SENYUM MANIS DARI FLORES

Dinn Wahyudin

Panggilan akrabnya Jois. Atau lengkapnya Johanes Brito Liko, S.Pd. Ia seorang guru muda yang dihormati kolega dan dicintai murid muridnya di SMPK Immaculata Ruteng, Manggarai NTT.

   “Komitmen kami, pengabdian terbaik dan untuk generasi muda di Ruteng    NTT, agar menjadi generasi muda yang unggul, baik dalam kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial”, demikian ditegaskan pak Jois, dalam pesan WhatsApp yang dikirim.

    SMPK Immaculata terletak di kota kecil Ruteng,  Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai Tengah, Nusa Tenggara Timur.   Sekolah asri, bersih dan nyaman ini didirikan oleh komunitas Susteran SSpS untuk mendidik generasi muda di Ruteng dan wilayah sekitar agar mereka menjadi pribadi yang unggul untuk persiapan hidup di pertengahan Abad 21.

    Seperti telah disampaikan Sr.Veronika Meo, S.Pd. (Mahasiswa S2 Prodi Pengembangan  Kurikulum FIP UPI) yang juga Kepala SMPK Immaculata Ruteng bahwa ada lima misi sekolah  yang sedang diupayakan  para pemangku kepentingan di sekolahnya. Yakni (i) mewujudkan peserta didik yang beriman solid dalam menghayati nilai keagamaan yang dianut; (ii) mewujudkan peserta didik agar memiliki kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial; (iii) meningkatkan waktu kedisiplinan secara efektif; (iv) meningkatkan mutu pendidikan akademik yang berkualitas diberbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta berwawasan ekologis; (v) menambah semangat persaudaraan serta ramah lingkungan dengan alam ciptaan, (v) menciptakan lingkungan sekolah yang sehat, bersih, indah, nyaman dan kondusif.

    Sejalan dengan misi tersebut guru di SMP ini di tuntut untuk menumbuhkan peserta didik untuk menjadi pribadi yang mampu menerapkan misi tersebut.

   Tekad kami para guru di SMPK Immaculata,  untuk terus membimbing para siswa di Ruteng Flores, agar mereka menjadi pribadi yang beriman dan memperoleh kompetensi yang memadai.

Di tengah keterbatasan yang ada, komitmen para pimpinan sekolah dan para guru agar siswa di Ruteng  Flores bisa tersenyum penuh optimistik menghadapi dinamika kehidupan Abad 21 yang penuh tantangan.

Budaya lokal

    Salah satu budaya lokal masyarakat Ruteng Manggarai adalah ungkapan Muku ca pu’u neka woleng curup teu ca ambo neka woleng la. Muku berarti pisang; pu’u berarti rumpun. Sedangkan surup = pembicaraan, lako =jalan, dan ambo= ikatan serumpun. Makna dari ungkapan bahasa lokal etnis Manggarai tersebut adalah Jangan berselisih faham. Tak boleh ada persaingan negatif dalam kehidupan bermasyarakat.   Falsafah itu lah yang dipegang teguh masyarakat setempat di Ruteng sampai saat ini.   Masyarakat Ruteng atau masyarakat Manggarai terkenal sebagai masyarakat yang santun, cinta damai, dalam balutan religi Katolik yang kental.

   Dalam masyarakat adat Manggarai  dikenal tiga ungkapan yang menjadi penciri masyarakat lokal Ruteng. Yaitu :  Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata).pung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan). Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah). Tradisi lokal itulah yang sampai sekarang terpelihara dan diterapkan masyarakat lokal di Manggarai. Yaitu kehidupan yang menjunjung tinggi kekeluargaan, kebersamaan, dan guyub untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Ruteng kota mungil

   Ruteng, kota kecil yang mungil di Flores. Di banding dengan daerah wisata  kota Labuan Bajo, nama Ruteng mungkin belum  banyak dikenal. Ruteng kota kecil yang berhawa sejuk, asri, nyaman, dengan pepohonan yang rindang menghiasi setiap pojok kota. Kota kecil yang memiliki riwayat panjang di Flores, semenjak penjajahan Portugis dan Belanda lebih dari 3,5 abad lalu. Jejak  peninggalan para misionaris sampai sekarang masih tampak dengan dibangunnya banyak peribadatan gereja katolik di  banyak  sudut kota.

   Bila anda berkunjung ke Flores, mampir dan bermalam lah di kota kecil   Ruteng yang elok dan ikonik. Rasakan hembusan dan semilir angin sejuk di pagi hari. Bagi para wisatawan, tersedia juga sejumlah hotel dan beberapa penginapan sederhana. Setiap tamu akan dimanjakan  dengan suasana sejuk alami dan latar perbukitan hijau seolah membentengi kota Ruteng dari kemungkinan amukan badai yang menerpa. Rasakan semilir angin pagi ketika jogging sepanjang jalan kota  di pagi hari. Jangan lupa untuk menyeka keringat, mampir dulu di warung kopi tradisional yang banyak tersebar di pelosok jalan.

    Rasakan sensasi kue lokal khas Ruteng Kompiang. Kue  kompiang ini penampilannya mirip onde-onde. Warga setempat menyebut roti Kompiang  sebagai  kue perpaduan dua budaya (mixture cultures). Yaitu kue tradisional gabungan  Tionghoa dan kue setempat. Bentuknya oval,   campuran tepung terigu, ragi, gula, susu, bahan lokal lainnya. Adonan ini biasanya dipanggang  dalam tungku tradisional. Cocok untuk penganan pagi atau sore dicelupkan pada minuman kopi panas  jenis arabika khas Manggarai.

   Jenis makanan lokal lainnya khas Ruteng yaitu Jagung Catemak. Jenis makanan ini sangat populer di Manggarai karena daerah ini terkenal sebagai penghasil pangan jagung yang sangat potensial dan berkualitas baik. 

    Jagung catemak ini seperti bubur jagung dengan campuran parutan labu, kacang tanah, kacang hijau, dan bumbu lokal penyedap rasa. Rasakan sensasi sayur jagung catemak ini.  Aura rasanya sangat memanjakan lidah.

Kingdom of Komodo

   Bila teman teman berlibur ke Labuan Bajo Flores NTT, sempatkan beberapa hari untuk berkunjung ke Pulau Komodo. Tengok dan sapa penghuni asli pulau tersebut. Komodo, binatang purba yang masih tersisa.

    Perjalanan dari Labuan Batu ke pulau Komodo dengan boat hanya beberapa jam saja. Atau dari Ruteng masih perlu perjalanan darat kurang lebih 90 km.

    Pulau komodo dan beberapa pulau di sekitarnya merupakan habitat binatang komodo hidup. Binatang sejenis kadal raksasa sisa zaman purba yang masih hidup. Komodo sangat dilindungi, karena populasinya yang semakin menurun.  

    Konon kabarnya komodo masih kerabat dekat Dinosaurus yang sudah punah. Bila dinosaurus hanya bisa dilihat dari temuan tulang belulangnya, lain hal nya dengan komodo. Binatang purba ini masih bisa bertahan hidup ini dan  ditemukan di beberapa pulau di Flores NTT.

   Al kisah, pada tahun 1910, Letnan Jacques Karel Henri van Styen van Hensbroek mendapat tugas baru ke Flores oleh pemerintah kolonial Belanda. Ketika ia bertugas di sana, ia mendapat kabar dari masyarakat setempat bahwa  banyak ditemukan  “buaya darat” ukuran jumbo atau “big land crocodiles“. Binatang melata berukuran raksasa itu yang hidup liar di pulau komodo dan pulau pulau sekitarnya.

    The Guardian.com (2017) menulis bahwa Komodo  dragons are the   last survivors of a group of huge lizards that ranged over much of Australasia. Kemudian Letnan Jacques  melakukan ekspedisi dengan mengambil foto dan menyembelih kulit binatang tersebut. Hasil temuannya, ia kirimkan ke Pieter Ouwens yang saat itu menjabat sebagai Direktur Java Zoological Museum dan Botanical Gardens Buitenzorg (Kebun Raya Bogor). Hewan itu bukan “buaya darat” tetapi lebih menyerupai kadal raksasa (huge lizards). Ouwens lantas melakukan serangkaian penelitian lanjutan dan menerbitkan laporan ilmiah tentang komodo  sang kadal raksasa dengan nama latin Varanus komodoensis. Komodo merupakan binatang purba kekayaan dunia  yang masih tersisa. Semua pihak wajib menjaga kelestarian binatang purba yang langka  dan satu satunya di dunia ini yang masih ada.

     Itulah sebagian kecil keanekaragama budaya dan fauna di Manggarai Nusa Tenggara Timur. Tradisi turun temurun yang masih terjaga, adat istiadat yang tak lekang oleh perubahan zaman, termasuk masih “bersemayamnya”  binatang purba yang masih tersisa Komodo.

   Masyarakat setempat juga perlu edukasi yang berkelanjutan. Mereka perlu bimbingan pendidikan dan pelatihan, termasuk bagaimana meningkatkan kesadaran kolektif generasi muda di NTT. Mereka perlu ditingkatkan pengetahuan dan kemampuannya untuk masa depan yang lebih baik.

   Seperti telah diungkap  Sr.Veronika, pak Jois dan guru guru di SMPK Immaculata Ruteng NTT,  mereka ingin generasi muda NTT bisa tersenyum penuh optimisme dan bangga menatap masa depannya.   

Senyum manis Flores!