Teaching Factory 6 Langkah Sangat Efektif Tingkatkan Kewirausahaan

Bandung, UPI

Implementasi model Teaching Factory Enam Langkah (TF-6M) sangat efesien meningkatkan hasil belajar siswa dan kompetensi vokasional dalam mata pelajaran kelompok wajib C dan kewirausahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  implementasi  model TF-6M dalam pengembangan karakter wirausaha di bidang industri  kreatif fesyen, dapat meningkatkan  kemampuan soft skills siswa.

“Kemampuan soft skills sangat dibutuhkan siswa SMK. Karena, lulusan SMK akan menjadi tenaga tingkat menengah baik untuk bekerja maupun berwirausaha. Kemampuan soft skills merupakan kemampuan mengelola emosi, menghadapi stress, teknik berkomunikasi, interaksi sosial, integritas, tanggung jawab, etos kerja dan kejujuran, menerima perbedaan, yang akan menghasilkan sebuah karakter,” kata Dr. Cucu Sutianah, M.Pd., saat mempertahankan disertasi di depan sidang akademik Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia (SPs UPI) di Jln. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (25/1/2017).

Cucu Sutianah mempertahankan disertasi berjudul, “Pengembangan Karakter Wirausaha Bidang Industri Kreatif Fesyen Siswa Paket Keahlian Tata Busana Melalui Implementasi Model Teaching Factory 6 Langkah — TF-6M (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Program Keahlian Tata Busana di SMK) didepan sidang akademik yang terdiri atas Prof. Dr. H. As’ari Djohar, M.Pd. (promotor); Prof. Dr. Hj. Sri Sulastri, M.Pd. (anggota promotor); Dr. H. Dadang Hidayat, M.Pd. (anggota promotor); dan Prof. Ivan Hanafi, M.Pd. dari Universitas Negeri Jakarta.

Diungkapkan, kompetensi lulusan SMK masih rendah karena masih terdapat kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki lulusan SMK dengan kebutuhan DU/DI, sehingga tujuan SMK menyiapkan tenaga kerja yang terampil dan mandiri belum berhasil dilakukan. Sementara pembelajaran mata pelajaran produktif di SMK belum seperti proses yang ada di industri, sehingga diperlukan pengembangan dan implementasi model pembelajaran untuk lulusan SMK yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri.

“Di samping itu, peserta didik belum berpikir dan bersikap selayaknya pekerja, karena manajemen dan budaya sekolah belum seperti manajemen dan budaya industri, sehingga pengenalan peserta didik pada lingkungan dan jabatan pekerjaan yang ada di industri bisa dilakukan lebih awal,” ujar Cucu Sutianah.

Ia juga mengungkapkan bahwa selama ini belum ada program pembelajaran yang dapat mengembangkan karakter wirausaha secara utuh pada mata pelajaran produktif  Program Studi Keahlian Tata Busana. Apalagi, proses pembelajaran mata pelajaran produktif  dengan  pembelajaran kewirausahaan masih terpisah belum terintegrasi secara utuh sesuai kebutuhan pasar kerja, sehingga waktu pencapaian kompetensi menjadi lebih lama bahkan tidak tercapainya kompetensi yang diinginkan karena keterlambatan waktu.

Pembelajaran produktif  belum  dilakukan secara konkret, dan realistis (real learning), pada pengembangan karakter wirausaha, kata Cucu Sutianah. Sedangkan penilaian proses dan hasil pembelajaran belum menggunakan teknik penilaian yang dapat menghasilkan data yang autentik sesuai kompetensi kerja yang dibutuhkan DU/DI atau hidup mandiri dan berwirausaha. Pencapaian kompetensi belum diukur dengan cara yang bervariasi sesuai dengan kriteria kinerja, baik hard skills maupun soft skills yang harus dilakukan untuk memperoleh gambaran hasil belajar yang sebenarnya.

“Apalagi, peralatan praktik baru digunakan secara konvensional dan kondisional pada pembelajaran saja. Penggunaannya belum diberdayakan secara optimal, efesien dan efektif, tanpa memberikan pemasukan bagi pembiayaan praktik dan pemeliharaannya,” ujar Cucu Sutianah.

Hasil penelitian yang dilakukan Cucu Sutianah menunjukkan bahwa  implementasi model TF-6M dalam pengembangan karakter wirausaha di bidang industri  kreatif  fesyen, dapat meningkatkan hasil belajar untuk ranah pengetahuan siswa pada Mata Pelajaran Kelompok  Wajib C. Hasil perhitungan  data menunjukkan bahwa  implementasi  model TF-6M dalam pengembangan karakter wirausaha siswa di bidang industri  kreatif fesyen, dapat meningkatkan hard skills siswa. Tergambar dari pencapaian setiap aspek dan indikator yang meliputi aspek tentang, menganalisis order,  mengerjakan order,  dan melakukan QC. Terdapat peningkatan kemampuan hard skills siswa, setelah implementasi Model TF-6M.

Ia juga mengungkapkan bahwa implementasi Model TF-6M dalam pengembangan karakter wirausaha di bidang industri  kreatif fesyen,  dapat meningkatkan  kemampuan soft skills siswa. Tergambar dari pencapaian setiap aspek dan indikator yang meliputi menerima pemberi order, menyatakan kesiapan  mengerjakan  order  dan menyerahkan order. Pembelajaran dengan Model TF-6M menurut data hasil penelitian berpengaruh terhadap peningkatan soft skills peserta didik.

Mengungkapkan tentang persepsi siswa tentang pengembangan karakter wirausaha, Cucu Sutianah mengatakan, pembelajaran dengan Model TF-6M dalam pengembangan karakter wirausaha di bidang industri  kreatif fesyen, dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan karakter wirausaha siswa. Tergambar dari pencapaian setiap aspek dan indikator yang meliputi motivasi berprestasi,  orientasi masa depan,  kepemimpinan usaha,  jaringan usaha,   responsif dan kreatif terhadap perubahan.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa  implementasi  Model TF-6M dapat mengembangkan kemampuan  karakter wirausaha siswa, tergambar pada pencapaian setiap aspek dan indikator yang meliputi, motivasi berprestasi,  orientasi masa depan,  kepemimpinan usaha,  jaringan usaha, dan responsive dan kreatif,” ujar Cucu Sutianah.

Langkah menerima pemberi order, menyatakan kesanggupan mengerjakan order, dan menyerahkan order, aspek yang dapat dikembangkan adalah aspek motivasi berprestasi dan jaringan usaha. Kemampuan menganalisis order, mengerjakan order, melakukan quality control  aspek yang dapat dikembangkan yaitu aspek orientasi masa depan, kepemimpinan wirausaha dan responsif dan kreatif terhadap perubahan. (Dodi/Reza Ibrahim/WAS)