan istilah yang meliputi segala hal yang disukai dan diridhai Allah, berupa perkatan dan perbuatan, baik yang lahiriah maupun batiniah.
Allahu akbar 3 X. Hadirin rahimakumullah,
Jika deskripsi konseptual tersebut diterapkan pada ibadah qurban, maka kita dapat menyoroti beberapa isu.
Pertama, ibadah qurban itu hendaknya merefleksikan ketundukan dan ketaatan guna membersihkan diri kita dari kebakhilan, misalnya. Sifat bakhil hanya dapat dilenyapkan dengan membiasakan diri dalam mendermakan harta. Kecintaan kepada sesuatu tidak akan lenyap kecuali dengan memaksa nafsu agar berpisah dari perkara yang dicintainya, sehingga perpisahan itu menjadi terbiasa. Kadar kebersihan seseorang dari kebakhilan tergantung pada kualitas harta yang didermakannya atau hewan yang diqurbankannya; tergantung pada kadar ketulusannya dalam mengeluarkannya; Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا ِممَّا تُحِبُّونَ
Kamu tidak akan meraih kebaikan sebelum kamu menginfakkan sebagian benda yang kamu cintai [Ali ‘Imran: 92].
Kedua, ibadah qurban hendaknya dilakukan dengan ikhlash, semata-mata karena melaksanakan ajaran Allah, seperti yang dilakukan Ali bin Abi Thalib.
Dikisahkan dari Ja’far bin Muhammad bahwa tatkala Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah pulang dari rumah Rasulullah saw. dengan rasa lapar, dia bertanya kepada Fathimah, “Istriku, adakah makanan yang dapat aku santap?”
“Tidak ada makanan”, jawab Fathimah. “Tapi aku punya uang enam dirham untuk membeli makanan bagi anak kita”.
“Kemarikan uang itu.” Fathimah memberikannya dan Ali pun pergi membeli makanan.
Dalam perjalanan, Ali bertemu dengan seorang pengemis. Dia memberikan uang itu seluruhnya, lalu pulang. Di perjalanan dia bertemu seorang Badui yang menuntun unta. “Hai Ali, belilah untaku ini.” Ali menggeleng karena tidak lagi memiliki uang.
Orang itu memberi alternatif, “Engkau bisa membayarnya nanti.”
“Berapa harganya?” Tanya Ali.
“Seratus dirham.”
Ali pun membelinya secara utang.
Dalam perjalanan pulang sambil menuntun unta, dia bertemu dengan orang Badui lain. Dia berkata, “Apakah unta ini kau jual?”
“Benar,” jawab Ali.
“Berapa?”
“Tiga ratus dirham.”
Orang itu membelinya secara kontan.
Ali segara pulang lalu menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya kepada istrinya, lalu menyampaikannya pula kepada Rasulullah saw. Sambil tersenyum Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kamu, siapa orang Badui yang menjual unta kepadamu dan orang Badui yang membeli unta darimu?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” sahut Ali.
“Mereka adalah para malaikat. Engkau telah menyedekahkan enam dirham dengan tulus, lalu Allah memberimu tiga ratus dirham” (Al–Aqthaf ad-Daniyyah fi Îdhahi Mawâ’idhil ‘Ushfûriyyah)
Kisah di atas sejalan dengan firman Allah Ta’ala,
فأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى
Maka barang siapa memberi dan bertakwa serta membenarkan pahala yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan. Adapun orang yang kikir, merasa dirinya cukup, dan mendustakan pahala yang terbaik, maka Kami akan mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (Q.S. al-Lail: 5-10).
Memang, bersedekah saat kita serba kekurangan sangat sulit dilakukan, tetapi pahalanya juga luar biasa. Imam Syafi’i berkata,
اشد الأعمال ثلاثة : الجود من قلة ، والورع في خلوة ، وكلمة الحق عند من يُخاف
Ada tiga pekerjaan berat: dermawan saat kekurangan, wara ketika sendirian, dan mengutarakan kebenaran di depan orang yang ditakuti.
Ketiga, qurban sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Ta’ala yang telah menganugrahkan nikmat kepada hamba-Nya berupa raga dan harta. Ibadah badaniyah merupakan rasa syukur atas nikmat badaniah, sedangkan ibadah maliyah (materil) merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta. Alangkah keras hati orang yang melihat orang miskin yang sempit rizkinya dan yang sangat memerlukannya, lalu dirinya tidak tergerak untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala dengan meringankan bebannya.
Sebenarnya orang yang berbuat baik kepada orang lain adalah berbuat baik kepada dirinya sendiri, sebab perbuatan baik itu merupakan ungkapan syukur dan dengan syukur ini dia terhindar dari azab Allah. Allah berfiriman (an-Nisa`: 147).
مَّا يَفْعَلُ اللّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَآمَنتُمْ وَكَانَ اللّهُ شَاكِراً عَلِيماً
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikan si miskin sebagai ladang amal bagi si kaya. Kalaulah tidak ada mereka, tentu dia tidak disebut kaya. Kalaulah tiada gubuk, tentu tidak ada istana.
Bersyukur dengan menjadi pemurah akan membuatnya dekat dengan Allah dan dekat dengan manusia, tetapi jauh dari api neraka. Sedangkan orang bakhil itu jauh dari Allah dan jauh dari manusia, tetapi dekat dari api neraka.
Bersyukur artinya mengikat nikmat Allah. Kenikmatan itu tiada pernah lepas selama kita mensyukurinya, dan kenikmatan itu sirna jika kita mengingkarinya.
Bersyukurlah kepada orang yang berada di atas kita dengan kepatuhan, bersyukur kepada orang yang setara dengan pembalasan, dan bersyukur kepada yang di bawah kita dengan mengutamakan dan memprioritaskannya (Sayyidina Ali).
Bersyukurlah dengan qalbu, memujilah dengan lisan, dan balaslah dengan tindakan.
Keempat, ibadah qurban sebenarnya dilakukan untuk merebut cinta Allah. Ibadah ini semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui media yang kita cintai. Harta, binatang ternak, dan Ismail hanyalah simbol dari sesuatu yang dicintai dan disayangi selain Allah. Dewasa ini, sesuatu yang dicintai itu dapat berupa keluarga, kedudukan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan teknologi.
Kedekatan manusia dengan Allah tidak akan tercapai selama cintanya masih mendua, yaitu cinta kepada Allah dan kepada hal selain Allah. Posisi ini hanya dapat diraih dengan melepaskan dan mengorbankan apa yang kita cintai sehingga jelaslah kemurnian cintanya kepada Allah.
Allahu akbar 3 X. Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita teladani Ibrahim sebagai nabi yang memiliki sebilangan gelar seraya mengaktualisasikan hikmah-hikmah ibadah qurban sebelum hilang kesempatan, sebab masa itu hanya terdiri dari tiga hari saja. Pertama, hari yang telah berlalu yang tidak dapat kita ulangi. Ia merupakan guru yang bijak. Kedua, hari yang akan datang dan kita tidak tahu, apakah kita akan mengalaminya atau tidak. Ketiga, hari yang tengah kita jalani yang semestinya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Marilah kita laksanakan ajaran Islam dengan sepenuhnya secara utuh. Kalaulah hal itu sulit dilakukan, marilah kita lakukan sepersepuluhnya. Nabi saw. bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّكُمْ فِي زَمَانٍ مَنْ تَرَكَ مِنْكُمْ عُشْرَ مَا أُمِرَ بِهِ هَلَكَ، ثُمَّ يَأْتِي زَمَانٌ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ بِعُشْرِ مَا أُمِرَ بِهِ نَجَا. أخرجه الترمذى وابن عدى. وصححه الألباني .
Sesungguhnya kaliah hidup pada suatu masa yang apabila seseorang meninggalkan perintah sebanyak 10 %, niscaya dia binasa. Kemudian datang suatu masa yang apabila seseorang mengamalkan perintah sebanyak 10 %, niscaca dia selamat (H.R. Tirmidzi).
Tampaknya, jika pada saat ini kita mengamalkan 10 % saja dari keseluruhan ajaran agama, niscaya dunia ini sejahtera, aman, dan selamat. Karena itu, marilah kita tinggalkan kemaksiatan, karena tubuh kita benar-benar tidak sanggup memikul resiko yang ditimbulkan oleh kemaksiatan itu.
Marilah kita kurbankan waktu kita untuk terus belajar dan mencari ilmu. Bukankah hasil tangkapan anjing berilmu dihalalkan Tuhan, sedangkan hasil tangkapan anjing bodoh diharamkan Tuhan.
Dewasa ini, sumber daya alam bukan merupakan suatu andalan. Sekarang adalah zaman pembangunan berbasis ilmu pengetahuan. Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi, dialah yang menguasai dunia. Jika kita tidak mau meningkatkan kualitas diri, maka kita akan menjadi bangsa konsumen dan menjadi mangsa bagi bangsa lain. Sehubungan dengan kondisi ini, Nabi saw. bersabda,
عن ثوبان قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها فقال قائل ومن قلة نحن يومئذ قال بل أنتم يومئذ كثير ولكنكم غثاء كغثاء السيل ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم وليقذفن الله في قلوبكم الوهن فقال قائل يا رسول الله وما الوهن قال حب الدنيا وكراهية الموت
Diriwayatkan dari Tsauban bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Bangsa-bangsa nyaris mengeroyok kalian seperti kerumunan orang lapar mengeroyok nampan makanan.” Seorang sahabat bertanya, “Apakah pada saat itu umat Islam merupakan kaum minoritas?” Nabi menjawab, “Justru kalian sebagai kaum mayoritas. Namun, kalian adalah buih, ya seperti buih bah. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut terhadapmu dari hati para musuhmu. Sungguh Allah akan memasukkan al-wahn ke dalam hatimu, yaitu cinta dunia dan kebencian pada kematian.”
Karena itu, marilah kita sembuhkan penyakit cinta dunia dengan berqurba. Bukankah Nabi saw. pernah bersabda, “Barangsiapa tidak berqurban, sedang dia mampu melakukannya, maja enyahlah dari tempat shalatku.”
Marilah kita kurbankan gengsi dan harga diri dengan lebih banyak menyimak pandangan, pengalaman, dan aspirasi anak-anak, mahasiswa, dan orang lain di lingkungan kita.
Marilah kita bekerja untuk meraih dunia sesuai dengan kadar keberadaan kita di dunia fana ini; sesuai dengan kadar keabadian kita tinggal di akhirat; dan sesuai dengan kadar keperluan kita kepada Allah.
Marilah kita tinggalkan kemaksiatan, karena tubuh kita benar-benar tidak sanggup memikul resiko yang ditimbulkan oleh kemaksiatan itu.
الله اكبر 7 ولله الحمد. الحمد لله له الملك وله الحمد وهو عل كل شيء قدير. الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم ايكم احسن عملا وهو العزيز الغفور. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له الذى هدانا وانعمنا بالاسلام وامرنا بالجهاد ونور قلوبنا بالكتاب المنير. واشهد ان محمدا عبده ورسوله الذى بلغ الرسالة وادى الامانة ونصح الامة برسالته الخالدة رحمة للعالمين فى ايامنا هذا وفى يومئذ يوم عسير على الكافرين غير يسير. اللهم صل وسلم على هذا النبى الكريم محمد بن عبدالله وعلى اله واصحابه اجمعين.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
اللّهمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا الإيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ
اللّهمَّ أَعِزَّ الإسْلاَمَ وَالمسلمين وَأَذِلَّ الشِّرْكَ والمشركين وَدَمِّرْ أعْدَاءَ الدِّينِ وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ يا ربَّ العالمين
اللهمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى الحَقِّ وَالثَّبَاتَ على الأَمْرِ والعَاقِبَةَ الحَسَنَةَ والعَافِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةٍ والسَّلاَمَةَ مِنْ كلِّ إِثْمٍ والغَنِيْمَةَ مِنْ كل بِرٍّ والفَوْزَ بِالجَنَّةِ والنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار
وصَلِّ اللهمَّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سيدِنا مُحَمّدٍ وعلى آلِهِ وصَحْبِهِ وَسلّم والحمدُ للهِ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته