Semangat Kebangkitan Nasional Tidak Pernah Pudar
|Bandung, UPI
Semangat kebangkitan nasional tidak pernah memudar, namun justru semakin menunjukan urgensinya bagi kehidupan berbangsa kita sehari-hari ini. Padahal semangat itu sudah tercetus setidaknya 109 tahun yang lalu, ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo, namun sampai sekarang tetap sangat ampuh menyatukan dan menyemangati gerak kita sebagai bangsa.
“Betapa tak mudahnya para pendahulu merajut angan keindonesiaan saat itu, ketika infrastuktur transportasi dan komunikasi masih terbatas, ketika sumber daya insani yang teguh dengan pemikiran keindonesiaan masih dapat dihitung dengan jari, ketika acuan untuk memperkokoh dasar-dasar kesamaan suku bangsa dan adat masih belum mengakar kuat, ketika semuanya itu berada dalam konteks ketakutan akan kekejaman kolonialis yang siaga memberangus setiap pemikiran yang mematik hasrat lepas dari belenggu penjajahan,” demikian dikatakan Rudiantara, Menteri Komuniaksi Dan Informatika RI dalam sambutan memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-109 tahun 2017 yang dibacakan oleh Wakil Rektor UPI Bidang Keuangan, Sumber Daya, Administrasi Umum, Dr. Edi Suryadi, M.Si pada Upacara Bendera memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-109 tahun 2017 di Halaman Gedung Gymnasium UPI, Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung. Senin, (22 Mei 2017).
Pelaksanaan upacara bendera diikuti oleh para pimpinan serta civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia dari unsur siswa SD, SMP, SMA, mahasiswa, Menwa, Pramuka, tenaga kependidikan, dan Ibu-ibu Keluarga UPI. Dan pelaksanaan upacara bendera memperingati hari Kebangkitan Nasional pun dilaksanakan di UPI Kampus Daerah Cibiru, Sumedang, Tasikmalaya, Purwakarta dan Serang.
Dalam amanatnya Rudiantara mengatakan, Presiden Joko Widodo pada awal tahun ini telah mencanangkan penekanan khusus pada aspek pemerataan dalam semua bidang pembangunan. Bukan berarti sebelumnya kita abai terhadap aspek ini. Malah sejak awal, dalam program Nawacita yang disusun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, aspek pemerataan mendapat porsi perhatian yang sangat tinggi. Pemerataan pembangunan antarwilayah hendak diwujudkan dengan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Pada awal tahun 2017 ini, meski angkanya membaik dibanding tahun sebelumnya, koefisien Nisbah Gini atau Gini ratio, yang merupakan ukuran kesenjangan distribusi pendapatan dan kekayaan penduduk, masih sekitar 40 persen. Untuk itu Bapak Presiden meminta aparat penyelenggara negara bekerja keras menurunkan indeks kesenjangan tersebut melalui langkah yang multi dimensi.
“Memang masalah pemerataan hampir merupakan masalah semua bangsa. Bahkan negar-negara maju pun berkutat pada isu kesenjangan yang sama. Beberapa bahkan mencatatkan indeks yang lebih tinggi, lebih senjang, dibanding Indonesia. Namun bagi kita mewujudkan pemerataan yang berkeadilan sosial adalah juga menjadi penghormatan terhadap cita-cita para peletak dasar bangunan kebangsaan yang menginginkan tidak ada jurang yang membatasi penyebaran kesejahteraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Bagi kita, kebangkitan nasional hanya akan berarti jika tidak satu anak bangsa pun yang terscecer dari gerbong kebangkitan tersebut,” ujar Rudiantara.
Dikatakan, berlatarbelakang pemikiran tersebut, maka kiranya tema “Pemerataan Pembangunan Indonesia yang Berkeadilan Sebagai Wujud Kebangkitan Nasional” yang menjadi tema peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2017 ini adalah pesan yang tepat dan seyogyanya tidak hanya tertanam di dalam hati, namun juga segera diwujudkan melalui strategi, kebijakan, dan implementasi dalam pelayanan kita kepada masyarakat dan bangsa.
“Pemerintah terus berupaya meningkatkan aspek pemerataan pembangunan di segala sektor. Di sektor kelistrikan, misalnya, pembangunan ketenagalistrikan telah dilakukan di 2.500 desa belum mendapat aliran listrik. Pada sat yang sama, kebijakan pemerataan dilakukan melalui subsidi listrik yang difokuskan kepada masyarakat menengah ke bawah, sehingga bisa dilakukan relokasi subsidi listrik tahun 2016 sebesar Rp. 12 triliun, dialihkan untuk menunjang sektor kesehatan, pendidikan, dn infrastuktur,” tambahnya.
Pemerintah juga memandang bahwa pembangunan infrastuktur diperlukan untuk meningkatkan pemerataan ekonomi dan meningkatkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk juga salahsatunya infrastuktur jalan raya. Baru-baru ini Bapak Presiden berkenan menjajal langsung jalan Trans-Papua yang sudah hampir selesai dibangun. Dari 4.300 kilometer jalan raya Trans-Papua, 3.800 kilometer diantaranya telah dibuka.
Lebih jauh, Rudiantara mengatakan dalam bidang agraria, juga telah diluncurkan Kebijkan Pemerataan Ekonomi (KPE) yang bertumpu pada 3 pilar yaitu lahan, kesempatan, dan SDM. Kebijakan ini menitikberatkan pada reforma agraria, termasuk legalisasi lahan transmigrasi; pendidikan dan pelatihan vokasi; perumahan untuk masyarakat miskin perkotaan; serta ritel modern dan pasar tradional.
Kebijakan ini bertitik berat pada proses alokasi dan konsolidasi kepemilikan penguasaan/akses, dan penggunaan lahan, yang dilaksanakan melalui jalur Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial. Melalui program reforma Adraria ini, pemerintah mengalokasikan kepemilikan lahan TORA dan pemberian legalitas akses Perhutanan Sosial kepada masyarakat bawah.
Pemerintah juga melakukan upaya pemerataan di sektor Kominfo melalui program Palapa Ring, berupa proyek pembangunan jaringan tulang punggung serat optik nasional untuk menghubungkan seluruh wilayah Indonesia sehingga keberadaan internet berkecepatan tinggi (broadband) dapat dinikmati secara luas.
Satu abad lebih sejak organisasi Boedi Oetomo digagas telah memunculkan dimensi baru dalan lanskap sosial budaya seluruh umat manusia. Perubahan besar telah terjadi, yang kalau boleh kita rangkum dalam satu kata, kiranya “digitalisasi” adalah kata yang tepat.
Berkah digitalisasi yang paling nyata hampir terjadi di setiap sektor terkait dengan dipangkasnya waktu perizinan. Proses perizinan yang berlangsung ratusan hari sampai tak terhingga dipangkas secara drastis hingga enam kali lebih cepat waktu semula. Perizinan di sektor listrik, misalnya, dari 923 hari menjadi 256 hari, perizinan pertanian dari 751 menjadi 172 hari, rerizinan perindustrian dari 672 hari menjadi 152 hari, perizinan kawasan parawisata dari 661 hari menjadi 188 hari. Demikian juga perizinan pertahanan, dari 123 hari menjadi 90 hari, perizinan kehutanan dari 111 hari menjadi 47 hari, perizinan perhubungan dari 30 hari 30 hari menjadi 5 hari, perizinan bidang telekomunikasi dari 60 hari dipangkas jadi 14 hari. Pemangkasan waktu perizinan ini dapat terlaksanan berkat teknologi digital.
“Dengan inovasi digital, mungkin kita dihadapkan pada kejutan-kejutan dan tatacara baru dalam berhimpun dan berkreasi. Sebagian menguatkan, tak kalah juga yang mengancam ikatan-ikatan kita dalam berbangsa. Satu hal yang pasti, kita harus tetap berpihak untuk mendahulukan kepentingan bangsa di tengah gempuran lawan-lawan yang bisa jadi tak kasat mata. Justru karena itulah maka kita tak boleh meninggalkan orientasi untuk terus mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan sosial,” tegas Rudiantara.
Semoga kita semua bisa meniti ombak besar perubahan digital dengan selamat dan sentosa dan berbuah manis bagi orientasi pelayanan kepada masyarakat. Hanya dengan semangat untuk tidak meninggalkan satu orang pun tercecer dalam gerbong pembangunan maka Negara Kesatuan Republik Indonesia ini akan tetap jaya. (Deny)