TEPATKAH DENDA TIDAK ADA TEMPAT SAMPAH DI MOBIL?

1BANDUNG selalu jadi magnet pemberitaan. Apalagi saat salah satu putra Bandung bernama Ridwan Kamil diangkat menjadi Wali Kota tahun lalu. Gebrakan untuk membenahi Kota Bandung diakui memang inovatif dan baik. Pengembangan taman kota, proyek gorong-gorong, pengadaan bus sekolah, hingga Rebo Nyunda tak lepas dari dukungan masyarakat Bandung. Tak salah jika Ridwan Kamil merupakan salah satu wali kota terbaik di negeri ini.

Salah satu gebrakan yang kembali dilakukan adalah fasilitas tempat sampah di dalam mobil yang diatur Pasal 49 ayat (1) huruf n Perda 11/2005 tentang K3. Peraturan ini mengharuskan adanya tempat sampah di dalam mobil dan angkutan umum. Jika melanggar, denda sebesar 250 ribu rupiah menjadi tebusan.

Tujuan Perda tersebut tentu saja agar pengendara dan penumpang kendaraan roda empat tidak membuang sampah ke jalan. Memang Pemkot Bandung sangat fokus terhadap masalah kebersihan di kota kembang ini. Jadi wajar jika Perda ini ditetapkan dan cepat dilaksanakan. Lalu, apakah Perda ini akan merubah sikap masyarakat yang membuang sampah ke jalan?

Semua kebijakan selalu ada yang baik dan buruknya. Diakui memang Perda ini sangat baik seperti yang telah dijelaskan. Namun seperti yang telah dibahas sebelumnya apakah ini efektif? Saya yakin dalam angkutan umum Perda ini akan langsung dilaksanakan. Karena banyak keluhan dari penumpang yang bingung ingin membuang sampah dimana jika di angkutan umum, ujung-ujungnya mereka membuang sampah di kolong kursi. Bagi para penanggungjawab angkutan umum mereka juga terbantu dengan Perda ini, mereka akan mudah membersihkan angkutan umum mereka karena sampah akan terfokus ke satu tempat.

Bagaimana dengan mobil pribadi? Sebelum Perda ini ditetapkan, banyak sekali sampah yang dibuang bersumber dari mobil pribadi. Mereka seenaknya membuang sampah ke jalan dan merusak kota Bandung yang indah ini. Sering akun Twitter @infobdg mengulas pelaku yang sengaja membuang sampah ke jalan. Setelah diberlakukannya Perda ini, jarang akun @infobdg mengulas perilaku jelek ini. Mungkin tidak ada laporan kepada @infobdg tentang kebiasaan jelek tersebut namun kadang-kadang saya melihat ada saja orang bandel yang membuang sampah ke jalan.

Harga tempat sampah sekitar Rp 15.000. Tidak mahal memang, apalagi masyarakat yang memiliki mobil, karena tidak mungkin pemilik mobil semiskin itu hingga tidak sanggup membeli tempat sampah. Masalahnya bukan di situ, apakah mobil yang tidak memiliki tempat sampah dalam mobil itu buang sampah di jalan? Atau apakah mobil yang memiliki tempat sampah dalam mobil itu tidak buang sampah di jalan?

Kedua hal itu yang perlu dikaji kembali. Banyak orang Bandung yang peduli kebersihan, namun banyak juga yang tidak peduli. Orang yang tidak peduli kebersihan saya yakin tempat sampah didalam mobilnya hanya akan menjadi figuran. Tempat sampah itu akan selalu mulus karena tidak ada sampah yang pernah tinggal disana. Orang-orang seperti itu akan membuang sampah ke jalan agar tidak repot membersihkan sampah dalam mobilnya.

Lain halnya mobil yang tidak ada tempat sampah didalamnya. Kita tidak bisa menuduh orang yang tidak memiliki tempat sampah di mobil sebagai orang yang salah. Karena belum tentu orang-orang tersebut membuang sampah ke jalan. Bisa saja pemilik mobil memang tidak suka ada sampah di dalam mobil. Seperti keluarga saya, kami adalah orang yang sangat anti ada sampah khususnya di dalam mobil. Jika ada sampah kami akan langsung buru-buru membuang sampah di tempat sampah publik yang tersedia. Oleh karena itu mobil dinas dan rumah kami tidak ada satu pun tempat sampah. Namun kami memiliki tempat sampah di luar rumah dan kami membuang sampah disana. Lalu jika kami terkena razia? Apakah kami bersalah oleh sikap kami?

Perda yang dibuat untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang sering buang sampah sembarangan. Tentu saja diwajibkannya tempat sampah di dalam mobil pribadi dan angkutan umum bukan hanya menjadi hiasan saja. Tempat sampah harus sesuai dengan fungsinya dan sering dibersihkan. Saya merupakan orang yang tidak menolak Perda ini dan tidak pula mendukung sepenuhnya. Namun menurut saya Perda ini sebaiknya dikaji kembali agar tujuan untuk merubah kebiasaan masyarakat menjadi jitu.

Kita sebagai masyarakat perlu mendukung dan mengkritisi kinerja serta kebijakan Pemerintah. Saya ingin kita menjadi masyarakat yang peduli kepada kota ini. Karena saya mendukung kota tercinta ini menjadi Bandung Juara! (Ridwan Ahmad Sadli, Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FPIPS UPI)